32 - Asley

820 39 4
                                    

Sudah sepekan lebih tidak ada kabar baik dari Devan yang dapat membuat Rensa lega semenjak panggilan mendadak dari orang yang Rensa sendiri tidak tahu itu siapa. Bahkan Devan tak pergi ke sekolah selama seminggu dengan alasan izin. Ia pun sudah berkali-kali menghubungi nomor kekasihnya itu, namun nihil. Devan benar-benar tak dapat dihubungi.

Dan hingga detik ini, Rensa masih saja berusaha menghubungi kekasihnya itu. Hatinya gundah. Ia benar-benar dibuat gegana oleh Devan. Selain itu, ia merasa ada yang janggal di sini.

Setiap kali ia meminta pertolongan kepada Shaquille, Aldhan, ataupun Abinaya untuk membantunya mencari kekasihnya, mereka justru menolak. Alasannya mereka tidak tahu dimana Devan berada, dan hal itu sukses membuat Rensa sebal.

"Adanya nggak tau, ya di cari tau!" ucapnya kala itu. Ia benar-benar marah karena keadaan hatinya yang sedang tak menentu.

"Rensa, kamu harus ikut aku nanti habis pulang sekolah. Hari itu kita nggak jadi pergi karena kamu gelisah, kan? Bisa nggak sih untuk kali ini kamu jangan mikirin kak Devan dulu?" ucap Oceana lembut sambil menyentuh pundak sahabatnya itu.

Kini mereka sedang berada di ruang kelas X-IPS-1 yang sepi. Penghuninya telah berbondong-bondong sedari tadi untuk melakukan ritual mereka setiap istirahat, jajan di kantin. Dan Rensa benar-benar tidak mood makan, apalagi pergi ke kantin untuk sekadar melihat orang makan. Tanpa kehadiran kekasihnya ia benar-benar tak bersemangat dan sering melamun tak jelas.

"Ha? Eh, Oce," ucapnya gelagapan.

Oceana tahu jika sahabatnya ini baru tersadar dari lamunannya. Andai aja Rensa tau. Andai, astagaaa. Tapi jangan, Rensa juga manusia, punya hati, batinnya.

"Oce, emangnya kita mau kemana, sih? Aku takut ntar malah nggak fokus di jalan gara-gara aku," ucap Rensa sambil menggelengkan kepalanya.

"Nggak, Ren. Pasti bisa fokus kok, kamu. Kita pergi habis pulsek, ya? Ini bener-bener penting banget, Ren. Aku udah nggak bisa sabar lagi buat ngasih tau kamu tentang suatu hal," ucap Oceana meyakinkan dan berusaha membuat Rensa penasaran agar ia mau ikut bersamanya dan Abinaya nanti.

"Memangnya kita mau kemana?"

"Secret."

***

Seperti persetujuan sewaktu istirahat pertama tadi, sepulang sekolah mereka berdua langsung pergi ke sekolah Abinaya. Ternyata pria jangkung itu telah menunggu mereka di halte depan sekolah. Dan dengan setengah berlari, Abinaya mendekat ke arah mobil Oceana dan mengambil alih kemudi. Oceana pun berpindah tempat di kursi belakang bersama dengan Rensa.

"Kita mau kemana sih, Ce?" tanya Abinaya bingung.

"Udah, ntar aku kasih tau, kak. Mending sekarang jalan aja dulu," ucap Oceana yang langsung diangguki oleh Abinaya.

Mobil pun melaju dengan kecepatan normal menuju tempat yang begitu asing untuk Rensa dan Abinaya. Ini kali pertamanya mereka berdua mengunjungi tempat itu.

Jalannya tak beraspal, rumah-rumah kumuh berada di sebelah kanan dan kiri mereka, serta hamparan sawah menyambut mereka setelah agak lama melajukan mobil di sebuah perkampungan luar kota.

"Kak, stop. Kita sudah sampai," ucap Oceana menginterupsi tatkala mereka telah tiba di depan sebuah rumah yang tidak terlihat kumuh seperti rumah lainnya, bahkan temboknya terbuat dari batu bata dan lantainya tidak hanya berlapis semen saja.

"Ini rumah siapa?" tanya Abinaya bingung.

"Kita masuk dulu aja," ucap Oceana disertai senyuman manisnya.

BEGINNING OF THE STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang