tiga puluh

33.1K 4.4K 3K
                                    

"Listen to the sound in you closely."

NCT 127, Dreams Come True

Gue mendadak lupa mau ngapain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue mendadak lupa mau ngapain.

"Doyoung, Jane, sarapan dulu!" teriak mbah Uti dari luar kamar.

Mendengar panggilan lembutnya, gue dan kak Doyoung saling tatap sebentar. Kak Doyoung sedikit menyentakkan dagunya, memberi kode biar gue dan dia segera keluar dari kamar. Detik berikutnya, laki-laki yang masih bersarang di atas tempat tidur itu pun cepat-cepat beringsut dan berlari ke luar kamar. Sementara kak Doyoung menghilang di balik pintu, gue menyusul setelah melempar obat aneh—yang gue temukan di kolong tempat tidur—ke atas tempat tidur.

Merinding gue lihatnya.

Setibanya gue di ruang makan, semuanya udah benar-benar beres. Meja makan yang dilingkupi mbah Akung, mbah Uti, dan kak Doyoung penuh dengan berbagai masakan rumahan. Ada sayur kuah banjir, beberapa jenis masakan yang ditumis, lauk, sambal, bahkan kerupuk di atas meja makan. Pemandangan di meja makan bikin gue ingat waktu pertemuan antara keluarga gue dan kak Doyoung sebelum pernikahan.

Mirip lamaran, tapi gue yakin beribu-ribu persen kalau itu bukan lamaran. Cuma sebatas perkenalan lebih jauh. Bahkan bukan mereka yang kenalan—karena mereka udah saling kenal, tapi justru gue dengan kak Doyoung. Makanya, gue enggak pernah menyebut acara itu sebagai prosesi lamaran.

"Barang-barangnya udah disimpan di kamar semua?" tanya mbah Akung sementara gue mulai mendudukkan diri di kursi yang kosong di sebelah kak Doyoung. "Kalau belum, nanti biar mas Tama aja yang bantuin masukin ke kamar."

"Udah, Mbah." Kak Doyoung menjawab lebih dulu daripada gue. "Tadi udah Idoy taruh di kamar. Lagian juga cuma bawa satu koper sama tas doang, Mbah. Nggak banyak."

Mbah Akung mengangguk, tapi gue justru mengernyit menatap kak Doyoung.

Mungkin karena merasa diperhatikan, kak Doyoung perlahan menengok ke arah gue. Dia mendapati gue yang masih melemparinya dengan tatapan bingung. "Kenapa, Jane?"

"Idoy?" tanya gue heran, sebab ini pertama kalinya dalam sejarah, gue mendengar kak Doyoung menyebut nama Idoy. "Panggilan sayang?"

Kekeh pelan menjadi respon atas pertanyaan polos gue. "Iya, nama panggilan sayang dari keluarga besar Mama."

Mbah Akung menambahkan, "Soalnya, Doyoung punya banyak adik sepupu. Waktu kecil, adik sepupu Doyoung kesusahan manggil dia pakai nama asli. Makanya, biar gampang, dijadiin Doy aja. Eh, lama-lama muncul imbuhan di depan. Jadinya, dia dipanggil Idoy."

"Lucu." Gue tersenyum lebar.

"Kalau, Jane," kata mbah Uti sambil menaruh nasi ke piring mbah Akung dengan centong di tangannya, "punya panggilan sayang nggak?"

"Jane nggak punya, Mbah. Nama Jane kan udah gampang banget disebut." Mbah Uti gantian mengambil piring gue buat mengambilkan gue nasi. "Emang cuma Jae-In aja, tapi temen-temen Jane di sekolah sama di kampus lebih suka manggil Jen aja gitu, Mbah. Katanya, biar makin gampang."

[2] Scriptsweet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang