Sekarang, aku sendirian. Bule Kesasar itu memintaku untuk menunggunya sebentar. Aku juga tidak mau tau apa yang dilakukannya kali ini. Aku hanya berharap dia tak memasang jebakan apa pun ketika aku keluar dari tempat ini.
Seperti yang tadi dikatakan oleh Bule Kesasar itu yang ingin menyombongkan banyak hal padaku tentang tempat ini. Sekarang, dia menepati ucapannya itu.
Sedari tadi yang dilakukannya hanyalah menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil berbicara dengan nada sombongnya itu. "Itulah keunggulan planet kami", "Hebat, kan?", "Bodohnya kau tidak tahu itu", "Planet siapa dulu, dong?"
Cih! Emang dia pikir yang membuat semua ini dia, apa?! Sombong sekali. Tuh, kan. Sekarang tuh anak bener-bener jahat, dah. Ke mana sih dia? Kok nggak muncul-muncul?!
Aku duduk diam menatap lurus taman di depan. Di bawahnya terdapat air sungai yang mengalir. Sekitar dua puluh meter dari samping kananku terdapat jembatan untuk menyeberangi sungai itu menuju ke taman yang ada di depanku.
Satu hal perlu kalian tahu. Taman kali ini nyata. Tidak seperti yang kulihat di dalam tadi. Airnya juga kali ini sungguhan air. Serangga di sini juga nyata, seperti kupu-kupu, kumbang, dan serangga yang berterbangan lainnya.
"Apakah kamu yang bernama Fia?"
Aku terlonjak kaget lalu menoleh ke samping. Kulihat seorang wanita— ah tidak, bukan wanita. Lebih mirip seperti seorang gadis kecil yang sedang tersenyum manis padaku.
Ah, sepertinya aku tidak heran kenapa wajah Senior, Bule Kesasar, dan Lady Aquamarine tampak menggemaskan seperti itu. Karena gadis di sampingku juga tampak menggemaskan. Sepertinya di planet ini tempat para makhluk-makhluk berwajah menggemaskan berada.
Jika aku dibandingkan dengan mereka, aku ini bagaikan pohon kering yang berada di tengah-tengah taman yang indah. Begitulah gambaranku.
"Boleh aku duduk sini?"
Oh lihatlah matanya yang berbinar itu. Terlihat seperti seorang gadis kecil yang sedang memohon agar permintaannya dikabulkan. Aku mengangguk pelan-pelan.
Dia pun akhirnya duduk di sampingku. Beberapa saat, kami sama-sama terdiam. Aku sendiri tidak tahu ingin bicara apa dengannya. Aku bukan termasuk orang yang ramah pada semua orang. Lagian Bule Kesasar itu ke mana, sih? Bikin orang kesal aja.
"Kamu ... kenal sama Torty?"
Aku benar-benar menoleh sempurna ke sampingku. Mataku melotot lebar menatap gadis di sampingku ini. "Hah?" Sebentar, untuk apa dia menanyakan Bule Kesasar itu padaku?
"Kamu kenal sama Torty?" ulangnya.
"Hng ... kenallah. Kalo enggak, nggak mungkin aku rela nunggu lama-lama di sini," jawabku. "Eum ... emangnya kenapa?" tanyaku.
Dia menunduk dalam-dalam. "Kalau aku bilang, 'tolong jauhi Torty' kamu akan melakukannya, tidak?"
Ha?
Dia ini kenapa sih? Kok tiba-tiba minta aku buat ngejauhin Bule Kesasar gitu? Heh, biarku perjelas ya di sini. Sebenarnya, bukan aku yang mendekati Bule Kesasar itu. Dia yang lebih dulu mendekatiku karena aku terjebak di neraka yang seperti surga begini.
"Pia-pia! Lihat ini, aku membawa makanan yang sangat lezat khas planet— ... kami." Bule Kesasar langsung terdiam ketika sudah berada di hadapanku. "Flory? Kamu ngapain di sini?"
Gadis kecil bernama Flory itu langsung berdiri menegak terkejut. Itu membuatku ikutan berdiri juga. Entah kenapa tubuhnya jadi terlihat seperti tersentak dan kaku. Dia juga tampak seperti orang yang ketangkap basah karena mencuri emas di toko perhiasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
New World [REVISI]
FantasíaSequel Ventiones Academy **** Sebenarnya tidak ada yang aneh di hidupku. Hidupku berjalan seperti remaja usia empat belas tahun pada umumnya. Tetapi, seketika semuanya berubah. Iya, berubah. Tidak, bukan berubah dunianya yang berubah. Tapi, aku sel...