14 - Jurnalis Menyebalkan

750 50 11
                                    

Selepas pulang sekolah, kedua pria berseragam putih abu-abu itu pergi bersama menuju cafe Uptownk untuk membahas bersama mengenai acara ospek yang berlangsung tiga hari ini. Aldhan sendiri adalah seorang pimred jurnalis sekolahnya, dan ia bertugas untuk membuat artikel mengenai kegiatan ospek dan akan dipajang di mading utama SMA Regantara. Di SMA Regantara sendiri memiliki mading tiap lantainya, namun mading utama terletak di depan perpustakaan SMA Regantara.

Mereka berdua memesan espresso terlebih dahulu kepada waiters sebelum lanjut membahas mengenai acara ospek. Walaupun tanpa bertanya kepada sang ketos sekalipun Aldhan bisa membuat artikelnya, namun ada beberapa hal yang ingin ia korek dari kawan karibnya itu.

Sambil menunggu pesanan, Devan sibuk dengan ponselnya. Sesekali ia tersenyum, atau bahkan terkekeh dan menahan tawanya agar tidak meledak. Aldhan yang melihat hal itu mengernyitkan dahinya, lantas menggelengkan kepalanya pelan dan mengabaikan kawan karibnya itu.

Kini pandangannya beralih ke isi cafe Uptownk yang setiap bulannya mengusung tema yang berbeda. Seperti saat ini, mereka sedang mengusung tema serba hijau. Namun ada yang unik dari cafe ini setiap tanggal 3. Setiap pengunjung akan memakai bando kucing berwarna putih dan pink, sedangkan para waitress akan mengenakan kostum karakter Disney.

Tak berselang lama, pesanan mereka pun datang. Devan pun segera meletakkan ponselnya, dan sekilas mengucapkan terima kasih kepada waitress. Dan Aldhan pun melakukan hal yang sama.

“Gimana? Mau mulai kapan, Al?” tanya Devan setelah menyeruput espresso-nya.

“Sekarang aja, Dev. Kalo gitu, kita mulai wawancaranya sekarang.”

Aldhan pun segera menyiapkan peralatan wawancara. Diletakkannya benda pipih berwarna hitam di atas meja dengan posisi sedang merekam suara, tak lupa kertas dan pulpen yang sudah ia pegang.

“Sebagai ketos SMA Regantara, apa kesan lu selama ospek berlangsung?” tanya Aldhan memulai wawancara.

“Gue sebagai ketos SMA Regantara merasa ospek kali ini lebih berkesan dari ospek tahun lalu sebelum gue menjabat sebagai ketos. Karena murid-muridnya lebih mudah diatur dan tidak ada masalah yang signifikan yang ngebuat gempar seantero sekolah. Berbeda dari tahun lalu yang menyebabkan dihiatuskannya ekskul basket karena kesalahan salah satu peserta ospek dengan panitia OSIS.”

“Apa hal yang paling berkesan di elu saat ospek berlangsung?”

“Tentunya gue merasa kalau ospek kali ini berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana dan harapan. Dan itu adalah suatu hal yang membanggakan untuk gue sebagai seorang ketos. Dan hal yang berkesan berikutnya adalah kesalahpahaman antara Elvara dan Rensa yang ngebuat gue merasa sedikit terhibur,” jelasnya sambil terkekeh.

“Maksud lo? Terhibur?”

“Ya gimana ya, mereka itu lucu. Hanya karena wajah datar Rensa ngebuat mereka ribut,” ucapnya sambil menyeruput kembali espresso-nya.

Sementara itu, Aldhan hanya mengangguk paham, lantas ikut menyeruput espresso-nya.

“Rensa? Kok gue kayak pernah denger tuh nama, ya?” tanya Aldhan.

“Oh ya? Lu inget nggak temen SMP kita yang jadi saingan gue dulu?”

Aldhan pun sedikit mengernyitkan dahinya sambil mengingat siapa orang yang pernah menjadi saingan kawan karibnya semasa SMA dulu. Dan jawaban terakhir jatuh pada sang ketos SMP yang berhasil mengalahkan Devan dengan selisih tiga suara.

“Saingan waktu pemilihan ketos maksud lo?” tanyanya memastikan.

“Iya, kandidat nomor satu. Masih inget?”

Aldhan mengangguk, lantas berusaha mengingat nama seseorang yang masih begitu familiar di otaknya.

“Shaquille Raveno Farren?”

“Yups! Tepat sekali. Dia adeknya Shaquille, walaupun dia nggak nyebutin marga Farren waktu kita kenalan,” ucapnya sambil menjentikkan jarinya.

Apa Rensa itu adkel yang dimaksud Devan kemarin? Dia kecantol sama Rensa? Batin Aldhan bertanya-tanya.

“Kenalan? Kapan?”

“Waktu dia minta tanda tangan gue. Tapi saat itu juga gue mulai tertarik dan ngorek info lebih banyak tentang si Rensa.”

“Jadi itu adkel yang berhasil buat elu suka?” tanyanya sambil menyeruput kembali espresso-nya.

“Entahlah. Keknya gitu, Al.”

Devan meraih ponselnya dan membukanya asal, sementara Aldhan masih berkutat dengan pemikiran-pemikirannya dengan harapan menemukan jawaban atas kebingungannya.

“Eh, wait dah. Bukannya nama adeknya Shaquille itu si Caca Marica hehe?” tanyanya sambil terkekeh.

“Chareze Anastasya Farren maksud lo?” tanya Devan mengoreksi.

“Nah iya itu. Namanya susah banget dah. Si Chareze itu yang pernah jadi pacarnya sapa tuh? Brandon?”

“Iya, si Brandon. Gimana ya kabar Brandon sekarang?”

“Gue juga nggak tau Dev, orang gue nggak pernah ketemu lagi sama Brandon. Katanya dia pergi ke Kanada bareng bokapnya?”

“Mungkin. Eh, gimana sih lo? Katanya wawancara, kok jadinya begini, sih?”

Devan mulai menyadari akan sesuatu hal yang aneh. Dan perkataan Devan barusan sukses membuat Aldhan terkekeh karenanya. Walaupun demikian, ia senang telah mendapat apa yang ia cari.

Akhirnya gue tau adkel yang disukai ama Depan. Batinnya.

“Ya maap bro, gue kepo.”

Sontak, ia mendapat tonjokan pelan di bahunya oleh kawan karibnya yang ikut terkekeh karena kejahilan seorang Raldhan Calvino Louis.

Awas ya Al, lain kali gue nggak akan terkecoh lagi ama akal bulus lo. Batin Devan sedikit kesal.

***

Di sisi lain, Chaca yang baru saja tiba di kediamannya langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuknya. Diraihnya benda pipih berwarna pink, lantas membuka aplikasi WhatsApp dan mengirimkan pesan kepada seseorang.

To : Chagiya
Maafin aku chagiya..


To be continue.

© h e y z o r a

BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang