13. Perpustakaan

2.8K 246 4
                                    

"Kak, Mamah mana?"

"Hah? Ya udah berangkatlah. Mamah sama Papah kan bilang hari ini ada meeting,  jadi mereka berangkat pagi."

Oh iya.

"Kenapa? Mau dianterin Papah, lo?"

Aku menggeleng sebagai jawaban. "Enggak. Cuma nanya doang."

"Gue duluan ya, Kak," lanjutku, "nih kunci mobil gue kalo mau lo pake." Aku memberikan kunci mobilku lalu berjalan pergi meninggalkannya.

Entah kenapa, hari ini rasanya aku males sekali untuk berangkat naik mobil sendiri. Lebih baik naik angkutan umum dan menghemat polusi juga. Benar, kan?

Sebenarnya, malu juga sih naik angkutan umum sambil menenteng sapu begini. Tapi ya mau gimana lagi? Udah terlanjur dibawa. Mau minta tolong Kakak Laknatku bawain, eh akunya udah masuk ke angkutan umum duluan.

Jadi ya sudahlah. Biarkan aku yang menanggung malu ini sendirian.

Ketika aku sampai kelas, mereka semua juga membawa alat kebersihan dari rumah masing-masing. Sejauh yang kulihat sekarang, kayaknya nggak ada yang nggak membawa alat kebersihan.

"Fia, gue tadi liat lo abis turun dari angkot," sapa Ceresya ketika aku berada di ambang pintu, "lo beneran nggak malu bawa sapu gini ke angkot?" tanyanya.

Aku menautkan alisku. Malu sih sebenernya. Tapi ya mau bagaimana lagi? Aku lagi nggak mood  banget naik mobil. Jadi ya mau nggak mau naik angkot.

Sebenarnya aku bisa saja naik ojek di pengkolan depan komplek. Tapi gimana, ya. Aku punya trauma sendiri pas naik ojek saat SMP dulu. Jadi ya nggak mau naik ojek lagi.

"Orang waras mana coba yang nggak malu, heh?" jawabku sambil memutar bola mataku dengan malas, "tapi ya mau gimana lagi? Mobil gue dipake sama kakak."

"Lo punya kak—"

"Ekhem ...."

Eh?

Ada Pak Al. Aku buru-buru langsung berlari kecil menuju mejaku dan duduk manis di sana. Apa ini sudah masuk? Kok cepat sekali? Perasaan tadi baru jam setengah tujuh, deh di angkot.

Oh iya, kan rumahku jauh. Pantas saja udah masuk. Untung nggak terlambat, deh.

"Baiklah sekarang waktunya bersih-bersih, ya. Bapak mau kelas kita akan menjadi kelas terbersih dalam lomba kebersihan antar kelas di tujuh belas Agustus nanti.

"Siap, Pak!"

"Okeh, Pak!"

"Sip, pak!"

"Asiaap!"

"Baiklah, sekarang silakan dimulai bersih-bersihnya."

Yang lain langsung beranjak dari kursi dan bersih-bersih dengan alatnya masing-masing. Ada juga yang saling meminjam satu sama lain.

****

"Yang LD mah ada aja gitu. Mentang-mentang di kelas elit, jadinya nggak mau main sama kita-kita," sindir Indah yang berada di ambang pintu kelasku beserta Luku dan Teman Musuhku.

"Apaan sih," elakku.

"Yaelah, canda Fia," goda Lulu.

"Eh, ke kantin, yuk. Lo udah lama nggak ke kantin sama golongan kita." Teman Musuhku langsung merangkul bahuku.

"Yaelah, baru sehari dua hari doang dikatain udah lama," cibirku.

Ya, Lulu, Indah, dan Teman Musuhku itu memang sekelas di kelas IPA 3. Kelas mereka juga terhitung cukup jauh dari kelasku yang posisinya bersebelahan dengan kelas sebelas.

New World [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang