10 | Surat untuk masa depan

5.7K 729 27
                                    

“Saya udah nggak tau gimana mau ngatur dia!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Saya udah nggak tau gimana mau ngatur dia!”

Seruan kesal itu mampu membuat Mbak Putri mengalihkan atensi dari roda kemudi. Ngomong-ngomong mereka sedang menuju tempat syuting untuk episode terakhir film yang diperan oleh Adera. “Kenapa?” balas Mbak Putri penuh keheranan. Ia dapat menebak siapa yang dimaksud oleh Bosnya itu. Pasti Dewa. Tapi soal mengatur? Apa yang dilakukan laki-laki itu sampai Adera berseru penuh frustrasi?

“Hampir tiga minggu ini dia pulang dini hari, kadang jam tiga subuh baru sampai di rumah. Di jam segitu, memangnya apa yang bisa dilakukan remaja kayak dia selain sesuatu yang negatif?”

Mbak Putri tersenyum simpul. Ternyata begitu pasalnya. Perempuan itu sudah diberitahu oleh Dewa mengenai apa yang dilakukan laki-laki itu dari menjelang malam sampai tengah malam. Bekerja sebagai pelayan restoran. “Lalu, Mbak?”

“Saya sita semua fasilitas yang saya kasih ke dia.” Adera menjawab seraya memalingkan wajah ke arah jendela mobil, mengamati pergerakan lalu lintas di luar sana.

“Dia bakal kesulitan, Mbak.”

Adera bungkam.

“Sebenarnya, Mbak tau nggak apa yang dia lakukan sampai menjelang subuh baru pulang?” Mbak Putri tersenyum kecil.

Wanita di sebelahnya tetap diam.

“Dia kerja, Mbak. Buat biayanya pas lulus sekolah nanti. Katanya, dia mau kuliah di Yogya dan ngekos di sana. Jadi, mulai saat ini dia mulai nimbun uang. Dewa juga belajar keras supaya dapet beasiswa, Mbak. Selama tiga minggu ini, dia nggak melakukan hal yang negatif kok.” Mbak Putri menarik napasnya, melirik Adera lewat ekor mata dan mendapatkan wanita itu tercenung di tempatnya. “Dewa bilang dia nggak mau nyusahin Mbak. Kalaupun nanti dia nggak dapat beasiswa kuliah, its okay karena dia juga nggak terlalu ambisius untuk kuliah. Di dalam list masa depannya, yang paling pengen dia capai adalah kebahagiaan Mbak.”

Kata-kata itu sedikit mempermainkan sistem motorik Adera, sebab selanjutnya yang dia lakukan adalah termenung sepanjang jalan. Dia ingin mengatakan 'tidak peduli' seperti yang biasa ia katakan, tapi untuk saat ini seluruh kalimatnya diembus angin yang lewat sehingga bahkan sampai tempat tujuan, Adera tidak membuka kata.

*

Pukul sebelas siang Dewa baru membuka matanya sesudah delapan jam terlelap. Laki-laki itu mendudukkan diri di tepi kasur dan memandang keluar melalui celah jendela yang tidak tertutup tirai. Di luar sana sudah sangat terik, pantas saja ruangan ini juga sama panasnya. Dewa berdiri perlahan dan mendekati jendela untuk selanjutnya dia sibak tirainya sehingga terbuka menyeluruh. Seketika kamarnya kian benderang.

After You've GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang