19. I'm Sorry

2.3K 141 10
                                    

Tante Desi terisak di depan gw, menyesali setiap perbuatannya ke Mama dulu.
Apa perlu gw hitung kalo dia juga salah ke gw? Maksudnya yang disebut anak haram kan...gw.

Perasaan gw campur aduk.
Dia salah.
Tapi kenapa gw ngerasa kasian?
Kan dia udah ngerecokin keluarga gw.
Bisa jadi, Papa ga bakal nyelesain masalah dengan 'caranya' kalo ini ga pernah terjadi.

"Tante. Aku sebagai anaknya Sarah maafin tante", kata gw bersungguh-sungguh, membangunkan tante Desi dari tundukannya. Tapi dia masih menangis.

Gw mengulumkan bibir berpikir. Setelah berpikir sesaat, gw menemukan ide.

"Tante gimana kalo....aku bikin kalian berdua ketemu?", gw menawarkan. Tante Desi yang tadi menunduk akhirnya mengangkat kepala menatap gw.

"Dia ga bakal maafin tante", jawab dia takut-takut. Gw menggeleng, "Kita gatau kan? Mama emang galak, tapi pemaaf kan? Lagian kalo kupikir-pikir...Mama salah juga", kata gw berusaha meyakinkan.

"Aku yakinin. Tante bisa minta maaf ke dia"

Sehabis itu, gw menggonceng tante Desi ke Jakarta.
Gw memutuskan untuk mempertemukan dia di salah satu ruang meeting kantor YSP.
Pastinya gw umpet-umpetan dari Papa.
Untung hari ini dia ada pergi dinas keluar selama kira-kira 1 hari.
Coba kalo Papa dikantor, bisa auto-setan dia ngeliat tante Desi.

Sebenernya ini suami istri suka setan sih.

_________________________________________

Kita duduk di ruang meeting nomor 19.
R

uang meeting yang sederhana.
Karena dibuat khusus maksimal 6 orang, ruangan ini cuma punya 2 sofa yang ga gede-gede amet. Ditengahnya ada meja kayu (gw pilih awas-awas Mama ngamuk). Dan beberapa tanaman penghias di sudut.

Gw juga ambil remote pengunci pintu awas-awas kalo Mama atau tante Desi mau keluar.

Tante Desi berdiri menghadap kaca yang menampilkan pemandangan Jakarta. Dengan jemari yang kurusnya, ia menyentuh kaca itu dengan lembut.

"Udah lama ga kesini", kata tante Desi melamun. "Dulu tante cuma liat pas ngelewatin gedung ini...tapi sekarang...tante di dalem", katanya membalikan badan menghadap gw.

"Tante...siap", senyumnya ragu. Senyumnya kadang mirip Nola.
Gw membalas senyum,
"Tante tunggu dulu ya", kemudian keluar menjemput Mama.

▪︎▪︎▪︎

"Mama baru tau ada orang yang maunya ketemu Mama, bukan Papa", kata Mama berjalan di depan gw. Tadi dia nungguin di lobby sambil ngobrol-ngobrol ke karyawan atau tante Gina dan lain-lain.

Dan yah...gw boongin dia.
Gw bilangnya ada clien Papa yang maunya ketemu Mama, soalnya dia takut sama Papa. Logikanya dia bisa ketemu gue sih. Untung Mama rada-rada (maaf Ma)

Kita menyusuri lorong kemudian membuka pintu ke 19.

"Halo. Maaf lama ya soalnya tad-", sambutan riang Mama berhenti karena rasa terkejurnya. Senyumnya yang me-welcome tadi segera sirna.

Apa yang ada dihadapannya bukanlah client.
Melainkan sahabat lamanya.

Mereka berdua diam saling melihat dengan tante Desi yang ketakutan dan Mama yang masih belum percaya.

Mama menggeleng tidak percaya yang dengan cepat diganti amarah.
Dia langsung berbalik, tapi gw menghalangi pintu tanpa berkata apapun.

I Order You to Follow Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang