Prolog

826 35 7
                                    

Gadis itu melangkah dengan tenang melewati lapangan basket di Sky High School pagi itu.

Satu langkah lagi ia akan melewati gerbang-penghubung lapangan basket dengan tempat parkir-tapi jadi berhenti ketika ada yang berteriak dengan nyaring sekali.

“ASTAGAAA! APII!! ADA APII!!!”

Gadis itu reflek membalikkan tubuh, melihat dua gadis lain berdiri panik di dekat pintu gedung olahraga yang baru saja ia tinggalkan.

Salah satunya hampir menangis karena shock. Satunya lagi masih berteriak heboh.

Banyak orang berbondong-bondong mendekati area gedung olahraga di sudut lapangan basket yang mengepulkan asap tebal berwarna hitam.

Ada yang berlari membawa ember berisi air, ada juga yang menyiram dengan air mineral sisa minumnya ketika terburu ke lapangan basket.

Gadis itu melengos, melanjutkan langkah keluar area lapangan basket yang mulai di penuhi siswa, guru dan karyawan sekolah.

Sebenarnya ia agak panik, tapi sebisa mungkin terlihat biasa saja berjalan menuju gedung sebelah barat. Gedung berlantai dua yang letaknya di ujung sekolah.

Ia menoleh kanan kiri kemudian menghela napas lega saat tidak ada orang di sana selain dirinya.

Kaki jenjangnya menapaki tangga satu persatu menuju lantai dua. Pintu ruangan di lantai dua tertutup rapat. Tidak ada satu orang pun kecuali gadis itu di sana.

Ia semakin berjalan menuju tangga di ujung lantai dua.
Tepat di tangga teratas, tangannya memutar kenop pintu yang untungnya tidak di kunci.

Pintu terbuka lebar memperlihatkan area terbuka di rooftop sekolah pagi itu.

Gadis itu mendekat ke pembatas dinding setinggi dada dan menaruh kedua lengan di sana menyaksikan kerumunan orang-orang di depan gedung olahraga memadamkan api.

Tak lama kemudian terdengar suara sirine mobil damkar yang menyita perhatiannya. Manik mata hitamnya bisa melihat tiga buah mobil damkar masuk ke wilayah sekolahnya.

Dari atas sini terlihat jelas gedung olah raga yang dari dalamnya masih mengepulkan asap tebal. Kedua ujung bibir gadis itu tertarik ke atas menampilkan senyum simpul.

Tak ada yang bisa melihat senyum itu. Senyum penuh kepuasan.

Bagus, gue gak repot-repot buat keluar dari sekolah ini hari ini juga.

Key jadi berbalik, malas memandangi kerumunan menyebalkan itu. Ia jadi duduk di kursi dekat pembatas dinding dengan senyum yang semakin mengambang hampir berubah menjadi tawa mebyebalkan.

Good Bye Sky High School.


***


Gue benci hidup gue!!

Rutuk gadis itu dalam hati tanpa sadar memukul tembok di sampingnya dengan keras. Ia menggertakkan giginya dengan tangan yang terkepal kuat di tembok.

Ia jadi berdiri kemudian naik dan duduk di atas pembatas setinggi dadanya di rooftop sekolah.

Ia menatap ke bawah sebentar. Tidak. Tidak pernah terlintas untuk bunuh diri sekarang. Ia hanya melihat luasnya sekolah-dan beberapa orang yang masih membenahi sisa-sisa kebakaran pagi tadi-yang akan ia tinggalkan dalam-mungkin-beberapa menit lagi.

Tangannya kini meraih sebatang rokok dalam kantung seragam, tak menghiraukan sudah berapa batang rokok yang ia habiskan sejak tadi.

Bibirnya menyunggingkan senyum sinis. Terus terang dia tidak ingat sama sekali sudah berapa banyak sekolah yang ia masuki selama setahun lalu.

Semuanya tidak pernah bertahan hingga lebih dari satu minggu saja atau sepuluh hari paling lama.

Key sudah tidak peduli lagi dengan apapun semenjak Papa dan Mamanya bercerai satu tahun yang lalu.

Papa adalah orang yang sangat dekat dengannya, cinta pertama, kesayangannya, teman dekatnya. Papa lah yang mengerti dia, tapi Papa memutuskan bercerai dengan Mama tanpa memberitahu problematika sesungguhnya dan pergi ke luar negeri meninggalkan Key sendiri yang terjebak dengan sang Mama.

Dari dulu Key tidak pernah dekat dengan Mamanya.

Mama hanya mementingkan pekerjaan di kantor, hotel, client, meeting, itu sebabnya Key lebih dekat dengan sang Papa.

Dia lebih sering menghabiskan waktu dengan Papa baik untuk berbagi cerita, berbagi duka, meminta saran, menemaninya tidur, menemani jalan-jalan semuanya dengan Papa.

Ketika Papanya pergi, dunia Key benar-benar hancur. Dia mengurung diri di kamar. Ia menangis, membanting semua benda di dalam kamar dan memporak-porandakan kamarnya.

Bahkan ia tidak keluar kamar sekalipun dalam waktu sepuluh hari, tidak bicara juga tidak sekolah.

Mbak Tin lah yang setiap hari keluar masuk kamar Key untuk memberikan makanan dan minuman. Itu pun pernah tidak di jamah sama sekali oleh tangan Key.

Pernah sehari, Key tidak memakan apapun. Dia hanya duduk di samping ranjang, memandang dengan tatapan kosong. Wajahnya pucat dengan rambut acak-acakan serta mata yang bengkak.

Setelah sepuluh hari, dia baru keluar kamar. Tapi pribadinya berubah total.

Ia sekolah tapi sering bolos, mulai merokok, sering ke kelab malam, berbuat onar di sekolah hingga menjadi trouble maker.

Mama pernah memindahkan dia ke sekolah baru, tapi di pindah di sekolah manapun ia tak bertahan satu minggu.

Sebenarnya Key adalah anak yang berprestasi, dia ramah, berbakat, cerdas, sering membantu orang lain karena ajaran Papanya.

Tapi semenjak perceraian itu, dia berubah, teman-teman mulai menjauh darinya dan terakhir kali ia di keluarkan karena membolos selama dua bulan lamanya.

Mama mulai frustasi dengan kelakuan putrinya itu. Berbagai cara ia lakukan, mulai dari memindahkannya di sekolah lain tapi sama saja, anak itu malah tambah nakal.

Pihak sekolah juga menyerah. Setiap kali di hukum, Key semakin bandel, bahkan membentak guru yang membuatnya kesal.

Pernah suatu kali Mama membawa Key ke Psikiater tapi sang Psikiater juga menyerah, angkat tangan. Key tidak mau bicara sedikit pun, ia hanya memandang Psikiater dengan pandangan kosong.

Sama sekali tidak bereaksi.

Dan hari ini sepertinya Key akan berhasil keluar lagi dari sekolah barunya untuk kesekian kali setelah apa yang terjadi tadi pagi di sekolahnya.

*****

Selamat hari kamis buat kamu yang manisss...

Selamat datang, selamat membaca  😉

11.11 (Sebelas kembar) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang