"Welcome to my playground." — NCT 127, Welcome to My Playground
Hujan dini hari ternyata cukup menyita perhatian gue setelah berjam-jam berkutat dengan tugas dan jawaban kuis mahasiswa. Kepala gue terangkat sekadar menatap butiran air hujan yang membasahi jendela dekat ruang keluarga. Sejenak meninggalkan berbagai pekerjaan yang berserakan di atas meja, gue beralih dan merebahkan diri gue ke atas sofa.
Dalam senyap, samar-samar gue mendengar percakapan yang mengalir lewat speaker televisi di seberang sofa. Kantuk rasanya mulai menyerang sementara seonggok tugas di atas meja masih belum gue selesaikan sampai tuntas. Itu mungkin baru delapan puluh persen, tapi gue rasa enggak masalah kalau gue tinggal tidur sebentar. Dan kalaupun gue kebablasan sampai pagi, gue masih punya waktu seharian buat menyelesaikan semua pekerjaan gue.
Belum genap kesadaran gue lenyap ditelan kantuk, sayup-sayup gue mendengar derap langkah mendekat ke arah gue. Enggan memindahkan lengan dari atas jidat, gue pun cuma bisa membuka mata sedikit, lalu melirik ke arah datangnya suara. Sesuai dugaan gue—karena ya, siapa lagi orang di rumah ini selain gue kalau bukan dia, Jane melangkah mendekat ke meja. Dia mengambil remote televisi dan mematikan televisi yang belum sempat gue matikan.
Gue cukup kaget waktu dia memutar badannya menghadap gue, mendekat, dan tiba-tiba... berbaring tepat di sebelah gue. Entah apa yang ada di pikirannya, tapi menurut gue ini sedikit aneh. Sofa yang gue tiduri enggak selebar itu buat dipakai berdua kayak begini meskipun badan gue dan Jane cukup kecil. Pertanyaan yang muncul dalam benak gue adalah: kenapa Jane malah menempel ke gue di atas sofa daripada balik lagi ke kamar dan tidur nyaman di atas tempat tidur?
Karena Jane membenamkan kepalanya di dada gue, gue bisa membuka mata dengan leluasa dan memerhatikan tingkahnya yang aneh ini. Sedikit menggeser badannya mendekat ke gue, dia melingkarkan lengannya ke pinggang gue. Enggak cuma itu, dia juga mengeratkan pelukannya, tapi masih menyisakan beberapa senti jarak di antara gue dan dia. Tapi satu hal yang bikin gue sedikit kaget adalah di sela bunyi rintik hujan, dia tiba-tiba berbisik ke gue dengan suara paraunya, "Sleep well," yang bikin gue membeku selama beberapa detik.
Persetan dengan dugaan-dugaan konyol tentang tingkahnya malam ini, gue memilih buat membalas pelukannya dan menarik Jane semakin dekat dengan gue, bahkan sampai jarak di antara gue dan dia benar-benar musnah. Meletakkan dagu di atas kepalanya, gue mengusap-usap punggungnya dengan lembut. Sambil mencoba memejamkan mata lagi, gue bilang, "I will, Sweetie."
Jane sedikit tersentak, tapi gue menahan tubuhnya biar dia enggak menatap gue. Dia pasti bingung kenapa tiba-tiba gue bilang itu barusan karena... gue sendiri juga bingung kenapa kalimat semacam itu bisa meluncur dari mulut gue sendiri. Mungkin karena gue lagi ngantuk aja, jadi omongan gue ngelantur ke mana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scriptsweet ✔
Fanfiction[TERBIT DI PENERBIT NARATAMA - SEBAGIAN CERITA DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] [eduseries] Seandainya Jane memutuskan untuk menunda skripsi sampai tahun depan demi menghindari Doyoung, ceritanya mungkin tidak akan mengalir seperti ini. Start...