birthdate

8K 941 394
                                    

disclaimer: ini scriptsweet in another universe, jadi ngga ada hubungannya sama alur cerita sebelumnya (soalnya pengin post ini tapi bingung mau di mana), so

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

disclaimer: ini scriptsweet in another universe, jadi ngga ada hubungannya sama alur cerita sebelumnya (soalnya pengin post ini tapi bingung mau di mana), so... happy reading!

(aku ngga menjamin chapter ini stand by di sini selamanya ya. bacalah selagi masih ada)

 bacalah selagi masih ada)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*

Nggak ada kabar yang lebih membahagiakan bagi seorang mahasiswa tingkat akhir yang lagi puyeng skripsian selain pencerahan dari dosen pembimbing. Gimana, ya, soalnya percuma gue ngebut ngerjain bab satu sampai lima kalau dosen pembimbing gue aja belum memberi persetujuan atau penolakan soal garapan gue. Kalau di-approve sih gue aman, tapi kalau ditolak? Bisa-bisa gue nyebur ke empang belakang rumah Pak RT, mau jadi ikan aja biar nggak stres ngadepin dosen pembimbing yang kayak kambing.

Kadang gue berharap punya dosen pembimbing muda, baik hati, dan yang jelas berpenampilan menarik—udah kayak kualifikasi lamaran kerja aja. Tapi itu nggak menjamin gue bakal lancar ngerjain skripsi. Kenapa? Karena kakak tingkat gue—sebut aja Mawar—sempat terancam mengulang karena bermasalah sama dosen pembimbingnya. Kalau kata Mawar, nggak ada enak-enaknya punya dosen pembimbing muda. Karena mereka masih seumuran, ego mereka masih sama-sama tinggi. Makanya, daripada bimbingan, si Mawar ini lebih sering debat sama dosen pembimbingnya.

Dosen pembimbingnya nggak terima tiap kali Mawar mengusulkan pendapat. Buntutnya, tuh orang merasa sering diremehkan, dan Mawar dikasih nilai yang amat sangat jelek.

Lah? Kok dosennya gitu amat???

Namanya juga manusia, pasti beragam. Dulu, mungkin gue merasa manusia itu hidup dengan karakter normatif, di mana mereka bertindak dan berpikir sebagaimana seharusnya. Ibaratnya, udah ada template reaksi buat kondisi yang ada muka bumi ini. Tapi gue sadar, bukan begitu cara dunia bekerja. Definisi baik buruk tiap orang beda-beda. Apa yang kelihatannya baik buat gue belum tentu baik buat orang lain. Begitu juga sebaliknya. Apa yang kelihatannya buruk buat gue, belum tentu buruk bagi orang lain.

Beda pendapat itu wajar, tinggal cara penyampaiannya aja yang disesuaikan. Makanya, harus pintar-pintar memahami karakteristik lawan buat bisa menaklukkannya.

[2] Scriptsweet ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang