11.11

228 19 0
                                    

.

Detik tidak pernah berhenti,
yang lalu, sudah terjadi
Sama dengan aku,
masih berdiri di sini
menunggu kamu kembali
Menanti lagi
Ternyata malah kamu yang pergi.

-Ten, dari 'HEY, AYU!'

*

Terima kasih untuk kenangan
Maaf untuk kesalahan
Aku hanya seonggok insan,
yang jarang peduli perasaan.

Kita pernah merasa sejalan,
sementara.
Lalu setelah disadarkan,
ternyata kita hanya satu jurusan,
namun beda haluan.

- Ayu, dari 'HEY, AYU!'

*****

Semburat jingga di langit mempercantik alam semesta yang memang diciptakan indah oleh Sang Kuasa. Menemani sekelompok orang dengan wajah kelam bak malam yang berdiri mengelilingi satu gundukan tanah basah.

Tidak ada lagi tangisan, hanya keheningan.

Seorang diantaranya berjongkok di samping pusara itu. Setelah memejamkan mata dan menghela napas sebentar, pertanyaan retoris tanpa jawaban keluar dari balik bibir tipisnya.

"Setelah sekian lama pergi, kamu pulang cuma buat ini? Mau ngasih kejutan? Ngeprank ? Maksudnya apa?"

"Kami sangat mau kamu kembali, tapi bukan begini,"

"Kalau kamu ngeprank, saya pasti udah kasih tepuk tangan karena kamu berhasil, dan juga cubitan karena kamu nakal,"

"Kamu tau? Saya bahkan baru memulai. Mulai nyaman, mulai butuh kamu, tapi kamu pergi."

Angin sore kembali berhembus, rasa dinginnya sampai menusuk kulit. Terbukti dengan beberapa dari mereka yang merapatkan jaket, dan memeluk diri sendiri guna mencari kehangatan.

Dalam diamnya, seseorang kembali meneteskan air mata, lalu memilih berpaling pandangan. Sekuat tenaga menahan isakkan.

"Kamu buat semua orang nangis, tau,"

"Chandra, Tasya, Mima, Ibu kamu, mamanya Jeno, Mark, Jeno, Enyak, bahkan Bu Dwi sama Pak Bams juga sedih waktu tau kamu pergi, apalagi saya. Tega ya kamu,"

Seseorang yang lain menyela, "Kak Ten, stop. Kita kesini bukan buat itu."

Ten tertawa hambar, "Oh iya, maaf."

Sambil meletakkan buket bunga lili putih, Ten tersenyum tulus.

"Selamat ulang tahun, Kecil. Semoga kita ketemu lagi di sana. Saya sayang kamu."

Lalu semua orang yang ada di sana ikut berjongkok mengelilingi pusara itu.

Jeno membuka dialog tunggal lebih dulu setelah meletakkan bunga yang sama.

"Neng, apa kabar? Di sana dingin ya? Ujan juga gak kayak di sini? Tadi aa' kehujanan loh waktu pulang sekolah,"

Tidak ada yang ingin menyela, mereka menunggu giliran dengan diam.

Namun dialog tunggal itu terjeda oleh tawa Jeno sendiri, yang tak lama kemudian Jeno menyambung ucapannya.

"Selamat ulang tahun ya, Neng. Tahun kedua tanpa lo rasanya hambar. Kayak sayur bening bunda, hehe,"

"Ayo ketemu, gue kangen."

Jeno menunduk kemudian mengangguk. Memberi kesempatan yang lain.

Giliran Tasya dan Mima, namun mereka hanya memberi salam dan permintaan maaf, sedangkan Haechan yang biasanya berisik kini memilih menggelengkan  kepala saat semua menatapnya.

Hingga tiba di giliran orang terakhir, sang saudara laki-laki.

"Saya tau kamu gak suka saya nangis, maaf, tapi tadi sudah,"

"It's good weather to eat a cup of ramen. Remember? Kita sering makan itu tempo hari di tempat laknat itu,"

Membenarkan letak kacamatanya, Mark berdialog tunggal lagi.

"A bad news, karena kamu saya jadi benci tempat yang dulunya saya sukai. But it's true, I hate that place,"

"But don't worry, saya lebih suka Indonesia karena saya bisa ketemu adik lucu seperti kamu,"

Tasya dan Mima meneteskan air mata lebih dulu, memeluk satu sama lain dan terisak-isak. Di sebelahnya, Haechan membantu menenangkan mereka.

Menarik napas panjang, Mark memejamkan mata yang sialnya malah kembali memproduksi air lagi.

"Ergh-- I hate myself. Maaf, saya jadi mau nangis lagi,"

"So, better to I say happy birthday my cutest sister. I love you more than three thousand."

Kenangan setahun belakangan tiba-tiba terputar otomatis oleh Mark. Sebelum air itu benar-benar jatuh, ia kembali melanjutkan dialog tunggalnya.

"Kamu itu seperti malaikat, maka dari itu Tuhan manggil kamu lebih dulu. Saya akan merelakan, teman-teman kamu juga gitu. Ayo ketemu lagi, saya rindu kamu,"

Mendongak ke langit untuk menerawang, Mark tersenyum kecil.

"Biasanya jam segini kamu duduk diam di balkon, makan roti dan jus apel sambil melihat senja. Lalu setelah gelap, kamu baru masuk kamar lagi dan ibadah,"

"Sekarang kosong. Hidup saya seperti kosong,"

"Padahal saya senang banget waktu tau saya punya adik, walau jaraknya jauh. Saya sampai merengek ke Papa untuk minta ikut les bahasa Indonesia supaya bisa ketemu kamu,"

Mark tertawa hambar sambil mengusap nisan bertuliskan nama adiknya.

"Akhirnya kita berhasil ketemu. Lalu kita dekat, saya jadi chairmate kamu, padahal harusnya saya sudah lulus sekolah. Lucu kalau dipikir."

Menatap orang yang ada di sana satu persatu, Mark akhirnya menutup dialog tunggal itu dengan senyum tulus yang jarang diperlihatkannya.

"Terima kasih sudah menjadi bagian cerita dari hidup adik saya. Adik saya beruntung kenal kalian. Maaf jika dia pernah merepotkan. Saya harap kalian mau merelakan dia."

Semuanya saling berpandangan, kemudian senyum tulus terbit dari semua bibir mereka. Bahkan hangatnya matahari yang ingin kembali ke peraduannya kalah oleh hangatnya senyum mereka di udara yang sedingin ini.


Epilog ; fin.

Perpisahan bukan akhir dari segalanya. Tapi ini adalah awal dari perjalanan baru yang sesungguhnya. Terima kasih telah hadir, pernah menjadi alasanku bertahan hingga sejauh ini. Yang perlu diketahui, Aku Sayang Kalian.

-Dari Skyline, untuk kalian.

Made : November 11
              11.11 PM 



[1] HEY, AYU! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang