twenty one

1K 132 3
                                    

Mereka telah tiba di stasiun Ichon, Hoseok dan kawan-kawan turun dari bus serempak karena ada Jisoo yang memimpin paling depan sembari mengawasi CCTV untuk melihat pergerakan zombi di lorong yang akan mereka lewati nantinya. Sedangkan Namjoon yang berdiri di tengah, sibuk dengan ponsel miliknya.

"Apakah Yoongi sudah ada kabar?" tanya Jin.

"Belum, seharusnya mereka sudah tiba sebelum kita." jawab Namjoon.

"Mungkin mereka mampir ke suatu tempat." tutur Irene berusaha berpikir positif.

"Kuharap begitu."

Mereka terus berjalan melewati berbagai macam kereta menuju ruang keamanan. Di situ merupakan tempat kamera keamanan berada, juga pengendali sistem kereta. Karena saat ini tengah terjadi kekacauan, sistem kereta mati secara otomatis di stasiun masing-masing. Akan tetapi, masih bisa bekerja jika dinyalakan karena perusahaan induk terletak di Daegu, dengan sistem keamanan tinggi. Begitupula dengan seluruh perusahaan lainnya. Kota Daegu merupakan pusat dari segala macam industri yang bergerak dibermacam bidang, oleh sebab itu, Daegu kini menjadi kota kedua yang paling sering diincar setelah Seoul.

Begitu sampai di ruang keamanan sekaligus pengendali sistem. Namjoon kembali memberi instruksi soal apa yang harus mereka lakukan.

"Jin, Hoseok, dan Bobby. Kalian berjaga di depan pintu masuk, tunggulah Yoongi dan yang lainnya di sana." Ketiga orang itu mengangguk kemudian berlalu meninggalkan ruangan tersebut, melaksanakan perintah Namjoon tanpa banyak protes.

"Jisoo dan Kai. Pastikan tiga gerbong depan kereta nomor 430 aman." Jisoo ingin melayangkan protes, namun ia tahu Namjoon tidak memilihnya tanpa alasan.

Jisoo mengambil senjata M416 kemudian menyodorkannya pada Kai. Sedangkan ia membekali dirinya sendiri dengan GROZA.

"Kau tahu cara menggunakannya, kan?" tanya Jisoo memastikan.

Kai menggeleng pelan, malu.

"Tolong ajarkan dia, wahai sang ahli." canda Namjoon.

"Kukira kau juga tidak bisa." gumam Kai terkejut.

"Apa?" tanya Jisoo sedikit tersinggung.

Kai gelagapan sendiri, sedangkan mereka yang menyaksikan sibuk tertawa. "Aku ini pemilik semua senjata itu, kau kira aku tidak bisa menggunakannya?" sarkas Jisoo kesal.

Kai terkekeh canggung, "Maaf untuk itu."

"Ah, sudahlah. Namjoon, setelah ini kau berhutang penjelasan soal antibodi itu padaku, dan Irene." Jisoo beralih memperingati Namjoon sebelum akhirnya keluar ruangan disusul Kai.

Jisoo terus berjalan melewati banyak gerbong untuk mencari kereta yang akan mereka gunakan. Namjoon sebelumnya sempat menjelaskan sedikit soal kereta yang akan mereka gunakan. Namjoon berniat hanya mengambil tiga gerbong saja, satu gerbong pengendali, dan dua gerbong penumpang.

Kedua manusia itu berjalan menuju kereta nomor 430 sesuai instruksi Namjoon, dibantu dengan denah digital yang terlihat jelas diponsel pintar Jisoo. Keheningan menyelimuti, namun Kai memecahnya dengan pertanyaan yang sedari tadi menghantui pikirannya.

"Orang tuamu bekerja di perusahaan senjata?" tanya Kai penasaran.

"Bisa dibilang begitu." jawab Jisoo pendek.

"Perusahaan apa? K Corporation?"

"Benar, ayahku pemilik perusahaannya. Jadi, ada lagi yang ingin kau tanyakan?"

Kai menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Kau ada surat izin bersenjata?"

"Tentu saja. Tidak hanya aku, mereka juga punya. Dunia itu berbahaya, kau harus bisa mengurus diri sendiri sebelum mengurus orang lain."

"Tidak heran kenapa kalian begitu mahir menggunakannya." puji Kai kagum, membuat Jisoo tersenyum tipis.

"Lalu, kau dapat darimana senjata ini? Tidak mungkin dari rumahmu, kan? Lagipula sepenglihatanku tadi, ini semua dibawa oleh mereka. Bukan kalian."

"Jika hanya pistol, di rumahku ada banyak. Tapi, senjata berat ini hanya ada di rumah Jin. Kau pasti pernah dengar soal perusahaan S Corporation, kan? Perusahaanku dan Jin telah menjalin hubungan kerja selama dua tahun, sejak awal masuk sekolah."

Kai lagi-lagi berseru kagum. "Aku tidak menyangka kau sehebat itu."

Jisoo tertawa kecil, "Lagipula untuk apa diungkap? Semuanya hanya akan menjauh takut atau mendekat salut, dan keduanya penuh dengan kebohongan." Kai mengangguk setuju.

Jisoo menembak dua peluru ke arah zombi yang keluar dari sebuah gerbong kereta. "Arah tangga!" seru Jisoo pada Kai.

Pemuda itu langsung mengarahkan senjatanya seperti yang Jisoo bilang. Kemudian membidik seakurat yang ia bisa, lalu menarik pelatuk tiga kali. Zombi itu tumbang, namun ada dua lagi yang muncul.

"Ah! Lebih banyak dari yang kuduga! Kereta 430 masih harus melewati empat gerbong lagi karena letaknya paling depan. Kita harus memancing mereka masuk ke gerbong ini, kereta 427."

"Bagaimana caranya?" tanya Kai sembari terus membidik dan menembak.

"Kau bawa ponsel?" tanya Jisoo.

"Apa? Kau akan melemparnya?" balas Kai bertanya curiga juga kesal.

"Korbankan ponsel atau korbankan nyawa. Silahkan pilih."

Kai mendengkus kesal kemudian menyodorkan ponsel miliknya. Jisoo langsung menarikan jarinya di atas layar, mengatur alarm lima menit dari sekarang.

"Kau ke kereta 430, aku akan memancing mereka. Ambil ini, jangan kau hilangkan!" Jisoo berujar kemudian melemparkan ponsel miliknya.

"Hati-hati! Ingat instruksi Namjoon!" teriaknya kemudian berlari kecil menuju kereta di belakangnya.

Jisoo menembakkan beberapa peluru ke langit-langit, menarik perhatian seluruh zombi yang tengah mencari mangsa. Zombi itu berjumlah kurang lebih dua puluh, mereka berlari ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Mulut mereka terus mengeluarkan darah dengan konsistensi kental karena telah bercampur dengan air liur.

Jisoo berlari menuju kereta 427, kemudian ia menempelkan telapak tangannya di pintu kereta bagian atas sebelah kanan. Pintu otomatis terbuka, Jisoo melemparkan ponsel tersebut sebelum akhirnya berlari menjauh.

Alarm berbunyi kencang, seluruh zombi berhenti mengejarnya dan memilih mendekat ke sumber suara. Setelah Jisoo memastikan sebagian besar zombi telah masuk, ia mendekat perlahan, kemudian kembali menekan telapak tangannya di tempat sebelumnya. Pintu kembali tertutup dengan begitu banyak zombi di dalamnya.

Jisoo tersenyum penuh kemenangan, lalu berlari menjauh menuju kereta nomor 430. Setelah cukup jauh dari kereta nomor 427, ia memutuskan untuk berjalan biasa. Beruntung sekali ia bertemu Kai dalam perjalanannya.

"Syukurlah, kukira kau akan mati." tutur Kai lega.

"Bagaimana? Apakah aman?" tanya Jisoo.

"Sangat, zombi yang ada di gerbong itu sudah kubunuh, lagipula jumlahnya sedikit."

"Kerja bagus."

"Pengait antar gerbong sudah kau lepaskan?" tanya Jisoo lagi.

"Sesuai instruksi Namjoon, aku telah menyelesaikan seluruhnya." jawab Kai senang.

"Baiklah, sekarang saat kembali."

×
tbc

apocalypse; ㅡblckbgtn [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang