“Sassy?” Setelah sepersekian detik, mulut Aditya akhirnya menggumamkan nama wanita itu.
Wanita itu mengulurkan tangannya ke arah Aditya. Dia sangat anggun.
“Maaf ya, tidak sempat hadir waktu acara pernikahan kamu.” Suaranya juga sangat lembut. Aditya masih terpana. Tatapan matanya tidak seperti biasa, penuh binar merah muda. Apakah wanita ini yang pernah ditaksir Aditya?
“Mau bulan madu ya? Istri kamu mana?” tanyanya. Aku memang duduk di samping Aditya tetapi tampangku sangat tidak meyakinkan sebagai istri Aditya. Makanya dia bertanya. Aditya menoleh ke arahku.
“Oh ini.” Bola mata sipitnya yang indah beralih padaku. Dia mengulurkan tangannya. Apa arti kata ‘oh’ yang baru saja dia ucapkan.
“Sassy.” Dia tersenyum padaku, bola matanya semakin menghilang. Dia sangat memesona.
“Ayesha.” Tangannya sangat lembut sangat kontras dengan tanganku yang kasar, persis tangan kuli.
“Sepertinya kita satu tujuan ya. Dunia memang kecil,” tambahnya. Aditya tidak banyak bicara. Tetapi matanya seperti terikat kuat dengan wanita itu, seolah bola matanya itu logam dan sang wanita adalah magnet.
“Sayang ... kamu disini?” Seorang pria tinggi dengan wajah kebule-bulean menghampiri gadis itu. Dia langsung melingkarkan tangannya ke pinggang ramping sang gadis. Apa laki-laki ini suaminya?
Wajah Aditya langsung berubah. Antara canggung, atau kurang senang.
“Sayang, kenalkan ini teman kuliah aku dulu. Dia dan istrinya juga akan bulan madu, dan tujuan kita sama.” Wanita cantik itu terlihat sangat riang. Senyuman selalu mengembang di bibirnya yang merah alami.
Laki-laki itu menyalami kami. Ternyata benar. Mereka suami istri. Laki-laki itu sama riang dan ramahnya dengan si wanita. Pasangan sempurna. Mereka berdua terus beramah tamah bertanya banyak hal. Aditya kadang menjawab kadang tidak, terkadang hanya membalas dengan anggukan dan gelengan.
Jika prediksiku benar, kalau wanita ini adalah wanita yang ditaksir Aditya yang akhirnya menikah dengan orang lain. Aku paham sakit yang dirasakannya. Inilah yang dikatakan orang, luka tetapi tak berdarah.
Wanita itu memang menarik. Semua yang ada padanya sempurna. Fisik dan juga karakternya. Benar kata Kartika. Wanita idaman Aditya memang tidak bisa dibandingkan denganku. Aku tertingga jauh beberapa belokan darinya. Dari segi fisik, juga karakter. Aku cendrung kasar dan urakan. Sedangkan dia lembut dan cantik.
Tidak perlu dijelaskan dengan detail, semua terpampang dari sorot mata Aditya. Bahwa memang dia wanita itu.
Keduanya meninggalkan kami, mencari tempat duduk ke tempat lain. Suaminya juga sangat romantis. Tangannya selalu menggenggam jemari istrinya. Ini adalah rangkaian bulan madu kedua mereka. So sweet.
Aditya mengiringi langkah mereka dengan pandangan nanar. Semangatnya yang tadi membara berganti mendung yang siap menumpahkan hujan kapan saja. Kasihan sih. Tetapi mengingat perlakuan buruknya padaku, aku ingin tertawa. ‘Mau tertawa tapi takut dosa.’ Senyum licikku mengembang.
Setelah menempuh perjalanan udara selama lebih kurang dua setengah jam dan perjalanan darat selama 2 jam kami sampai di Kabupaten Balemo. Tinggal selangkah lagi. Dengan menggunakan kapal kami menyeberangi laut selama lebih kurang 25 menit barulah kami sampai di Pulo Cinta.
Pak Iswaya benar. Setelah sampai di sana dan menyaksikan segala keindahan yang terpampang nyata, semua lelah selama perjalanan terbayar lunas.
Selama perjalanan Aditya sama sekali tidak bersuara. Akupun tidak ingin memancingnya bersuara. Salah sedikit saja, aku bisa di gigitnya. Aku tahu hatinya sedang panas kali ini. Wanita pujaannya yang telah jadi miliki orang itu, selalu bermesraan sepanjang perjalanan. Ya iyalah, namanya pasangan bulan madu. Memangnya kami?