22| Pengkhianatan

4.6K 516 57
                                    

"Aku akan terlambat menjemputmu. Aku harus mempersiapkan dokumen untuk presentasi besok. Bisakah kau menunggu?"

So Hyun yang masih berdiri di depan kelasnya, mendongak ke arah langit yang diselimuti awan gelap. Rintik hujan sudah berjatuhan sejak satu jam yang lalu. Dengan ponsel yang masih menempel di telinga kanan, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Masih banyak siswa yang belum pulang karena tidak membawa payung, sama seperti dirinya.

"Jangan naik bus atau taksi. Tunggu aku saja. Lagi pula kau tidak membawa payung."

"Ajhu... Tae-Oppa akan menjemputku kapan?"

"Setengah jam lagi pekerjaanku selesai. Dan aku akan langsung ke sekolahmu. Jangan pulang sendiri."

"Ne."

"Ya sudah, aku lanjutkan dulu pekerjaanku. Jangan hujan-hujanan."

"Untuk apa aku hujan-hujanan? Aku kan bukan anak kecil."

"Kau memang masih kecil."

So Hyun mengerucutkan bibirnya. Tujuh belas tahun bukankah sudah bisa disebut remaja? Lantas mengapa Taehyung selalu menyebutnya anak kecil? Setelahnya, percakapan di antara mereka berakhir.

So Hyun menghela napas kesal. Andai saja dia membawa payung, dia lebih memilih naik bus atau taksi agar segera sampai di rumah dari pada harus menunggu setengah jam seperti sekarang.

Ia memutuskan untuk mengelilingi lingkungan sekolah dari pada harus mati karena bosan menunggu. So Hyun menuruni anak tangga menuju lantai dasar karena kelasnya berada di lantai tiga. Sepertinya menonton anggota club basket berlatih di lapangan indoor akan sangat ampuh untuk mengusir kebosanannya. Ah, atau dia ke perpustakaan saja untuk meminjam beberapa novel?

Pada akhirnya So Hyun lebih memilih meminjam buku di perpustakaan. Apalagi di jam-jam pulang sekolah seperti sekarang, ruangan dengan rak-rak besar berisi buku itu pasti sangat sepi dan memudahkan So Hyun untuk memilih buku sesuka hatinya.

Setibanya di perpustkaan, ternyata petugas yang menjaga tidak ada di tempatnya. Mungkin sedang ke ruangan guru atau bersiap pulang. Lagi pula pintu perpustakaan memang tidak pernah dikunci. Setiap siswa yang meminjam buku, bisa menulis sendiri namanya di buku absensi peminjaman yang ada di meja dekat pintu keluar.

So Hyun melangkah lebih masuk ke dalam perpustakaan. Jika saja tempat ini dijadikan sebagai latar film horor, pasti sangat cocok. Apalagi suasana sedang hujan. Jika saja So Hyun percaya adanya hantu, dia pasti sudah lari sejak tadi. Sayangnya ia bukanlah orang yang percaya bahwa hantu benar-benar ada dan menganggapnya sebagai takhayul belaka.

So Hyun menyusuri rak berisi novel-novel luar negeri seperti Jepang, China, Kanada bahkan beberapa novel dari Indonesia.

"Pria dingin seperti Ajhussi mana mungkin menyukai novel seperti ini? Pasti bacaannya yang berat-berat, tentang bisnis, ekonomi, hm..." So Hyun tampak berpikir. "Apa salahnya aku memintanya membaca novel yang romantis?"

Tangan So Hyun bergerak mengambil sebuah novel dengan sampul seorang laki-laki bertopi hitam, memakai masker mulut hitam dan juga pakaian serba hitam. Judul novel tersebut berwarna putih dan sedikit lebih tebal.

"Time to say goodbye?" gumam So Hyun. "Ah, pasti ending kisah ini sangat menyedihkan. Aku heran mengapa mereka sengaja menulis cerita sedih. Apa mereka bahagia saat melihat orang-orang menangis setelah membaca karyanya?"

So Hyun mengembalikan buku itu ke rak. Sama sekali tidak berminat untuk membacanya. Ia kembali mencari novel luar negeri yang mungkin bisa menemani waktu senggangnya di rumah meski hanya lima belas menit waktu kosong yang ia miliki setiap hari.

AHJUSSI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang