16. Rival

2.3K 134 9
                                    

Mereka berdua terus saling memandang. Beda sama Papa yang seneng, Abqari Leon keliatan geram.

"Dari semua orang diruangan ini, lu yang paling gw hindarin", katanya dengan bengis.

Tapi Papa dengan tenang membalas, "Sayangnya ruangan dan dunia ini sempit. Mau gamau kita pasti ketemu"

Direspon begitu, Abqari ini ga bisa ngelawan apa-apa. Ia malah menarik Nola ke baliknya, seolah melindungi putri yang baru ditemuinya.

"Papa...keliatannya kenal banget nih?", kata gw berusaha mencairkan suasana. Tapi nampaknya ga manjur.

" 'Papa?' Dia anakmu?", tanya Pak Leon seolah ga percaya.

Emh...apalagi kalo bukan anaknya? Lah gw dikira Papa. Masa gw cloningannya?

Papa merangkul gw, "Iya. Mirip kan?"

"Ya...saya kira dia kamu. Cara dia jalan tadi, minta maafnya, senyumnya familiar. Tampangnya bener-bener...kamu", katanya memandang gw dan Papa bergantian.

Papa tersenyum, "Anakku ada keperluan sama kamu", kata Papa menepuk bahu gw. Kemudian mundur membiarkan gw berbicara.

Takut-takut gw mendekat sedikit, menatap Nola dan ayahnya bergantian.
Gw menelan ludah, "Om...saya...umh..."

"-tampaknya ada hal yang ga sama kaya lu ya", potong Pak Leon melirik Papa. "Dia ga selancar lu kalo ngomong. Apalagi kalo lu udah ada maunya. Bahaya", katanya sinis ke Papa. Papa cuma diem ketawa-tawa.

Pak Leon kembali menatap gw.
"Jadi. Ada urusan apa sama saya?", tanyanya. Yang bikin gw kaku ya dia terasa dingin. Seolah-olah dia ga mewelcome gw maupun Papa. Entah apa yang dia dendamin.

"Saya...", gw menarik nafas dan menatapnya langsung di mata,
"Saya berniat menikahi anak anda"

Dia menaikan salah satu alis, terlihat curiga. Tapi dia kemudian menutup mata dan menghela nafas.

"...kalo itu maumupun...saya tidak bisa melarang", katanya menunduk.
Hah?
Dia kan bapaknya?
Maksudnya?
Gw direstuin nih?

"Tapi...", tanya gw kebingungan, ga paham maksud dia.
Dia menatap gw, kemudian berkata, "Saya tidak sepenuhnya punya hak"

Bukannya menjelaskan, itu bikin gw makin bingung.

"Hah?", tanya gw menaikan salah satu alis. Nola juga mendongak menatap ayahnya. Pak Abqari menghela nafas setelah melihat ekspresi Nola.

"...saya sudah tidak bersama ibunya", jawabnya kemudian dengan tatapan dingin.

Oh...

Dia menarik nafas, "Jadi tanya dulu ibunya Nola, saya setuju-setuju aja"

Mata gw berbinar, rasa senang langsung menjalar di tubuh gw.
"Beneran?!"

"Ya. Nola udah gede, dia boleh nikah sama siapapun yang dia mau", jawab ayahnya penuh pengertian. Ngga itu doang, dia tersenyum ke gw.

Gw hadep Papa dengan perasaan yang sengat bahagia. Melihat respon ayahnya Nola, Papa ikut tersenyum.

"Saya pengen tau lebih dalem soal cerita kalian, bagaimana kalo kita ke lounge aja? Disini terlalu rame", ajak ayahnya dengan ramah.

Dengan senang hati gw mengangguk.

"Have fun!", Papa tersenyum hendak pergi, tapi kerah lehernya ditahan Pak Abqari. "Ngga, ngga, ngga, lu ikut juga", tariknya.
_________________________________________
Kita ber-4 duduk di Lounge hotel kelas 5 ini.

Gw duduk sama Papa, berhadapan dengan Nola dan ayahnya.

"Saya bener-bener ga nyangka bisa ketemu Nola sesaat sebelum nikah. Kupikir ga akan bisa ketemu lagi", senyumnya membelai kepala Nola, membuatnya tersenyum.

I Order You to Follow Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang