"Wow". Puji plan dalam hati ketika tiba ditempat asing yang ternyata adalah rumah mean. "Well...well...well, dia pasti banting tulang mendapatkan semua ini..., hmn....atau tidak. Lagipula dia anak tunggal piravich kan? Dia satu satunya pewaris harta keluarganya".
"So?". Tanya plan pada mean ketika mereka masuk ke dalam rumah.
"Apanya?". Mean menyerahkan tas dan jas yang membalut tubuh berototnya ke salah satu asistennya.
"Tsk!. Aku sudah disinikan?. Sekarang katakan apa maumu". Plan yang duduk disofa persis didepan mean menatapnya tajam. Sedari tadi mean tidak membalas tatapannya. "Mea....".
*pi pi pi*
"Tuan....". Salah satu asisten mean memotong perkataan plan dan menyerahkan ponsel yang baru saja berbunyi pada mean.
"Hmn. Bagaimana? ...., good.... bla ....bla....bla.....". Mean berdiri dari posisinya dan meninggalkan plan sendirian diruang tamu. Mean berdiri disisi rumahnya yang menghampar kolam renang dan taman luas yang begitu indah.
"Dasar brengsek!. Kalau dia memang segitu sibuknya harusnya dia tidak menggangu hidupku!". Plan mendelik kesal.
Tidak ingin mati bosan menunggu mean selesai dengan diskusinya yang tampaknya akan lama. Dia memutuskan untuk berkeliling melihat lihat rumah itu. "Permisi". Kata plan pada salah satu pengawal mean yang tidak membiarkan plan berkeliling sendirian. "Apakah mean tinggal dirumah ini sendirian?".
"Benar tuan plan". Jawab pengawal mean tanpa menatap plan. Semua Pengawal mean selalu menjaga sikap mereka meskipun tidak bersama mean.
Mendengar pengawal itu menyebut namanya membuat plan mengkerutkan dahinya dan menoleh kepada pengawal itu. "Kau mengenalku?". Tanya plan.
"Tentu saja tuan. Saya sudah mengawasi tuan plan selama sebulan ini".
"What?!". Plan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. "The fuck! Kenapa kau melakukan itu?".
"Maaf, saya tidak diijinkan memberi informasi lebih dari itu tuan".
Plan hanya mengehela nafasnya kesal mendengar alasan dari pengawal itu. "Ah ya tentu saja! Pasti karena perintah mean!". Kata plan dalam hati.
Plan tampak beberapa kali mengecek ponselnya. Dia khawatir dengan keadaan perth. Beberapa kali plan mencoba menghubunginya namun tetap tidak ada jawaban.
Harapan plan saat ini perth akan membalas pesannya saja.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
~3 hari kemudian~
*knock* *knock*
Plan mengetuk ruang kerja mean. "Mean. Aku harus pergi hari ini". Kata plan pada mean. Dia hanya berdiri dipintu ruangan itu tanpa berniat masuk kedalam.
"Untuk apa?". Tanya mean namun tatapannya masih terfokus pada dokumennya.
"Wah....., manusia yang mengesalkan!!". Cibir plan dalam hati.
"Untuk apa katamu?". Wajah plan mulai kesal. "Menurutmu? Kau kira aku akan bisa bertahan diam dirumah seperti ini?".
"Aku yakin semua yang kau butuhkan sudah ada dirumah ini. Pakaian, kebutuhan mandi, makanan, dan hiburan. Lengkap. Kau tidak perlu keluar". Mean berkata santai sembari fokus dengan lembaran lembaran dokumen yang anehnya tidak ada habisnya itu.
"Hmm, yah kau benar. Haha. Kebebasan memang terdengar tidak terlalu penting dalam kehidupan manusia". Kata plan dengan nada mengejek. "Dulu kira kira apa yang membuatku terjun dari tebing ya? Apa karena pembullyan? Oh iya baru aku ingat! Karena tidak ada yang mengerti diriku dan semua orang menekan kebebasanku!".
![](https://img.wattpad.com/cover/197195944-288-k823958.jpg)
YOU ARE READING
Forever, Mine ( End )
FanficPlan yang konyol, dan mean yang serius. Lucu tapi ada sedihnya. "Sedikit random, dan hayal seperti yang menulis". 🤓🤣🤭 Anda bingung di vol 1, lanjut baca. Anda akan paham 😎 *Cerita ini berlanjut ke The Piravich triplet diary*