5 - Ospek

1.1K 120 31
                                    

Tak ada hal yang menyebalkan selain kegiatan ospek yang diselenggarakan di lapangan belakang. Panas dan berdebu. Itulah definisi untuk menggambarkan bagaimana gersangnya lapangan belakang itu. Ditambah lagi kegiatan ospek kali ini cukup menyiksa bagi siswa baru.

Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa ospek adalah ajang untuk balas dendam para kakak OSIS. Namun ada pula yang beranggapan bahwa ospek hanyalah kegiatan yang diselenggarakan untuk keisengan di samping pengenalan lingkungan sekolah.

Selepas pengarahan di Aula SMA Regantara tadi, seluruh siswa ospek digiring menuju lapangan belakang dengan mengenakan papan nama yang baru saja mereka buat di Aula tadi. Selain itu, mereka juga diharuskan untuk menganakan topi kerucut yang serupa dengan topi ulang tahun yang telah diberi tulisan 'anak bawang' dengan spidol permanen.

Rensa sendiri memilih untuk tidak mengenakan keduanya dan tetap membawanya dalam genggaman tangannya. Di saat siswa lain patuh dengan para OSIS, ia justru berbuat seenaknya selama ketua OSIS itu tidak menyuruhnya seenaknya lagi. Bagaimana tidak, selepas dari Aula ia bertemu dengan Devan yang memberinya tatapan tajam. Selain itu, ia juga melihat Devan menitah salah satu dari siswa ospek untuk membersihkan sepatunya. Entahlah apa maksudnya itu, yang terpenting Rensa ingin mencoba untuk tidak mempedulikannya.

Kini, mereka telah berbaris dengan rapi di lapangan belakang untuk mendengarkan instruksi selanjutnya dari para OSIS mengenai kegiatan ospek hari ini.

"Kegiatan hari ini adalah mencari tanda tangan anggota OSIS. Minimal sepuluh, maksimal terserah kalian. Semakin banyak semakin baik. Jika ada yang tidak mencapai sepuluh tanda tangan, maka ia berhak mendapatkan hukuman.

"Dan hukuman itu sesuai pilihannya sendiri menentukan hukuman. Semua itu tergantung pada lintingan di dalam toples ini. Ada yang ingin ditanyakan?" jelas Devan Argadinata dengan lantang sambil mengangkat toples kaca yang ia bawa.

Semua peserta ospek diam. Beberapa ada yang menggeleng, menandakan bahwa tidak ada pertanyaan yang keluar dari mulut mereka.

"Sekiranya cukup penjelasan dari saya. Semangat?!"

Ia mengepalkan tangannya ke udara-berniat menyalurkan semangatnya kepada adik-adik barunya di SMA Regantara.

"SEMANGAT!!!"

Lantas, semua barisan pun dibubarkan. Masing-masing dari mereka berlari agar cepat menyelesaikan tugas pada ospek hari ini. Sementara itu, Rensa dengan malas berjalan seperti biasa menghampiri salah satu kakak OSIS yang berada paling dekat dengannya. Dari nametag nya tertera nama 'Aninda Elvara.' Rensa pun menghampirinya dengan topi dan papan nama yang ia bawa dalam genggaman tangannya.

"Permisi kak Aninda Elvara, saya mau meminta tanda tangan kakak," ucapnya dengan pandangan datar dan suara yang tak kalah datarnya.

Sang empu yang diajak berbicara pun sedikit memiringkan kepalanya, lantas memegang tangan kanannya yang menggenggam papan namanya.

"Florentesa Keyline Farren. Boleh," ucapnya sambil membaca tulisan pada papan nama Rensa.

Ia pun menyodorkan kertas HVS putih dan pulpen kepada Elvara. Namun Elvara menolaknya dengan halus, lantas tersenyum selama sepersekian detik.

"Eitss, kamu harus penuhi tantangan ini dulu! Kasih surat ini ke kak Devan Argadinata. Mengerti?"

Rensa tidak merespon, dan masih menatap lawan bicaranya datar. Selama sepersekian detik, hening di antara mereka. Lantas ia pun menerima surat itu, dan berlalu dari hadapan OSIS itu. Dengan pandangan datar seperti biasanya, ia berjalan cepat mencari keberadaan orang yang membuatnya sebal sedari tadi. Siapa lagi kalau bukan seorang Devan Argadinata? Seorang ketua OSIS yang SMA Regantara.

Ia terus berjalan hingga keluar dari lapangan belakang. Dicarinya sosok yang cukup familiar di benaknya dengan harapan dapat menyelesaikan tugas ini dengan cepat. Dan secercah cahaya pun datang menghampirinya tatkala apa yang ia harapkan kini ada di depannya.

Ketua OSIS itu berdiri sambil menanggapi para siswa yang masih dalam masa ospek dengan senyum yang mengembang sempurna di bibirnya. Saat itu juga, Rensa terdiam dan menatapnya sedikit lebih lama.

Jika diperhatikan lebih, ketos nyebelin itu lumayan juga..

Namun ia segera mengenyahkan pemikiran itu dari otaknya. Ia pun menghembuskan napas panjang sekali sebelum menghampiri Devan dengan surat yang masih setia ia genggam.

"Kak," sapanya datar.

Sang empu yang dituju pun menoleh dan mendapati cewek bermuka datar ini telah berada di sampingnya.

"Kenapa?" tanyanya dingin.

"Nih, terima. Buat menuhin tugas ospek biar gue dapet tanda tangannya kak Aninda Elvara," ucapnya sambil menyodorkan surat beramplop putih itu.

Sang empu sedikit mengernyitkan dahi, lantas menerima surat itu dang mengucapkan terima kasih kepadanya. Setelah dirasa tugasnya dari Elvara selesai, ia pun berbalik badan hendak kembali ke lapangan belakang. Namun cekalan tangan Devan membuatnya kembali berbalik badan.

Selama sepersekian detik, ia terpaku di tempatnya berdiri. Kini, jarak pandang mereka sangat dekat. Dan sebelum Rensa terkena tuduhan 'modus,' ia pun segera memundurkan badannya agar sedikit menjauh dari ketua OSIS itu.

"Maaf kak," ucapnya singkat.

"Gapapa, salah gue juga. Mau tanda tangan gue, nggak?"

Rensa mengangguk, lantas menyodorkan kertas HVS putih dan pulpen kepada pria jangkung di hadapannya itu.

"Nama lo siapa sih?" tanyanya sambil menerima sodoran kertas HVS putih beserta pulpennya.

"Florentesa Keyline," jawabnya.

"Oke Florentesa, salam kenal. Ini tanda tangannya, semoga bisa ngebantu banyak," ucapnya.

"Ngebantu banyak?" tanya Rensa yang sedikit kurang paham akan perkataan pria jangkung di hadapannya.

"Karena score inti OSIS lebih banyak daripada score anggota OSIS. Dan ngedapetin tanda tangan inti OSIS itu nggak mudah," jelasnya.

Rensa hanya mengangguk, lantas mengucapkan ungkapan terima kasih sebelum pergi menuju lapangan belakang kembali. Dan tanpa ia duga, Devan mengamati kepergiannya dengan senyum yang merekah di kedua sudut bibirnya.

"Florentesa. Nama yang cantik seperti orangnya," gumamnya.

***

Rensa telah tiba kembali di lapangan belakang, dan ia menghampiri sang empu yang ia cari—Aninda Elvara. Saat ia telah tiba di hadapan OSIS itu, ia kembali menyodorkan kertas HVS putih dan pulpen kepadanya.

"Tanda tangan, kak," ucapnya dingin.

Elvara pun menerima kertas HVS dan pulpen itu, lantas membubuhkan tanda tangannya di samping tanda tangan Devan. Setelahnya, ia mengembalikan kertas HVS beserta pulpennya kepada Rensa dan tak lupa menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyum yang nampak manis dengan wajah cantiknya.

"Terima kasih, kak," ucap Rensa sebelum berlalu dari hadapan Elvara dan kembali mencari tanda tangan kepada anggota OSIS yang lain.

Definisi yang tepat untuk ospek. Menyebalkan..


To be continue.

© h e y z o r a


BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang