Part 2

2.5K 72 2
                                    


Setengah berlari, kuturuni anak tangga menuju lantai bawah. Aku memukul kepalaku berkali-kali. ‘Apa yang kau lakukan Ay?’ kumaki diriku sendiri yang bersikap terlalu ceroboh bisa ketiduran. Bagaimana kalau laki-laki itu melaporkan sikap tidak sopanku pada Bu Diani? Aku bisa dipecat.

Lagi pula sekarang masih sore, mengapa dia datang lebih cepat? Bukankah Bu Diani mengatakan putranya akan datang nanti malam? sekali lagi aku mengarahkan pandangan ke lantai atas. Siapa tahu pemilik wajah karismatik itu menyusulku dan meneriakiku.

“Aysha.”

“OH YA.” Aku terkejut ketika seseorang menyapaku dari belakang sedangkan aku masih fokus memandang ke arah lantai atas.

“Maaf Bu,” aku langsung merasa bersalah, karena yang menyapaku adalah Bu Diani.

“Kamu kenapa?” Dia terheran melihat ekspresiku yang begitu kaget dan terus memandang ke lantai atas.

“Bukankah tadi Ibu bilang putra Ibu akan tiba malam hari?” ucapku.

“Iya, benar. Nanti malam. Apakah kamarnya sudah selesai?” Jadi Bu Diani sendiri juga tidak tahu kalau putranya itu sekarang sudah ada di dalam kamar. Keluarga macam apa ini?

“Tapi Bu. Putra Ibu sudah sampai,” Aku bahkan tidak menjawab pertanyaan Bu Diani dan langsung memberitahu tentang keberadaan putranya.

“Kamu bercanda. Mana mungkin. Dari tadi Ibu di dapur, tidak ada seorangpun yang datang,” ucap Bu Diani. Aku menatap Bu Diani lekat. Apa benar? Jangan-jangan pria tadi benar-benar hantu. Keluarga ini penuh misteri.

“Benar lo Bu, dia sudah di kamarnya.” Aku masih bersikukuh. Bulu kudukku mulai merinding.

“Ibu bisa cek ke lantai atas,” ucapku lagi. Bu Diani mengerutkan keningnya. Heran melihat tingkahku.

“Apa benar?” tanyanya tidak percaya.

“DITYA. ADITYA,” Bu Diani melangkah menaiki tangga dan memanggil nama putranya itu. Jadi namanya Aditya.

“Kalau begitu saya pamit pulang Bu,” ucapku dan segera menuju pintu.

“Bayaran kamu?” teriaknya.

“Besok saja.” Aku segera meninggalkan istana Bu Diani yang seketika berubah menjadi kastil horor dalam pandanganku. Aku segera memacu motorku melewati pekarangan yang lumayan luas yang dihiasi adenium dan kadaka itu. ‘Semoga saja pria tadi itu benaran putranya,’ gumamku.

♫♫♫♫♫

Aku tidak langsung pulang. Seperti biasa, saat sore hingga jam 9 malam kulakukan pekerjaan lain. Menerima orderan GoFood. Aku terpaksa sholat Asyar dan Magrib di jalan. Akupun mulai terbiasa mandi hanya setelah pekerjaan selesai. Sebenarnya sungguh tidak etis anak perawan sepertiku keluyuran sampai semalam ini. Kejahatan mengintai dimana saja. Tetapi harus bagaimana lagi. Aku butuh uang untuk membantu mama. Pendapatannya lumayan,  bisa digunakan untuk bayar angkos Bakda ke sekolah dan membeli lauk untuk makan malam.

Soal kemanan diri, aku punya cukup bekal. Aku menguasai bela diri taekwondo. Sejak SMK  aku memang menekuni ekstrakurikuler tersebut. Pencapaianku cukup bagus, sabuk hitam dengan dua strip putih. Sehingga mama juga tidak terlalu cemas melepasku bekerja hingga malam hari.

♫♫♫♫♫
Aku sampai di rumah dan langsung membawa masuk motorku. Tidak ada ruangan semacam garasi yang kami punya. Sehingga motorku juga harus berbagi tempat dengan Bakda dikala malam tiba.

Kulihat adik laki-lakiku itu telah menggelar kasur busa di ruangan serba guna kami itu. Dia bersiap untuk tidur. Agak aneh memang. Disaat anak lain seusianya masih sibuk keluyuran, duduk-duduk sambil nyanyi dan main gitar, dia sudah siap untuk tidur. Adikku satu ini memang luar biasa.

PARASITE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang