15. Leon

2.1K 138 20
                                    

Gw membuntuti mobil Bugatti Papa.

Malam ini, ada acara tahunan untuk CEO dan keluarga boleh ikut.
Acara tahunan ini diberi nama, 'Chamber of Charity', setiap CEO yang berinfluensi besar di negara ini akan diundang. Bersama, mereka bakal ngumpulin duit dan mendonasikannya.

Ga jarang mereka lelang, atau berjudi, atau berkerja sama. Pokoknya duit adalah permainan bagi mereka.

"Apa bener Papa tau siapa Ayah?", tanya Nola disebelah gw.

Dia mengenakan dress ungu off shoulder berenda pemberian Mama.
Ditambah make up yang menghias wajah sayu membuatnya terlihat luar biasa.
Bibirnya yang semerah darah itu sangat menggoda.
Kalung yang menghiasi leher jenjang putih itu
Ngga, sebenernya tanpa make up-pun.
Dia udah cantik.

Cantiknya melebihi Mama bagi gw.

"Ntahlah, Papa ini orangnya nekat. Yah...kadang dia cuma tergantung nasib. Bener atau ngga", jawab gw sebisanya, menyalakan lampu sen kiri sebelum berbelok.

Kita akhirnya sampe ke hotel acara ini diselanggarakan. Tapi beda dari Papa yang berbelok ke pintu masuk utama hotel, gw masuk dan parkir mobil ke basemen.

Kenapa?
Soalnya Papa harus foto sebagai bukti hadir, semacam red carpet gitu. Papa ga bawa Mama atau adek-adek.

"Hah...aku ga ngerti sama omongan mereka. Mending kita pergi ke mall, ya?", kata Mama pas diajak tadi. Adek-adek setuju, soalnya bagi mereka tempat itu penuh orang sombong. Mereka bakal pamerin harta entah berlian mereka, tas mahal limited edition, mobil dari suami, atau bagaimana anak mereka bermain polo dan memenangkan sesuatu.
Mereka orang-orang elit terpilih, ga heran kalo mereka angkuh.

Gw sebenernya boleh ikut ke pintu utama tapi...engga deh. Gw kesini buat nemuin bapaknya Nola, bukan pesta-pesta seenaknya. Well itu bisa jadi sih.

Gw memarkirkan lamborghini gw, kemudian mematikan mesinnya. Gw menghela nafas kemudian menengok ke Nola, "Kamu siap?", tanya gw. Dia mengangguk, kemudian kami membuka scissor doors. Ia melangkahkan kaki berbalut metallic D'orsay peep-toe heels karya David's bridal. Walaupun tidak nyaman, dia ingin tampil cantik untuk pertemuan pertama dengan ayahnya.

"Ayah...ternyata masih hidup", gumam Nola sambil mengaitkan lengannya ke gw, bermanjaan. "Aku juga ga ngexpect ini...kukira ayah kamu udah ga ada", kata gw jujur sambil berjalan menuju lift basement. Gw menekan angka, menunggu sebentar, kemudian masuk bersama Nola.

Di liftpun kita cuma bisa diam.
Ga sengaja gw liat pantulan Nola dari pintu lift.
Rambut bergelombangnya dibiarkan menjuntai di salah satu sisinya.
Tubuh yang ramping dan berkulit putih itu terlihat rapuh.
Mata yang sayu, terlihat bisa tertutup kapan saja.
Bibir yang memikat terlihat takut mengeluarkan suara manisnya.

Sempurna
Di mata gw Nola sempurna
Gw hoki abis kalo gw bisa terus bersamanya.
Ngga, gw emang harus sama dia.

Lift itu terbuka, kamipun melangkahkan kaki keluar.
Ballroom megah ini berwarna putih dihias oleh ukiran-ukiran berwarna emas, ada chandelier besar yang menggantung dengan indahnya. Dibawahnya banyak pria dan wanita berbincang dengan champagne di tangan mereka.

"Yuhu! Disini!", Papa mengangkat tangannya diantara kerumunan, menunjukan Rolex Yatch-Master pemberian Opa dulu.

Gw menggandeng tangan Nola, kemudian berjalan kearah Papa.
"Udah ketemu papanya Nola?", tanya gw langsung ke inti. Papa menggeleng, "Belom. Kamu kira cari 1 orang dari ratusan gampeng?", jawab Papa mengambil champagne dari pramusaji yang lewat, kemudian meneguknya dengan cepat.

"Woi, itu bukan 1 shot", tegor gw ngeliat Papa langsung habisin isi gelas.
Dia mengernyitkan dahi, "Ga enak", katanya melepehkan ludah. Kayanya makin Papa tua makin gaberes dia.

I Order You to Follow Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang