"If you look back in the dark, I need something more in my daily routine." - NCT 127, Welcome to My Playground
Jane ikhlas, yaa Allah, Jane ikhlas...
Kalimat itu terus berputar-putar di kepala dan benak gue selama papa dan kak Doyoung melaksanakan proses ijab kabul.
Gue jadikan kalimat itu sebagai sugesti supaya gue ngga menganggap ini semua sebagai beban dan semakin membuat gue tertekan. Seenggaknya, cukup buat meyakinkan gue kalau keputusan gue menikah dengan kak Doyoung ini gue dasari dengan keikhlasan yang benar-benar muncul dari dalam diri gue sendiri.
"Bagaimana, saksi? Sah?" tanya penghulu di sebelah papa ke sekumpulan orang yang melingkari gue dan kak Doyoung.
Ralat, bukannya bertanya, tapi penghulu di depan gue ini lebih terkesan memaksa saksi buat menyebut kata sah sebagai penutup ijab kabul ini. Kabar baiknya-atau mungkin buruknya-semua saksi menurut dan mengucapkan kata sah dengan lantang.
"SAH!"
"Alhamdulillah."
Jantung gue rasanya lepas dari tempatnya, terjun sampai ke rongga perut, atau bahkan jauh lebih dalam lagi. Aliran darah gue berdesir sedikit lebih lambat dibandingkan awal gue duduk di depan meja kecil ini. Efeknya adalah badan gue jadi lemas dan ngga bertenaga setelah selesai menyaksikan akad nikah gue sendiri.
"Alhamdulillah, saudara Doyoung dan saudari Jane resmi menjadi suami istri." Penghulu yang umurnya gue tebak sekitar lima puluhan itu menyengir lebar menatap gue dan bikin gue makin bete.
Butuh waktu buat menerima kenyataan bahwa saat ini juga gue udah resmi jadi istrinya kak Doyoung, dan laki-laki di sebelah gue ini resmi jadi suami gue. Singkatnya, sekarang kami adalah pasangan suami istri yang sah di mata hukum dan agama.
Berawal dari kecelakaan malam bimbingan gue di rumah kak Doyoung, disusul paksaan orangtua gue dan kak Doyoung, akhirnya jadilah kenyataan semenyedihkan ini.
Gue menengok ke sebelah gue, ada mama yang tersenyum menatap gue. Tapi detik berikutnya, air matanya jatuh dari sudut-sudut matanya yang basah. Dia menyeka jejak air mata di pipinya, lalu mengusap wajahnya perlahan.
Lucu. Mama yang bersikeras maksa gue buat menikah sama kak Doyoung seolah dia benar-benar ngga pengen liat muka gue di rumah lagi, sekarang justru dia satu-satunya orang yang menangis setelah gue resmi lepas dari tanggung jawabnya.
"Jane!" lirih kak Johnny yang duduk di sebelah mama persis. "Cium tangan!"
What the fun! Kenapa harus ada acara cium tangan segala sih. Emangnya gue anak TK yang pamit ke orangtua pas mau berangkat sekolah gitu?
Gue menautkan kedua alis gue ke tengah, sedikit menggeleng, mengajukan reaksi ngga setuju dengan perintah kak Johnny.
"Cium tangan!" katanya sekali lagi dengan suara yang jauh lebih keras, dan membuat gue makin jengkel karena harus mencium tangan kak Doyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Scriptsweet ✔
Fanfiction[TERBIT DI PENERBIT NARATAMA - SEBAGIAN CERITA DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] [eduseries] Seandainya Jane memutuskan untuk menunda skripsi sampai tahun depan demi menghindari Doyoung, ceritanya mungkin tidak akan mengalir seperti ini. Start...