"Jadi ... namamu Fia, kan?"
Aku mengangguk kaku. Canggung sekali kelihatannya. Aku duduk setenang mungkin dan sealim mungkin hanya demi terlihat sopan di hadapan Lady Aquamarine.
"Kalau tidak salah, kau ini Courty Senior kan?"
Percayalah, saat ini aku sangat ingin tertawa sekeras mungkin. Aku melihat wajah Senior yang kaku parah dengan mengangguk begitu. Kelihatannya seperti robot yang dipaksa untuk mengangguk.
"Maaf ya Fia aku harus menarikmu dengan paksa menuju kemari. Karena keadaan di sini semakin tak terkendali," ucap Lady Aquamarine sambil menatapku.
Sedangkan aku menunduk dalam-dalam. Entahlah, rasanya aku tidak bisa marah pada Lady ini. Amarahku seolah tertahan setelah melihat wajah imutnya itu.
Bayangkan saja, orang waras mana yang rela memarahi orang berwajah seperti anak kecil yang polos begitu?
"Jangan marah pada Ellina. Dia juga tak tahu apa pun," lanjutnya.
Aku hanya diam. Merasa kecewa sekali. Mereka seenaknya saja menarikku kemari tanpa menanyakan 'apakah aku mau kemari?' 'apakah aku bersedia kemari?' atau kalimat lainnya untuk membujukku.
Tapi percuma juga, sih. Dibujuk apa pun juga aku nggak akan mau kemari. Ah, entah kenapa aku jadi merindukan kelasku. Kira-kira, Folandio apa kabar ya? Apakah dia masih gila seperti terakhir kali aku melihatnya?
Elma, apa kabar dia? Aku jadi penasaran bagaimana keadaan Elma ketika sedang berduaan dengan Folandio? Aku tahu Folandio bukan cowok yang suka menggoda cewek. Dia lebih cenderung suka menghibur seseorang daripada menggodanya. Jadi, hubungan mereka pasti menyenangkan.
Ketika sedang asyik memikirkan teman kelasku, tiba-tiba si Bule Kesasar ini langsung menyikutku. Ya, aku duduk tepat di samping Bule Kesasar ini. Sedangkan Senior duduk sendirian sambil berhadapan dengan Lady Aquamarine.
"Tidak sopan mendiamkan orang yang sedang bicara di sampingmu," bisiknya sambil mengomeliku.
Aku langsung menoleh ke samping kananku. Lady Aquamarine tersenyum sangat manis padaku. Efeknya membuatku menjadi tenang sekarang.
"Maaf." Hanya itu yang bisa kuucapkan padanya. Selanjutnya, aku hanya menatap ke depan dengan kosong. Menatap ilusi pohon yang sangat besar di depanku.
"Aku mengerti, Fia. Tapi ... ini memang sudah tugasmu," lirihnya di kalimat terakhir.
Aku tersenyum miring mendengarnya. Apa tadi katanya? Tugas? Dengar, aku ini hanyalah manusia yang menginginkan kebebasan dan tidak bisa diatur. Jadi, untuk apa mereka mengandalkanku?
Aku menunduk dalam-dalam. Memejamkan mataku kuat-kuat. Mencoba untuk menahan apa pun itu yang sekali lagi memberontak ingin keluar. Aku tidak tahu apa ini.
"Fia ... aku tahu kau pasti akan sulit menerimanya. Tapi ... cobalah mengerti pelan-pelan. Ini takdirmu, ini tugasmu ...."
Selanjutnya aku tidak mendengar apa pun. Aku juga tak mau mendengar apa pun. Aku tak peduli apa pun. Bodoamat mereka mau marah atau semacamnya. Intinya, aku tak mau melakukan apa yang mereka mau.
Sekali lagi, aku memejamkan mataku kuat-kuat. Mencoba menetapkan diri untuk tak memberontak marah saat ini juga.
"Bisakah aku sendiri dulu?" tanyaku yang mungkin memotong ucapannya. Aku tahu ini memang nggak sopan. Tapi mau bagaimana lagi?
Kali ini, Lady Aquamarine yang terdiam. Aku dapat merasakan dua orang di sampingku yang melototiku dengan aura menahan kesal. Si Bule Kesasar itu langsung menyentuh pergelangan tanganku dan menggenggamnya dengan kuat. Seolah menahan rasa kesalnya padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
New World [REVISI]
FantasySequel Ventiones Academy **** Sebenarnya tidak ada yang aneh di hidupku. Hidupku berjalan seperti remaja usia empat belas tahun pada umumnya. Tetapi, seketika semuanya berubah. Iya, berubah. Tidak, bukan berubah dunianya yang berubah. Tapi, aku sel...