Monster Es dia bilang? Perasaan, aku nggak pernah ngasih julukan ke orang lain 'Monster Es', bahkan menurutku itu nama yang paling nggak logis banget. Mana ada monster es sungguhan di dunia ini.
Lalu, Jino dengan entengnya mengatakan bahwa dia bukan manusia. Cih! Sumpah, aku nggak ngerti! Ah, harusnya tadi aku nggak usah mendengarkan omong kosongnya supaya nggak sampe kepikiran begini!
Ngomong-ngomong, menurutku Jino memang bukan manusia. Dia adalah jelmaan dari Lelaki Sialan versi lebih mudanya!
"FIA ALLYSHA PISCES!"
Aku benar-benar tersentak kaget.
Mampus!
Ini sedang membahas beberapa materi yang akan disampaikan nanti, dan aku dengan berandalnya justru melamunkan halnya KURANG KERJAAN! Ya, ini semua gara-gara Jino! Aku akan memberinya pelajaran setelah ini.
"I-iya, Pak?" cicitku.
"Jawab pertanyaan di depan!"
Nah lo!
Aku pun menatap ke papan tulis. Pertanyaannya ternyata berupa listrik statis. HAHAHA! BAPAK PIKIR AKU BISA MENGERJAKANNYA, APA?! Aku paling membenci listrik di pelajaran IPA. Jadi aku mana tau rumusnya apaan.
Sekalinya aku benci dengan sebuah mata pelajaran, males banget aku menghadapi pertanyaannya. Kenapa? Karena pertanyaan begitu akan membuatku semakin muak dan benci sama pelajarannya.
"Ayo cepat, Fia!" titah Sang Guru.
Uh!
Aku melangkah dengan gontai menuju ke depan. Aduh, bagaimana ini? Aku tidak tahu rumusnya. Ish! Seharusnya Bapak ini jangan ngasih pertanyaan tentang listrik ke aku.
Langkahku pun semakin dekat dengan papan tulis. Guru yang bernama Pak Renan itu pun memberikan spidolnya padaku. Aku dengan tangan yang gemetaran terpaksa menerimanya.
Aduh, bagaimana ini?
Semuanya salah Jino!
Awas saja dia!
Aku melirik tajam pada Jino. Sedangkan yang dilirik hanya menatap santai padaku. Ish, menyebalkan!
Kemudian aku membuka spidolnya dan bersiap untuk menulis sesuatu di papan tulis. Tapi ... aku mau menulis apa? Ayolah, kumohon siapa saja, tolong aku!
"Rumusnya adalah F sama denga—"
"Hah?" ucapku sambil menoleh ke belakang.
Hei, suara siapa itu? Rasanya seperti dari ... telingaku?
Eh?
"Ada apa, Fia? Kenapa terkejut begitu?" tanya Pak Renan.
Hahaha, sepertinya aku sudah gila. Jelas-jelas di belakangku tidak ada siapa-siapa, kecuali teman-temanku yang sedang duduk dan jaraknya tidak terlalu jauh dariku. Intinya, dalam jarak segitu, mereka tidak mungkin berbisik padaku.
Aku pun langsung menggeleng pelan.
"Tidak apa-apa, Pak."
"Baiklah, bisa dilanjutkan?" tanya Pak Renan.
Aku mengangguk pelan lalu berbalik dan kembali berhadapan dengan papan tulis. Tapi ... tadi aku sungguh mendengar ada yang berbisik padaku. Apa ya katanya?
"Rumusnya F sama dengan," begitukah?
Apa mungkin si pembisik itu mencoba memberi tahuku rumusnya?
"Iya. Jadi, kau tenanglah. Dengarkan aku baik-baik. Aku akan memberi tahumu rumusnya."
Baiklah, karena aku masih sayang dengan nyawaku, lebih baik aku menurutinya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
New World [REVISI]
FantasySequel Ventiones Academy **** Sebenarnya tidak ada yang aneh di hidupku. Hidupku berjalan seperti remaja usia empat belas tahun pada umumnya. Tetapi, seketika semuanya berubah. Iya, berubah. Tidak, bukan berubah dunianya yang berubah. Tapi, aku sel...