7 - Florentesa Keyline Farren

1.1K 95 59
                                    

“Parasmu membuatku terpana, sedang hatimu membuatku suka.”

— Devan Argadinata —

🥀🥀🥀

“Arrgghh, gue bisa telat kalo gini ceritanya!” gerutu Devan tatkala macet melanda pada Senin pagi ini.

Hari ini adalah hari dimana ospek SMA Regantara dilangsungkan. Dan sebagai ketua OSIS, jelas ia harus mencontohkan kepada adik-adik kelasnya untuk disiplin waktu.

“Mas, putar balik aja. Di depan ada kecelakaan,” ucap salah seorang pengendara pria setengah baya yang memberitahu akan apa yang terjadi di depannya.

Ia pun mengangguk, lantas mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya memutar balik motornya dan mulai mengendarainya menyusuri jalan yang lebih jauh untuk menuju ke SMA Regantara.

“Semoga saja aku tidak terlambat,” gumamnya.

***

Ia tiba di sekolah dengan keadaan terlambat. Syukurlah pak Parjo selaku satpam sekolahnya berlaku baik padanya. Pak Parjo mempersilakannya masuk, tanpa harus menginterogasinya terlebih dulu. Mungkin karena ia jarang terlambat, jadilah beliau tanpa ba-bi-bu hanya tersenyum ramah pada ketua OSIS karismatik itu.

Diparkirkannya dengan segera motor ninja merahnya, lantas melepas helm dan menata kembali rambutnya. Setelah itu, ia turun dari jok motor sebelum berjalan dengan cepat menyusuri koridor demi koridor hingga menuju ruang Aula. Syukurlah Ia belum terlalu lama terlambat.

Dipandanginya semua yang ada di ruang Aula dari belakang. Keadaan tampak meriah namun tetap kondusif. Semua siswa memperhatikan pengarahan dengan seksama kecuali gadis yang duduk di bangku paling belakang dengan pandangan menerawang.

Dilihat ia yang sesekali tersenyum tipis, lantas kembali berwajah datar lagi. Rambutnya hitam legam, dengan mata sipit dan kulit sedikit pucat. Seorang Devan Argadinata sedikit penasaran dengan siswi baru itu, lantas dihampirinya dia dengan tatapan tajam seolah ia adalah seorang OSIS yang garang.

“Lo ngapain di sini, dek? Kumpul sama yang lain,” ucapnya dingin.

Gadis di depannya sedikit tersentak karena ucapannya tadi. Ia pun menolehkan kepalanya ke arah Devan, namun ia hanya terdiam dengan pandangan datar dan sorot mata tajam. Ketika itulah dilihatnya bagaimana datarnya wajah gadis ini.

Sok jual mahal apa emang ada masalah sih lo, dek? Batinnya.

“Ngapain lihat gue kayak gitu? Biasa aja kali, dek. Buruan ke depan! Bangku belakang nggak boleh ditempati kalau bangku depan masih ada yang kosong,” ucapnya tegas, namun gadis berambut hitam legam itu masih terdiam.

Devan pikir gadis berambut hitam legam itu kerasukan atau semacamnya yang membuat ia terdiam dengan pandangan sedikit mengerikan. Ditambah lagi mata pandanya itu. Walaupun tidak terlalu tampak jelas, namun masih terlihat olehnya yang sedari tadi menatap gadis itu dingin.

“Jangan nyari ribut, dek. Masih murid bau bawang juga.”

Ia masih terdiam selama sepersekian detik sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya dari sang ketua OSIS.

Anak ini kenapa, sih? Bikin penasaran orang aja dah.

“Dek. Lu tau siapa gue nggak, sih? Kok ngeyel banget dibilangin. Lama-la—”

“Devan Argadinata. Ketua OSIS masa bakti tahun lalu dan tahun sekarang. Gue tau,” potongnya cepat, yang membuat seorang Devan sedikit naik darah.

BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang