Episode 12 - Terima Kasih

769 119 41
                                    

_BITSORI_
Thuesday, 14/11/2019

Hubungan pertemanan Heejin, Nakyung, Jeno dan Jaemin berlangsung dengan baik. Mereka sudah dapat saling mengenal. Meski terkadang pertengkaran kecil dan guyonan Jaemin terlalu berlebihan bagi Nakyung maupun Jeno yang bersiteru. Perpustakaan yang harusnya menjadi tempat tersunyi bagi para pelajar, mendadak bising.

“Dia itu bodoh atau apa, memilah kategori buku saja tidak becus!” keluh serta sungut Nakyung dengan tangan penuh buku, tertumpuk hingga lima lebih buku tebal.

“Dia…” kata Jeno antara yakin dan tidak yakin dengan siapa yang dimaksud ‘dia’ oleh Nakyung.

“Na Jaemin si tukang pamer,” sahut Nakyung selagi semua buku diambil Jeno, menaruhnya ke rak masing-masing.

Jaemin berdesis mendengar gerutuan Nakyung, posisi mereka yang terhalang dua rak buku, tak mampu meredam suara pelan apa lagi keras. Alhasil, banyak orang menegur, menyuruh Nakyung untuk jangan berisik di dalam perpustakaan kecuali ingin dikeluarkan. Bahkan si Ketua Osis yang merupakan penghuni setia perpustakaan ikut memberi peringatan.

“Nakyung kecilkan suaramu,” bisik Jeno seraya menjulurkan kepala melewati Nakyung yang terdiam mendapat perlakuan tiba-tiba, dimana Jeno tengah menyimpan buku tepat di bagian rak, di belakangnya.

***

Entah bagaimana mulanya, tapi yang jelas Nancy ditemani kedua wanita lain mulai mengusili Heejin. Menjalani hukuman setengah hati, Nancy malah sibuk mengacak buku yang baru ditata Heejin, memperhatikan pekerjaan Heejin dengan Jaemin yang mengikutinya.

Sungguh pemandangan langka, disatu tahun terakhir Heejin bisa tertawa lepas. Ada kasihan dan ada kedengkian tak berdasar. Nancy selalu ingin berteman baik dengan Heejin dan Nakyung, namun menurutnya itu tidak mudah dilakukan, selalu saja tersingkir dari keakraban yang sudah terjalin lama antara Heejin dan Nakyung.

“Pegang tangganya dengan benar,” bentak Nancy, kedua temannya agak mendongkol tetapi tetap menuruti.

Nancy merapihkan rak bagiannya. Menyimpan buku ke bagian paling atas sembari menggerutu orang yang telah membaca buku filosofi bunga tersebut.

“Mereka lagi,” desah Nancy, melihat di balik rak Heejin dibantu Jaemin menata kembali buku dengan keheranan.

“Bukankah tadi kita sudah merapihkan sebelah sini?” Jaemin menggaruk alis yang tak gatal.

BUKK~ suara bedebam keras mengagetkan Heejin dan Jaemin. Sontak mereka menoleh ke sumber suara, mendapati buku bersampul bunga tulip tergeletak. Jaemin menimbang-nimbang kemungkinan buku bisa terjatuh oleh angin, ia bergidik sendiri menyadari perpustakaan yang kini mulai sepi.

Heejin mengambil buku, membaca judulnya dan kemudian mencari kumpulan buku lain yang serupa. Tepat saat itu lebih dari lima buku jatuh berhamburan. Jaemin melesat menempatkan dirinya di atas tubuh bungkuk Heejin, menjadi tameng dari hantaman buku yang cukup menyakitkan.

“Auh, punggungku.” Jaemin mengaduh setelah buku-buku tebal itu teronggok di atas lantai.

Suara cekikikan terdengar sangat mengganggu. Jaemin baru mengetahui ada orang yang sengaja menjahili Heejin, dan ia tahu pelakunya adalah Nancy.

“Akan aku balas dia…”

“Jangan, tetaplah di dekatku,” tukas Heejin lalu ia tersenyum.

Semua kekesalan Jaemin seketika luntur. “Kalau kau memintaku seperti itu, aku bisa apa!” katanya tersipu malu.

“Kalau kau jauh dariku, maka aku tidak bisa membagi kesialanku denganmu,” terang Heejin kembali sibuk menata buku.

“Apa yang tadi itu termasuk berbagi kesialan?!” ujar Jaemin menaruh asal buku sehingga tidak sesuai kategori.

Rain SoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang