29 - Terungkap

964 42 3
                                    

Sudah sejak beberapa hari ini pria jangkung itu sadarkan diri. Sehari-harinya ia ditemani oleh adiknya, Chaca. Namun baginya, adiknya seperti tiada guna menemaninya. Lantaran ia sibuk sekali dengan gadget-nya, dan seolah kakaknya hanyalah sebutir debu yang tak kasat mata.

Siang ini sepulang adiknya dari sekolah seperti biasanya, ia kembali menemani kakaknya yang masih harus dirawat di rumah sakit hingga keadaannya benar-benar pulih. Terlebih kaki dan tangannya yang masih sulit digerakkan. Lagi-lagi ia kembali bermain dengan gadget-nya. Sesekali ia tersenyum sendiri, ataupun tertawa hingga terbahak-bahak.

Pria jangkung itu mengamatinya. Ia penasaran dengan adiknya. Tak seperti biasanya adiknya berlaku seperti demikian. Karena biasanya, adiknya lebih sering memasang tampang sebal pada layar ponselnya.

“Ekhem,” dehamnya.

Adiknya sama sekali tak menggubrisnya, bahkan menoleh pun tidak. Shaquille yang melihatnya pun merasa geram sendiri. Ia pun dengan sedikit kesusahan mengambil ponselnya yang berada di nakas, lantas mengaktifkannya.

Sudah sejak saat ia kecelakaan, ia tak lagi mengaktifkan ponselnya. Bahkan ketika ponselnya baru aktif, ribuan notifikasi datang menyerbunya. Salah satunya dari orang yang tengah ia rindukan.

From : Rere🖤
Kak..
Kakak?
Kak, ini gue
Gue Rensa
Gue udah inget
Gimana kabar lo kak?
Lo udah baikan?
Udah siuman kan?
Kak..
Dih, kacang_-

Ia tersenyum membaca satu demi satu pesan dari adik tirinya itu. Ia pun lantas mengetikkan sebuah balasan kepada sang empu yang ia kacangi beberapa hari ini.

To : Rere🖤
Syukurlah kalo lu udah inget
Gue udah baikan kok
Sorry ya Ren
Kakak baru bales
Jaga kesehatan ya
Ntar kalo kakak udah sembuh
Kita belajar bareng

L

agi-lagi ia tersenyum. Betapa bahagianya Shaquille tatkala rindunya terobati. Rensa benar-benar berhasil membuatnya jatuh. Padahal jika dilogika, lebih banyak perempuan seusianya yang jauh lebih sempurna dan tidak dingin seperti adik tirinya itu.

Namun pandangan Shaquille akan Rensa bukan melihat dari sisi fisik dan sikapnya, melainkan dari hatinya. Banyak di luar sana perempuan yang ingin menjadi kekasihnya karena fisik, harta, serta kepiawaiannya dalam berbagai bidang akademik maupun non-akademik. Dan itulah yang membuatnya melihat Rensa dengan pandangan berbeda.

Rensa tidak seperti mereka. Bahkan Rensa sama sekali tak mendekatinya dulu. Ia lah yang pertama kali jatuh dan berusaha mendekatinya. Semula ia hanya ingin menjadi kakak yang baik untuk Rensa, namun perlahan benih cinta itu mulai muncul dan tumbuh di hatinya. Tak dapat ia pungkiri, jikalau ia sangat cemburu saat Rensa menerima tawaran Devan untuk menjadi kekasihnya.

Baginya, Devan adalah orang yang baik. Ia percaya jika Devan mampu menjaga adik tirinya dengan baik. Namun mengingat akan kejadian yang serupa dengan drama hari itu, ia merasa sangat iba pada Rensa. Ia tak dapat berbuat banyak tatkala ia diintimidasi oleh keluarganya sendiri, hingga ia disakiti oleh papanya dan berujung terusir dari kediaman mereka.

Kini, yang dapat ia lakukan hanyalah mengawasi Rensa dari kejauhan. Dan mempercayakannya pada kawan lamanya, Devan. Meskipun terkadang ia takut Rensa terkena masalah karena Devan. Lantaran adiknya pernah mengaku menjadi mantan Devan dan menuduh Rensa merebut Devan darinya.

“Kak, lo ngelamun?” pertanyaan Chaca sukses membuat Shaquille tersadar dari lamunannya.

“E-eh, perasaan lo aja kali, dek,” ucap Shaquille sedikit terbata.

“Nggak usah boong lu, kak. Bullshit,” ucap Chaca sebelum pandangannya terfokus kembali pada layar ponselnya.

Shaquille yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya saja, lantas kembali berdeham hingga sukses mengalihkan perhatian adiknya.

“Lagi ngapain sih, lo? Serius amat lihatin hp nya.”

Tiba-tiba sang empu yang ditanya menjadi tersipu. Pipinya memerah dan hal itu sukses membuat Shaquille keheranan.

“Gapapa. Tapi, lo tau nggak, kak? Gue—”

“Napa emang?” potong Shaquille dengan pandangan datarnya yang sukses membuat Chaca geram.

“Ish, dengerin dulu woi!”

Shaquille mengangguk, lantas memberikan kode agar adiknya meneruskan kembali kalimatnya yang sempat terpotong olehnya.

“Gue baikan sama Brandon! Tapi, kata dia cuma jadi sahabat aja. Tapi gue rasa dia masih suka gue. Dan gue pasti bisa balikan sama dia lagi.

“Lo ada di pihak gue kan, kak? Lo kan seumuran sama Brandon, bahkan kalian dulu satu SMP, kan? Tolong dong, tambah deketin gue sama Brandon. Please,” jelasnya.

Shaquille hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban yang langsung membuat wajah adiknya tertekuk.

“Kakaaakk, please,” mohonnya sambil memasang puppy eyes yang membuat Shaquille tak kuasa melihatnya.

“Nggak cocok cewek antagonis kek elu masang wajah kek begitu. Kalo ada maunya aja cepet banget baiknya, neng. Lagian lo kegeeran banget sih kalo si Brandon bakal mau balikan sama lu lagi,” ucap Shaquille enteng.

Chaca pun bangkit dari duduknya. Lantas mendekati Shaquille dengan tatapan tajam.

“Lo nyindir gue, ya? Cewek antagonis? Maksud lo apa? Sok tau banget lo. Lo pasti secara nggak langsung ngungkit masalah yang dulu, kan?

“Kenapa? Lo masih benci sama gue gara-gara gue fitnah orang yang lo suka itu? Rensa, kan? Heh, asal lo tau ya, Devan lebih bersalah!

“Dia itu nggak bener-bener suka sama Rensa! Dan lo salah percaya sama Devan karena dia itu licik! Dan lebih parahnya lagi, papa sama mama percaya sama gue!

“Kasian banget ya, Rensa. Udah difitnah, ditampar, diusir, dan dibegoin sama pacar sendiri. Uh, syukit hati dedek,” ucapnya penuh dramatis.

Deg.

Apa maksudnya Devan juga licik? Nggak mungkin. Setahu gue dia baik-baik aja. Pasti Chaca ngarang lagi, batinnya.

“Lo ngarang, ya?”

Chaca menggeleng dengan smirk-nya. Ia memandang kakaknya dengan pandangan ramah.

“Punya hati baik sih, boleh-boleh aja. Tapi kalo dibegoin kasian juga,” ucapnya yang membuat Shaquille sedikit tersinggung.

Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dipandanginya adiknya dengan tajam. Bahkan tanpa sepengetahuan mereka, sepasang mata memerhatikan mereka dari kejauhan sedari tadi. Bahkan ia mendengar semua penuturan Chaca yang membuatnya sedikit shock.

“Apa maksud ucapanmu tadi?”

Deg.

Sang empu yang baru datang pun mendekatinya, lantas menatapnya tajam hingga membuat yang ditatap meneguk salivanya dengan susah payah. Gadis berparas ayu itu seakan mati rasa. Matanya terbelalak, dan seakan tenggorokannya tercekat.

“Pa-papa?”


To be continue.

© h e y z o r a

BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang