"I know we're fire and ocean." - NCT Dream ft. Hrvy, Don't Need Your Love
Laki-laki di sebelah Jaemin melongo selama beberapa detik.
"Kon tak kongkon nggowo gendhakan, lha kok seng mbok gowo malah bidadari?" ocehan bernada tanya di akhir kalimat temannya Jaemin itu membuat gue refleks mengernyit tajam sebab gue sama sekali ngga ngerti dia ngomong apa barusan.
Temannya Jaemin itu menepuk-nepuk bahu Jaemin dengan kasar sementara matanya terarah ke gue. Karena gue penasaran, gue mendekatkan mulut gue ke telinga Jaemin. Untungnya, dia peka, sedikit merunduk biar gue ngga jinjit-jinjit manja.
"Dia ngomong apaan sih?" Gue mengangkat telapak tangan, menutupi mulut biar temannya Jaemin itu ngga tahu gue ngomong apa, tanpa mengurangi volume suara gue. Kalau gue murni bisik-bisik, sampai zaman baheula nanti juga Jaemin ngga bakalan dengar suara gue.
Terlalu berisik.
"Ayu tenan gendhakanmu iki, Jae!" serunya, ngga mau kalah sama suara supporter Arema yang lagi meneriakkan yel-yel mereka demi membangun semangat.
Gue bisa dengar dengan jelas orang-orang yang ngomong pakai bahasa Jawa, tapi tingkat pemahaman gue nol besar. Jangankan ngobrol pakai bahasa Jawa, buat ngomong bahasa Jawa sedikit aja lidah gue udah salto duluan. Kalau sekadar aku atau kata lain yang sama kaya bahasa Indonesia, gue paham-paham aja.
Jaemin tertawa kecil. "Katanya, lo jelek!"
Mendengar ucapan singkat Jaemin, gue refleks menutupi muka gue. Malu banget, baru kali ini ada yang berani bilang gue jelek di depan gue langsung. Ini sih antara gue yang beneran jelek atau emang dianya aja yang blak-blakan dan berani ngomong langsung bahkan di depan orang baru.
Pikiran gue begitu, kecuali kalau Jaemin bohongin gue.
"Kenalin, ini Jane," kata Jaemin menepuk bahu gue pelan, lalu menunjuk temannya, "dan ini Felix."
Bocah bermata sipit di sebelah Jaemin itu menyengir sampai deretan gigi putihnya yang rapi muncul. Gue ngga bohong, dia cakep dan bersih. Tadinya, gue pikir dia rombongan anak Jaksel yang kalau ngomong campur aduk kaya gado-gado depan kampus pakai which is-which is. Eh, ternyata ngalam beneran nih orang.
"Ngomongnya pakai bahasa Indonesia aja, Lix, dia ngga ngerti bahasa Jawa," jelas Jaemin, "tapi jangan kaku-kaku banget. Ntar yang ada malah Jane ngetawain lo ngga kelar-kelar."
Felix tersenyum, memasukkan kedua tangan ke saku depan celananya. "Anak hukum juga?" Dia lalu bertanya ke gue dengan bahasa yang jauh lebih masuk akal dan bisa gue pahami daripada ucapannya sebelumnya.
Gue menggeleng cepat. "Anak ekonomi. Lo?"
"Wah, otak-otak rumpun IPS banget ya, kita bertiga," serunya, "gue anak mene." Dan Felix memakai istilah mene yang artinya manajemen. "Kenapa ambil ekonomi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scriptsweet ✔
Fanfiction[TERBIT DI PENERBIT NARATAMA - SEBAGIAN CERITA DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] [eduseries] Seandainya Jane memutuskan untuk menunda skripsi sampai tahun depan demi menghindari Doyoung, ceritanya mungkin tidak akan mengalir seperti ini. Start...