13-Mau Tapi Malu

2.6K 120 2
                                    

Hari yang di tunggu- tunggu oleh semua kalangan ini kembali datang. Dimana pada saat weekend, Fiza bisa bersantai ria. Lebih tepatnya bersantai setelah pekerjaan rumah selesai.

Kini Fiza sedang membuat kopi untuk Azril. Tumben sekali suaminya itu meminta untuk di buatkan kopi. Tanpa meminta pun Fiza selalu membuatkan kopi untuknya.

Setelah selesai, dengan segera Fiza mengantar satu cangkir kopi kepada Azril yang saat ini sedang duduk di kursi taman belakang.

"Ini kopinya, Mas," kata Fiza meletakan cangkir kopi itu di atas meja.

Detik berikutnya, Fiza membalikkan badannya hendak kembali ke dapur. Namun, ia urungkan ketika dirinya diminta untuk menemani Azril.


"Duduklah, temani aku sebentar." Fiza sedikit melongo dengan permintaan Azril.

"Duduk Fiza!!" Mendengar ucapan Azril yang sedikit meninggi, dengan segera ia duduk menuruti perintah Azril.

Azril menyesap kopi buatan Fiza.

"Fiza, ada yang ingin saya bicarakan."

Fiza menengok ke arah Azril. "Apa, Mas? Masalah Fiza diantar oleh Mas Arfan?"

"Bukan."

"Lalu?"

"Tentang surat saya yang hilang."

Fiza mendengarnya merasa sangat kesal. Azril masih mempermasalahkan tentang hilangnya surat itu? Apa Azril akan kembali marah kepada seseorang yang jelas bukan pelakunya?!

"Mas masih menuduh Fiza? Sudah berkali-kali Fiza bilang, kalau Fiza tidak melakukannya!! Bisakah Mas Azril percaya sama Fiza meskipun hanya sedikit?!"
ucapnya kemudian beranjak dari tempat duduknya dan pergi melangkah menjauhi Azril.

"Maksud saya bukan itu, Fiza!!"

****

Kini Fiza sedang duduk di tepi ranjang dengan air mata yang masih menganak sungai.

"Kenapa Mas Azril sama sekali tidak mempercayai ucapan Fiza? Kenapa?" tanya Fiza disela tangisnya.

Dalam hubungan suami-istri, kepercayaan itu sangat perlu. Namun, bagaimana jika hanya sang istri yang percaya akan semua hal yang dilakukan dan juga diucapkan suaminya. Apa Fiza bisa mewujudkan keluarga impiannya seorang diri? Jawabannya tentu saja tidak. Perlu usaha pasangan suami-istri agar impiannya terkebumikan ke alam realita. Jika seperti itu, apakah keluarga impian itu hanya sekedar impian?

Tangis Fiza semakin menjadi ketika memikirkan impiannya yang mungkin tak bisa terwujud.

Fiza mendengar decitan pintu bersama suara bariton yang memanggil namanya. Fiza mencoba untuk menahan tangisnya.

Azril berjalan menghampiri Fiza dan duduk di samping istrinya itu.

Fiza masih menunduk dengan sesekali menyeka air matanya.

"Hei... kenapa nangis?" tanyanya lembut.

Hah?! Pertanyaan macam apa itu, Mas? Sudah jelas-jelas ku menangis karena tuduhanmu. Batin Fiza.

Azril menyentuh kedua pundak Fiza kemudian di hadapkan kepadanya. Fiza merasakan adanya aliran listrik yang menjalar di tubuhnya ketika jari-jari Azril mendarat di kedua pipinya. Kemudian Azril mengulurkan tangannya mengangkat dagu Fiza.

Di tatap lah wajah bidadarinya. Sedangkan Fiza mengalihkan pandangannya ke arah samping.

"Jangan menangis, saya tidak suka melihatnya."

Fiza menahan dirinya agar tidak baper akan sikap manis Azril. Ia tak ingin menambah luka dihatinya ketika melihat hal yang sebenarnya. Fiza tidak ingin itu!!

"Saya minta maaf," ucapnya lirih. Fiza memberanikan menatap wajah tampan suaminya.

"Maafkan saya telah menuduhmu. Saya tau bahwa kamu tidak melakukannya. Dan surat itu, Mama yang mengambilnya di meja saya. Hanya itu yang ingin saya bicarakan."

Kemarahan di dalam dada seakan luruh berganti dengan kebahagiaan. Perlahan senyuman indah mulai terukir.

"Apa kamu memaafkan saya?"

"Sebelum Mas minta maaf, Fiza sudah memaafkan terlebih dahulu."

Terlihat sangat jelas senyuman itu, senyuman tulus yang terukir membuat ketampanan Azril semakin bertambah.

Fiza membulatkan mata terkejut ketika Azril semakin mendekatkan wajahnya membuat jantung wanita itu berdetak tak normal. Detik demi detik mengikis jarak antara mereka. Azril terkekeh pelan ketika melihat Fiza memejamkan mata.

"Emangnya mau banget di cium ya?" bisiknya di telinga Fiza.

Byar...

Malu sudah!! Rasa malu tak bisa di hindari oleh Fiza. Fiza ingin membuka matanya. Namun tak ingin melihat wajah Azril yang pastinya akan menertawainya. Jika Fiza terus memejamkan mata, itu tidak mungkin. Tak ada pilihan lain, dia harus melihat ekspresi pria yang ada di hadapannya itu.

Bismillah, Fiza membuka matanya yang terpejam. Benar sekali, ketika matanya terbuka sempurna terlihat Azril tertawa lebar menertawai kebodohan Fiza.

Fiza yang tak mampu menahan malu, berlari keluar kamar meninggalkan Azril yang masih tak henti tertawa.

****

Jadikanlah Al-Qur'an sebagai bacaan utamamu

Kekasih Halalku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang