24 - Pindahan

844 42 30
                                    

Selepas berkemas dan berpamitan, Rensa pun diantar oleh kakak tirinya menuju gerbang rumah Farren Fams. Sesampainya di sana, tatapan sendu pak Anton menjadi pengantar kepergiannya. Namun ada satu hal yang mengejutkannya di sini. Ternyata sudah ada mobil yang akan menjemputnya.

Di dalam sana, sudah ada Devan yang duduk di kursi pengemudi, juga ada Oceana, Abinaya dan Aldhan di kursi penumpang bagian belakang. Shaquille pun menginterupsi adik tirinya untuk segera masuk ke dalam mobil. Rensa pun hanya mengangguk sebagai jawabannya.

Ia pun segera memasuki mobil di samping kursi penumpang, lantas tersenyum ke arah Devan—kekasihnya. Devan pun membalas senyumannya, lantas menuruni mobilnya untuk membantu Shaquille menaruh barang-barang kekasihnya itu di bagasi.

“Jaga Rensa untuk gue, bro,” ucap Shaquille sambil menepuk pelan pundak kawan lamanya itu.

“Selalu. Makasih udah percayain Rensa ke gue,” balasnya sambil tersenyum sebelum akhirnya bersalaman dan kembali memasuki mobilnya.

Sebelum mobil melaju meninggalkan kediaman Farren Fams, Rensa membuka kaca mobil, dan melambaikan tangannya kepada Shaquille.

Bye, kak Shaquille!” serunya sambil tersenyum.

Shaquille pun membalas senyum itu, hingga tanpa sadar ia merasakan hatinya begitu tak rela. Ia baru sadar jika rasa cintanya terlalu besar untuk Rensa. Ia terus menatap mobil itu hingga lenyap dari pandangannya.

Semoga lu baik-baik aja, dek..

***

Selama perjalanan, Devan, Abinaya dan Oceana berusaha menghibur Rensa yang tampak murung sedari tadi. Mereka pikir Rensa sedih lantaran David mengusirnya tadi, padahal tidak. Hati Rensa hancur tatkala ia harus berpisah dengan Shaquille. Entah mengapa perlahan ia mulai menyadari bahwa ia juga menyukai Shaquille diam-diam.

“Nah, akhirnya sampai juga,” ucap Devan tatkala mereka telah tiba di sebuah kediaman yang bisa dibilang cukup luas namun terlihat sederhana.

Rensa pun sebetulnya tidak tahu rumah siapakah itu, dan mengapa ia dibawa ke sini. Namun ia hanya menurut saja dan ikut menuruni mobil bersama yang lain. Devan pun menghampirinya tatkala dilihatnya kekasihnya itu yang masih saja murung dan terdiam di samping mobilnya.

“Sayang, kenapa? Jangan murung terus gitu.”

Devan menangkup pipi kekasihnya itu, dan Rensa pun tersenyum karena perlakuan manis dari ketua OSIS yang berhasil merebut hatinya.

Apa gue terlalu serakah untuk menyukai dua orang pria yang berhasil membuatku tersenyum?

“Hei, malah ngelamun lagi,” ucap Devan yang berhasil membuyarkan lamunan gadis berambut hitam sebahu itu.

“E-enggak kok. Gue nggak ngelamun, kak,” ucap Rensa sambil menggeleng pelan.

“Kok masih pake gue-lo sih? Pake aku-kamu coba biar keliatan tambah manis.”

Tanpa sadar, pipi Rensa bersemu. Devan yang melihatnya pun gemas sendiri dan mencubiti pipi Rensa. Mereka tertawa bersama, dan hal itu sukses membuat Abinaya berdeham karena sebal.

“Aduh, jiwa jomblo gue bergetar, nih. Yuk dah masuk. Tuh barang udah gue bawa masuk ke dalem. Si Oceana juga lagi nata barang Rensa tadi di kamar paling belakang,” ucap Abinaya sebelum berlalu meninggalkan dua sejoli yang sama-sama terkekeh melihat tingkah Abinaya barusan.

“Eh, kak.”

“Hm?”

Entah mengapa Rensa sebal dengan jawaban singkat kekasihnya itu. Ia pun kembali memasang wajah datarnya dan berhasil membuat Devan kesal.

“Sayang, jangan pasang wajah datar lagi, ntar kamunya keliatan jelek,” ucap Devan sambil kembali menangkup pipi kekasihnya itu.

“Ih kak, kok gitu, sih? Iya tau dah, gue jelek.”

Devan menggeleng pelan. Dalam hatinya ia sedikit kesal karena tingkah Rensa yang tiba-tiba menjadi manja. Tapi sekarang ia tahu, bahwa sisi lain Rensa hanya ditunjukkan pada orang-orang terdekatnya. Dan ia beruntung dapat menjadi salah satunya.

“Enggak gitu, sayang. Kamu romantis dikit kenapa, hm?”

Rensa terdiam. Ia baru sadar jika selama ini ia tidak ada romantis-romantisnya.

Ya gimana mau romantisan, orang gue orangnya nggak suka bersikap romantis. Pacaran aja baru kali ini, kakak ketos tersayang dan tercintaku.

Ia hanya tersenyum, lantas mencubit pelan pipi kekasihnya itu.

“Iya, maaf deh maaf, sayang. Tapi romantisannya nggak di sekolah ya!”

Devan mengangguk. Mereka pun berpelukan, dan entah mengapa Rensa merasakan jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari biasanya.

I love you, honey,” bisik Devan tepat di telinga kekasihnya.

I love you more, ketosku.”

***

“Lama banget kalian di luar. Betah banget pelukan,” cibir Aldhan yang berdiri di pintu utama.

“Lo ngapain di situ, Al? Bukannya bantuin yang lain di dalem,” ucap Devan sebelum menggandeng tangan Rensa memasuki rumah.

“Dih, berasa ngenes banget gue jadi jomblo,” gumamnya pelan sebelum turut mengekor dua sejoli tadi.

Di dalam rumah, terlihat dengan jelas ornamen klasik yang sungguh berhasil membuat seorang Rensa takjub. Ruang tamunya sendiripun bisa dibilang sangat luas walaupun bagi Rensa terkesan sedikit ngeri karena bentuk ruangannya menyerupai film horror yang pernah ia tonton di bioskop bersama Andi dulu. Ia pun lantas diantar oleh sahabatnya—Oceana—untuk melihat kamarnya yang berada paling belakang dekat dapur dan taman. Rensa baru tahu jikalau rumah ini memiliki taman yang tidak terlalu luas namun indah.

“Ini, kamar kamu, Ren,” ucap Oceana sambil membukakan pintu kamar Rensa.

Rensa pun lagi-lagi dibuat takjub karena kerapian kamar barunya dan juga ornamen klasiknya yang begitu kental. Ia pun tanpa ragu segera memasuki kamar barunya, lantas merebahkan dirinya pada kasur empuk yang sedari tadi mencuri perhatiannya.

“Gimana, Ren? Suka?”

Rensa mengangguk antusias. Ia pun mengubah posisinya menjadi duduk, lantas memandang Oceana dengan senyumnya yang terlihat sangat manis itu.

“Makasih banyak, Ce. Aku sukaaa banget.”

“Sama-sama.”

Oceana pun turut duduk di bibir ranjang, lantas memandang Rensa begitu dalam. Sang empu yang ditatap demikian pun turut menatap walaupun dengan pandangan penuh tanda tanya.

“Aku mau bilang sesuatu sama kamu, Ren, tapi nggak bisa,” ucap Oceana yang membuat rasa penasaran Rensa kian membuncah.

“Mau bilang apa, Ce?”

Oceana menggeleng, lantas memegang pundak sahabatnya itu.

“Suatu saat kamu pasti tahu, Ren. Lambat laun kamu pasti paham. Aku harap dengan adanya kamu tinggal di rumahku, membuat kamu kembali mengingat siapa dirimu walaupun itu mustahil terjadi.”

Deg.

Rensa menatap Oceana dengan tatapan tajam. Ia tahu bahwa sahabatnya ini menyimpan rahasia darinya sedari awal. Ia tahu jika Oceana ini begitu mengenalnya, bahkan sebelum Rensa menjadi sahabatnya.

Apa yang disembunyikan Oceana dari gue?

To be continue.

© h e y z o r a

BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang