33

169 27 13
                                    

Jika ada yang bertanya tentang suatu hal apa yang paling sulit untuk dipahami? Itu adalah waktu. Dia terus berjalan maju mengikuti arah tujuan dan tidak akan sekalipun berhenti, apalagi berjalan mundur. Tidak peduli bagaimana hatimu menjerit berusaha menghentikan momen bahagia yang ingin kau rasa selamanya, waktu tidak akan mendengar. Kamu, apapun yang terjadi, harus tetap berjalan kedepan.

Lima tahun berlalu, terhitung semenjak kepergian Winwin ke Canada. Yerim hidup dalam sebuah penyesalan besar, menyesal karena tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal.

Menghubungi laki-laki itu? Sudah pernah ia coba, dan Yerim bahkan tidak mendapat balasan apapun. Segala macam media sosial yang digunakan Winwin seolah tidak pernah aktif lagi, nomor ponselnya sudah berganti dan gadis itu pun mulai menyerah. Kedua orang tuanya juga mengaku tidak punya nomer ponsel Winwin, mereka hanya bisa berkabar dengan Changwook tapi tidak mungkin kan Yerim menanyakan Winwin pada Changwook? Ia tidak mau menjadi spam di ponsel Changwook hanya untuk menanyakan Winwin, Changwook pasti sangat sibuk dengan pekerjaannya.

Yerim sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia tidak berusaha melupakan Winwin, tapi juga tidak mencarinya lagi. Membiarkan perasaannya mengalir begitu saja, meski tak dapat dipungkiri bahwa ingatan tentang Winwin secara otomatis muncul pada saat Yerim tanpa sengaja melalui titik-titik tempat tertentu yang pernah ia habiskan dengan laki-laki itu. Membuat gadis itu kembali menahan air matanya dengan susah payah.

Namun kali ini berbeda, lima tahun bukanlah waktu yang singkat. Yerim sudah menata diri untuk melepaskan Winwin, melanjutkan kehidupannya sebagai mahasiswi Psikologi di Universitas Aighara.

Untungnya, menjadi mahasiswi kerap kali membuat Yerim sibuk sehingga waktunya untuk terus memikirkan Winwin terkikis secara perlahan. Seperti sekarang ini, Yerim sejak tadi masih sibuk menghapalkan intruksi Tes Inteligensi di perpustakaan. Didepannya ada Jeno, yang masih sibuk membuat makalah.

"Jen, bantuin hapalan dong!" keluh Yerim seraya menjatuhkan kepalanya di meja.

"No no, aku lagi sibuk bikin makalah. Lagian sih cuma segitu doang, biasanya juga kamu bisa." Jawab Jeno yang masih fokus pada layar laptopnya. Jemarinya yang putih dan besar-besar itu masih sibuk memijat keyboardnya.

Yerim menghela napas panjang, menegakkan posisi duduknya kembali sambil membaca ulang instruksi. Hanya membaca, pikirannya entah mengapa masih beterbangan pada tugas-tugas lainnya yang masih harus ia selesaikan.

"Oh iya, aku baru ingat, seminggu yang lalu Winwin ngechat aku loh."

Huh, baru saja Yerim sudah menata hatinya untuk melupakan Winwin, tiba-tiba saja Jeno membahas laki-laki itu lagi. Terlebih, apa yang dibicarakan Jeno membuat hati Yerim mencelos.

Bagaimana bisa Winwin menghubungi Jeno tanpa menghubunginya lebih dulu? Apa Winwin bahkan sudah benar-benar melupakannya?

"Oh-" jawab Yerim malas.

"Kenapa dah mukamu? Kalian musuhan ya?" selidik Jeno penuh curiga.

"Enggak."

"Terus kenapa? Kayaknya semenjak Winwin pindah kamu nggak pernah cerita apapun tentang Winwin."

'Bukannya aku yang ngga mau cerita Jen, Winwin yang ngga bisa dihubungin.' batin Yerim.

"Katanya bentar lagi dia mau balik ke Indonesia. Dia udah lulus, cumlaude. Hebat banget ya?"

"Oh ya? Glad to hear that." Jawab Yerim datar. Membuat Jeno semakin yakin ada hal mengganjal yang terjadi pada keduanya.

"Yak, wae ireoni?" [Hei, kenapa kau menjadi seperti ini?]

MISTAKEN | Winwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang