21 Februari 2002
Sunyi langsung menyambutnya saat matanya membuka dan hidungnya menghidu bau obat-obatan. Perempuan itu mengerjap beberapa saat sebelum menyadari di mana dirinya berada sekarang.
“Der, kamu udah sadar.” Sesosok laki-laki di sofa ujung ruangan langsung bangkit berdiri dan berderap mendekatinya. “Pusing, ya?”
“Kok kamu bisa di sini? Dewa mana? Mana Dewa, aku mau ketemu sama dia. Jangan pisahin aku sama dia lagi! Dasar brengsek, kamu manfaatin keadaan buat bawa dia pergi dari aku!” Adera langsung menyerangnya dengan kalimat-kalimat membingungkan. Leon—lelaki itu—mengerjap bingung. “Dewa mana!?” serunya sekali lagi, kali ini dengan intonasi lebih tinggi.
“Dewa... maksudmu anak kita? Oh, dia ada di NICU, Dera.” Leon tersenyum kecil. “Kamu udah netapin nama anak kita Dewa?”
Adera menyadari suatu kejanggalan. Saat ini rambut Leon masih hitam legam dan lelaki itu terlihat muda. Ada kumis tipis di atas bibirnya. Otaknya langsung berputar cepat memproses apa yang baru saja hinggap di benaknya tadi.
Mimpi.
Yang tadi itu mimpi?
Lalu, kenapa terasa nyata sekali.
Adera menggerakkan tangannya dan mencubit pelan lengan Leon sampai laki-laki itu terpekik pelan. “Der, ada apa?”
“Yang tadi itu beneran mimpi,” gumamnya pelan. Napasnya terembus lega, sementara air matanya menitik tanpa diperintah. Berlomba-lomba jatuh sampai Adera memalingkan wajahnya dari Leon, laki-laki itu terlihat khawatir dengan kondisi istrinya yang tiba-tiba begini usai tersadar.
Lantas Leon menempatkan dirinya di tepi ranjang, duduk di sana dan mengusap air mata Adera yang terus-terusan mengalir. “Jangan nangis. Sebenarnya ada apa? Kamu mimpi apa tadi? Sini cerita.”
Adera meneguk salivanya sebelum memberanikan diri menatap Leon. Kemudian menguraikan cerita di dalam mimpinya tadi. Leon termangu-mangu sebelum melebarkan senyumannya dan mengusap pelan kepala sang istri.
“Perjanjian kita waktu itu dibatalkan aja. Kita nggak perlu cerai, aku nggak mau mimpi itu benar-benar jadi kenyataan.” Adera menukas dan diangguki Leon dengan senang hati.
“Bahkan dari awal aku nggak pernah mau menceraikan kamu, Der.” Leon tersenyum lagi. “Eum, sekarang istirahat dulu ya.”
“Aku mau liat Dewa. Dia di NICU?” Adera berusaha bangkit dari duduknya, tapi pergerakannya langsung mengundang nyeri.
“Jangan banyak bergerak dulu. Jahitannya belum kering,” kata Leon khawatir.
“Kenapa Dewa di sana? Dia baik-baik aja, 'kan?” Adera tentu saja menyadari ruangan NICU itu ruangan untuk apa.
Leon menghela napas berat. “Kamu cuma nanyain Dewa?”
Adera bingung.
“Selain Dewa, kita punya anak satu lagi loh.”
“Apa!?” Adera berseru tidak mengerti.
“Dewa punya kembaran. Kita punya anak kembar.”
Adera mengerjapkan matanya makin bingung. Tunggu, hasil pemeriksaan kandungan waktu itu——oh iya, dokter sudah mengatakan kalau dalam perutnya ia punya dua janin. Kembar. Laki-laki dan perempuan.
“Dia... di mana? Nggak di NICU juga, 'kan?” tanya Adera takut-takut.
“Nggak. Kondisinya lebih kuat daripada Dewa saat lahir. Dewi kita lagi sama Nenek dan Kakeknya.”
“Dewi?”
“Karena kamu ngasih nama Dewa untuk yang cowok, jadi yang cewek harus dikasih nama Dewi. Biar sama. Kan mereka kembar.”
“Dewa... gimana kondisinya?”
Leon baru saja berusaha mengalihkan pembicaraan, tapi Adera ternyata mengingat dengan baik. “Dokter bilang, jantungnya ada masalah.”
Pada akhirnya dengan berat hati, Leon menjawabnya. Lagipula, untuk hal ini tidak bisa ia sembunyikan.
“Dengan kondisi seperti itu, dokter memperkirakan Dewa nggak akan bisa bersama kita lebih lama.” Leon melanjuti.
Tubuh Adera menegang. Kemudian bulir-bulir air mata kembali jatuh. Ia terisak-isak dan Leon langsung merunduk untuk memeluk perempuan itu. Berusaha menenangkannya.
“Kenapa bisa gini? Kenapa bisa? Kenapa?” racau perempuan itu. Semakin menangis keras.
Mimpinya memang agak melenceng dari kenyataan, tapi untuk bagian kehilangan, mungkin dia akan mengalaminya lebih cepat.
<fin>
A/N
AKHIRNYA KITA SUDAH BERADA DI AKHIR CERITA~
Ternyata selama ini yang kalian baca itu mimpinya Adera. Wkwkw.
Karena saya masih di sekolah, jadi nanti sore lagi ngocehnya. Juga, penjelasan kenapa eksekusi cerita ini aneh abis.
Kalau ada kesalahan, silakan dikoreksi.
Sekian.
6 Jan 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
After You've Gone
Teen FictionBelasan tahun, Adera habiskan untuk mengabaikan putra semata wayangnya. Membiarkan anaknya hidup dalam kesepian, menjadikan laki-laki itu alasan untuk segala kesalahan yang pernah dia lakukan bersama seseorang. Sampai dia sadar, kesalahannya cukup...