six

1.5K 162 4
                                    

Seulgi hanya bisa duduk diam, menunggu Lisa dan juga teman-temannya. Ia takut keluar sendiri, tapi berada dalam ruang musik juga sangat membosankan. Rasanya ingin kembali ke gimnasium saja, begitu pikir Seulgi. Karena menurutnya lebih menyenangkan berada di tempat bersama-sama daripada harus sendiri. Ia sedikit menyesal karena tadi sempat ke toilet bersama Irene ketika di luar sedang terjadi masalah besar.

Tok, tok

Seulgi terkesiap, jantungnya hampir melompat keluar. Selama 30 menit lebih ia bersembunyi disini, tak terdengar suara apapun. Namun kali ini, ia mendengar ketukan yang cukup manusiawi. Keringat dingin mulai membasahi pelipis Seulgi, karena sebelum pergi. Lisa berpesan agar ia tak membukakan pintu untuk siapapun itu, bimbang tentunya.

Apalagi karena ruang musik tidak memiliki jendela yang mengarah ke lorong, hanya jendela yang menghadap ke belakang sekolah. Mengintip lewat sela pintu pun tidak berpengaruh, tapi bagian bawah pintu terlihat cukup untuk mengintip.

Seulgi memberi sedikit jarak, jika tiba-tiba ia melihat hal yang tak mengenakan di depan sana. Seperti, mata seseorang misalnya. Sudah dipastikan jantungnya akan keluar dari tempatnya disaat itu juga.

Tapi yang Seulgi dapati adalah sepasang sepatu, dan ia kenal siapa pemiliknya. Seulgi sempat merasa senang, sebelum tersadar jika bisa saja orang yang ia harapkan akan datang sudah bukan lagi manusia pada umumnya. Seulgi menggenggam erat gagang pintu, memutar kunci, dan saat ia tinggal menarik pintu tersebut. Tiba-tiba saja datang dorongan dari luar dengan kencang, untung saja Seulgi refleks mundur dari tempatnya.

"Irene?"

"Seulgi?"

Mereka berdua saling berpelukkan dengan erat, sangat terkejut sekaligus senang. "Bagaimana bisa?" tanya Seulgi bingung.

Irene melepas pelukan. "Ceritanya sangat amat panjang. Kau tak akan bertahan lama mendengarnya." jawab Irene sembari terkekeh.

Seulgi menatap Irene dengan begitu intens. "Kau tidak digigit kan?" tanyanya memastikan.

"Kalau aku digigit, saat ini pasti aku tidak akan berada disini." ujar Irene sebagai jawaban.

Seulgi tersenyum tipis. "Syukurlah."

×

Beda kasus dengan Jennie yang saat ini sedang sibuk mencari Irene. Menurut perhitungan Jennie, jika Irene memang sudah digigit. Pasti Jennie sudah bertemu dengannya sedari-tadi, tapi sampai saat ini belum sama sekali.

Jennie kehabisan akal soal dimana Irene berada, entah bersembunyi dimana. Jennie pun tidak tahu-menahu. Setelah 15 menit terakhir mencari di kelas-kelas, Jennie memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah. Ia tentu tahu jika saat ini Rosé, dan Jisoo sedang berada di dalam gudang. Entah hanya berdua atau dengan yang lainnya, Jennie tidak tahu pasti.

Selama perjalanan menuju taman belakang, Jennie masih terus berpikir soal kejanggalan yang terjadi. Bagaimana keadaan teman-temannya? Apakah Irene masih hidup? Lisa ada dimana? Apakah Taehyung baik-baik saja di sana?

Tanpa terasa, saat ini Jennie sudah berdiri tepat di depan pintu gudang sekolah. Ia mengetuk pintu sembari berbicara dengan nada pelan. "Ini aku, Jennie."

×

"Irene sudah pergi Rosé." ujar Chanyeol memberi tahu, Rosé mengangguk singkat. Memutuskan untuk menggendong kembali ranselnya.

"Kita keluar, Lisa dan Jennie sepertinya tak akan ke sini dalam waktu dekat." Semua orang menatapnya penuh tanya.

"Yang ingin keluar ikut aku, jika ingin tinggal silahkan. Terserah kalian saja." jelas Rosè sembari menggenggam jemari Jisoo, memastikan jika temannya yang satu ini tidak akan lepas atau berpisah darinya.

"Aku ikut." June dan yang lain mengambil keputusan, begitu juga dengan Kai.

Tersisa Joy, Yeri dan Wendy. "Kalian ikut tidak? Aku tidak akan membujuk, kalian pasti tahu risikonya." tanya Rosé untuk terakhir kalinya.

"Kita tetap disini." jawab Wendy.

Jisoo menatap mereka tak percaya. "Bersama lebih baik Wen, kalian tidak akan tahu sampai kapan bisa bertahan."

"Aku tidak peduli, lebih baik mati kelaparan daripada diserang zombi." jawab Yeri sedikit ketus.

"Kami tetap tinggal, apapun risikonya." tutup Joy mengambil keputusan.

Jisoo hanya bisa menghela napas pelan. "Bersemangatlah."

Setelah itu, gudang sekolah diselimuti keheningan setelah kepergian kesembilan remaja tersebut.

"Kita akan mencari Lisa dan Jennie." ujar Rosé pelan. Para laki-laki hanya mengangguk setuju, masing-masing dari mereka memegang balok kayu yang sebelumnya sempat mereka ambil di gudang. Membentuk barikade agar Rosé dan Jisoo tidak diserang dengan mudah, gentleman dude!

"Haruskah kita ke ruang musik? Siapa tahu mereka sudah di sana." usul Jisoo yang dengan cepatnya disetujui oleh mereka.

Berjalan penuh hati-hati dan menegangkan, pada akhirnya mereka sampai tepat di depan pintu ruang musik. Rosé mengetuk pintu, cukup lama mereka menunggu tapi tidak ada yang membuka. Rosé memutuskan untuk membukanya sendiri, "Ini aku, Rosé." ujar Rosé begitu masuk.

Seulgi dan Irene terlihat sedang duduk dan mengobrol berdua. Jisoo membekap mulutnya tak percaya, "Irene?" tanya mereka semua serempak.

June buru-buru menutup pintu dan menguncinya, sebelum suara mereka memancing para zombi kemari.

Irene menatap mereka heran. Iya, Irene tahu bahwa ia selamat, tapi haruskah reaksi mereka seperti itu?

"Bukankah kau sudah digigit?" tanya Sehun cukup frontal.

"Memang sudah," Seulgi melotot kaget di sampingnya.

"Tenang dulu, Jennie tadi memberiku ini." Irene menunjukkan bomber jacket---yang sudah dilepasnya sedari tadi.

Mereka semua menghela napas lega. "Tapi tadi aku melihatmu di depan pintu gudang belakang." ungkap Hanbin penuh tanya.

"Memang iya, aku sempat ke sana. Tadinya ingin ke gimnasium, tapi melihat kekacauan yang terjadi. Aku lebih baik ke belakang sekolah sekadar mencari udara segar, tanpa ku tahu bahwa ada mahluk itu tepat di belokan." Semua orang mendadak tegang mendengar cerita Irene.

"Dia menggigit ku sekali, lalu segera pergi entah kenapa. Aku begitu takut jika berubah menjadi mereka, maka kuputuskan untuk berdiam diri di depan pintu gudang. Menunggu beberapa menit, untuk melihat apakah aku akan berubah atau tidak."

"Dan kalian tahu jawabannya sekarang." tutup Irene.

Rosé dan Jisoo saling melempar pandangan, haruskah diberi tahu?

"Wendy, Joy dan Yeri ada di gudang sekolah." ungkap Bobby bahkan sebelum Jisoo dan Rosé berhasil memutuskan.

"Apa?!" seru mereka tak percaya.

"Kita harus ke sana." usul Seulgi langsung disetujui Irene.

"Aku tidak menyarankan itu, terlalu bahaya untuk kalian." jelas Rosé penuh penekanan.

Seulgi menggeleng keras. "Mereka temanku."

Rosé menghela napas pasrah. "Mereka sendiri yang memutuskan tinggal, yang berarti itu keputusan mereka. Kalian mau menyeretnya keluar pun mereka tidak akan mau." jelas Rosé yang berusaha menahan mereka berdua pergi.

"Kami akan menemani kalian." ujar Kai, yang diangguki oleh Sehun.

"Aku lelah, terserah kalian saja." Rosé menyerah, ia sudah berbicara banyak tapi dianggap sebagai angin lalu oleh Seulgi dan Irene.

×
Tbc

apocalypse; ㅡblckbgtn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang