"Kenapa tiba-tiba?" tanya Irene heran.
Jisoo tidak menghiraukan pertanyaan Irene, matanya fokus tertuju pada Heejin. Ia butuh jawaban, untuk memperjelas maksud dari antibodi tipe A dan tipe X.
"Baunya berbeda." jawab Heejin pelan.
Jisoo beralih menatap Irene. "Kau terluka?" tanyanya membuat Irene diam tak berkutik. Perlahan, gadis itu mengangguk, kemudian menunjukkan lengannya yang tergores. Entah sejak kapan, Irene sendiri tidak tahu-menahu.
"Siapa lagi yang terluka, selain Irene?" tanya Jisoo lagi.
Tidak ada yang bersuara menjawab. "Oh, astaga." umpat Jisoo.
Ia kemudian beralih mengambil pisau lipat miliknya, menyayat telapak tangannya. Tidak dalam, namun lubang yang tercipta sanggup menghasilkan aliran darah yang cukup banyak. Mereka semua membelalak terkejut tentunya, aksi tadi itu terlalu nekat menurut mereka.
"Heejin, bisa kau deskripsikan baunya seperti apa?" tanya Jisoo lembut.
"Darah Kak Jisoo, lebih ringan. Kak Irene lebih pekat." jawabnya pelan.
"Baiklah, kau boleh kembali." Jisoo menepuk puncak kepala Heejin lembut diiringi senyum manis, untuk menenangkan bocah tersebut.
Jisoo bangkit, kemudian menghampiri Namjoon. Temannya itu nampak sibuk berkutat dengan laptop yang menampilkan berbagai macam kode-kode dan tulisan yang tidak diketahuinya sama sekali. Berdeham, ia sukses menarik perhatian Namjoon.
"Hei, ada apa dengan tanganmu?" tanya Namjoon cemas melihat darah menetes dari genggaman Jisoo.
"Kau tahu soal pemilik antibodi itu?" Jisoo bertanya, tak menghiraukan sekitarnya. Fokusnya sekarang hanya pada antibodi itu.
Antibodi yang mungkin bisa menyelamatkan mereka, atau justru membawa malapetaka.
"Obati lukamu terlebih dahulu, Jisoo." tegas Namjoon.
"Tidak, aku butuh jawabannya sekarang." tolaknya mentah.
Namjoon menghela napas frustrasi. "Jisoo, obati dulu, atau tidak akan ada jawaban dariku."
Jisoo berdecak kesal. Ia berlalu ke bagian belakang bis. Mengambil kotak P3K, kemudian membalut lukanya secara asal dengan perban. Tanpa merapihkan barang-barang yang diacak olehnya, Jisoo bangkit berjalan menuju Namjoon.
Jin dengan cepat mengadangnya. "Tidak, tidak disaat kau sedang kalut seperti sekarang."
Jisoo mendelik, memperingati Jin agar memberinya jalan. Namun, pemuda itu menggelengkan kepalanya. Ia beralih menarik Jisoo kembali ke bagian belakang bus. Mendudukkan kekasihnya di atas bangku, dan memberikan tatapan serius. Jisoo tahu, pikirannya saat ini tengah berkelana, enggan menetap di tempat. Tubuhnya pun bergerak tanpa diminta. Keadaannya saat ini sangat jauh dari kata rasional.
Jin menarik tangan Jisoo, membuka perban yang sebelumnya. Dengan cekatan, ia membersihkan luka tersebut, dan membalutnya dengan perban. Rapih, karya Jin sangat enak dipandang. Jin duduk di sampingnya, kemudian menepuk bahunya sendiri. "Beristirahatlah."
Jisoo mengembuskan napas, kemudian memposisikan kepalanya di atas bahu Jin. Kenyamanan menyeruak dalam dirinya, ia merasa tenang sekarang.
×
Rosé mengalihkan perhatiannya penuh pada pemandangan di luar. Matahari masih bersembunyi, belum sepenuhnya keluar. Melirik ke pergelangan tangannya, ia mendapati waktu masih menunjukkan pukul setengah enam lewat tiga menit.
KAMU SEDANG MEMBACA
apocalypse; ㅡblckbgtn [END]
Fanfiction[ Thriller - Action ] Jisoo sudah pernah melihat kejadian ini dalam mimpinya, dan ia sungguh berharap bahwa kiamat zombi yang ia lihat hanyalah sebuah kesalahan. Namun jika benar itu terjadi, maka mereka semua harus bertahan hidup bagaimanapun caran...