6. Work? No

2.3K 146 8
                                    

Gw menunggu Nola mengemaskan barangnya, sembari menahan rasa senang di hati gw.

Bayangin men! Lu dapetin cewek yg lu suka.

Memang sih
Gawat kalo cewe sama cowo yang ga sah tinggal bareng.
Tapi sekarang ini status Nola bukan sebagai temen, tapi sebagai asisten rumah tangga.

Sama aja sih, maid juga, tapi yang bikin beda adalah gw bakal ajarin Nola biar dia bergerak sesuai hatinya. Bakal makan waktu, tapi gw bakal ajarin dengan sabar.

"Udah?", tanya gw begitu dia keluar, menenteng ransel ungunya.

"Iya, aku siap", jawabnya sambil tersenyum simpul.

Gw memakaikan helm ke kepala Nola, sebelum memakaikannya ke diri gw sendiri. Di motor, dia naik sambil berpegangan ke bahu gw.

Bersama, kita menyusuri jalanan ditemani langit sore. Langit hari ini berwarna keunguan.

"Langitnya cantik ya?", kata gw ke Nola masih mengendarai motor.
Nola mendongak keatas, penasaran dengan apa yang gw liat.
"Ah...iya...", jawab dia.

Untuk menambah basa-basi, gw iseng tanya, "Kamu suka warna apa?"

"Iya"

Gw lupa
Lu kalo dimotor yang lagi jalan kenceng, susah buat denger suara orang di depan.
Kek pas ditanya abang Grab gitu kan? Ditanya "sekolah dimana dek?", dijawabin "iya"

Heuh...

Kita berdua akhirnya sampai ke parkiran apartmen gw. Setelah mengunci motor, gw menenteng helm di satu tangan gw, dan Nola juga menenteng satu.

"Tasnya berat ya? Sini aku bawa", kata gw menyodorkan tangan gw.

Dia mengangguk, kemudian menyerahkan ranselnya.
Ga berat sih kalo buat cowo, tapi lumayan kalo buat cewe.

Berdua, kita berjalan ke lift, menekan tombol lantai apartmen gw.

Di lift, hening.
"Nola, kamu kalo mau tanya apa-apa tanya aja ya", kata gw sebagai bukaan pembicaraan.

Dia cuma mengangguk.

"Kalo diomonginsesuatu, dijawab ya pakek ya, ngga, atau saya paham. Pokoknya bersuara deh, Nol", senyum gw melihat dia dipantulan lift.

"Oke...", jawabnya.

Ting.
Pintu lift terbuka.
Gw dan Nola melangkah keluar dan menuju apartmen gw.
Menggunakan kartu, gw membuka pintu itu dan mempersilahkan Nola masuk.

Dia melangkah masuk dan liat-liat sekitar apartmen ini.
"Nola, sepatu biasa di taro di lemari kecil ini. Disini dapurnya kamu bisa masak apa aja yang kamu mau...disini ada kulkas khusus minuman....terus"

Pokoknya gw ngejelasin seluk-beluk apartmen yang ga gitu besar ini.

"Dan! Ini kamar kamu", kata gw membuka pintu diujung lorong.

Kamar yang ga gede-gede amat. Ada lemari yang memenuhi satu sisi, kasur putih, meja belajar yang didekat jendela, rak buat taro barang, dan ada juga lampu tidur.

Dia terdiam.
"Maaf kamar ini ga gede-gede amat, tapi setidaknya cukup buat kamu kan?", kata gw mengusap tengkuk.
"Masih banyak yang harus kita urus, kaya bikin kartu lagi, beliin kamu handphone, dan ng...baju kamu kayanya kurang deh. Terus-", kalimat gw terhenti saat menyadari bahunya bergetar.

Gw mendekat dan menatap wajahnya.
Dia menangis, air matanya mengalir deras, dia juga menggigit bibirnya menahan tangis.

"Nola...", gumam gw.
Tidak kuasa menahannya lagi, Nola berlutut menangis menutupi wajahnya. Gw ikut berlutut, dan mengusapnya agar sedikit lebih tenang.

Gw ga paham perasaan Nola, tapi gw jadi berpikir...
Apa selama ini Nola dibuang kejalanan? Dan ga pernah punya kamar sendiri? Kamar yang layak?

Waktu gw habiskan untuk menenangkan Nola, kadang gw hanya diam menemani dia.
Puas dia menangis, Nola menyeka ingus dan menyedotnta sekali lagi.

"Terima kasih", isaknya menatap gw dengan mata sembab.
Gw tersenyum menyeka air matanya, "Gapapa kok. Nah, ayo kita makan", kemudian berdiri dan menyodorkan tangan ke Nola.
Dia awalnya ragu, tapi setelah gw mengangguk, dia menerima tangan itu dan berdiri.

Gw mengajak dia ke meja makan tanpa sadar gw masih menggandengnya.
"Kamu mau makan di mall atau pesen aja disini?", tanya gw.
"Terserah kamu", bales dia dengan polosnya.
"Hmm gaboleh gitu. Kamu harus jawab apa yang kamu mau", gw merenggut dan menggeleng.
"Aku maunya ikutin kemauan kamu", jawabnya sambil tersenyum riang.

Aduh!
Itu masalahnya!
Senyum dia itu lho yang bikin gw kacau!

Gw menggeleng dengan pipi merona, "N-Nola, kali ini aku mau ngikutin keinginan kamu", tanya gw malu-malu.

Dijawab begitu, Nola keliatan bingung.
"Apa yang aku mau...?", gumamnya.
Dia kemudian menunduk menyembunyikan wajahnya.
Setelah beberapa saat, dia berkata pelan.

"Aku...cuma mau ngikutin kamu"

Kepala gw serasa panas pas dia jawab begitu.
Apatuh?
Ehhhh gw gaboleh GR duluan!

Inget Ray! Dia kan orang yang ngikutin perintah, maklum kalo dia mau ngikutin gw!
Uuuuuh!!!

"Y-yauda, buat hari ini aku yang putusin, besok-besok kamu yang pilih ya", kata gw kemudian.

Setelah itu, kita pergi ke mall yang tinggal jalan kaki aja. Jalan berdua gini bikin gw deg-degan. Ada mahasiswa lain ga ya? Kalo di suit-suitin nanti Vano Jimmy bisa tau juga. Nanti berabe kalo Papa Mama tau.

Wuiih di smackdown Mama ntar.
Belom lagi Papa.

Hiii.

Pertama-tama, kita makan di Pizza Hut. 
Awalnya Nola sama sekali ga bisa nentuin apa yang dia mau. Sampe alhirnya dia milih menu yang sama kaya gw. Abis itu kita pergi beliin dia baju (untung dia bisa milih), terus kita juga beli cemilan. Awalnya risih soalnya dia yang megangin belanjaan atau apanya, padahal seharusnya kan gw!

I'm a gentleman!

Sepulangnya, gw sama dia beresin belanjaan kita di dapur.
"Anu...aku harus memanggilmu apa?", tanya Nola perlahan, sambil mengoper-ngoper stock makanan ke gw.

Jelas gw kebingungan apa maksud dia.
"Maksud kamu? Kan biasa kamu panggilnya 'Ray'?", dengus gw.

Dia terdiam, masih menunggu jawaban yang tadi.
Gw menghela nafas, kemudian menatapnya.
"Nola. Aku memintamu kesini, sebenernya bukan buat kerja", kata gw jujur.

Dia membulatkan matanya, perlahan ia bertanya, "Artinya....kamu berbohong?"

"Iya, tapi dengan maksud yang baik"
"Apa boleh berbohong kalau maksudnya baik?", tanya Nola sekali lagi.

"Emh...iya, tapi engga juga, tergantung situasi, Nola. Soalnya setiap kebohongan bakal terungkap cepat atau lambat. Makanya bohong itu pilihan terakhir", kata gw menjelaskan.

Nola mengerjapkan matanya, kemudian bertanya, "Apa aku boleh berbohong kalau aku dimasa genting?", dengan polosnya.

Gw semakin gugup.
"B-boleh, tapi diusahain jangan. Kaya yang aku bilang tadi, tergantung, soalnya kadang kebohongan bisa bermaksud baik dan menguntungkan"

Dia manggut-manggut.
"Tadi kamu bilang kamu tidak menyuruhku kesini untuk bekerja, lalu buat apa?", tanyanya menelengkan kepala.

Mendengar pertanyaan itu akhirnya terlontar, gw terkekeh.

"Aku memintamu kesini, karena aku mau ngajarin kamu...
Untuk mengikuti apa kata hatimu"

I Order You to Follow Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang