Honeymoon romantis penuh kepalsuan itu akhirnya berakhir. Kami harus segera kembali pulang, sedangkan Sassy dan suaminya melanjutkan rangkaian bulan madu mereka terus ke daerah timur. Kali ini tujuannya Raja Ampat. Wuizz keren. Setahun pertama pernikahan mereka habiskan untuk berkeliling mengunjungi tempat-tempat indah di seluruh Indonesia.
Meninggalkan salah satu tempat terintah seperti Pulo Cinta, rasanya berat juga, semoga suatu saat aku bisa kembali ke sini dan tentu saja dengan seseorang yang benar-benar kucintai.
“Sampai jumpa lagi ya Ayesha. Senang berkenalan dengan kamu,” Sassy memelukku. Dia wangi.
Sassy juga menyalami Aditya. Salam perpisahan. Perpisahan melepas mantan pujaan hati menikmati hari-hari indahnya bersama orang lain.
Aditya meraih pundakku dan menarik tubuhku mendekatinya. Di detik-detik terakhir, dia masih berusaha. Berusaha terlihat romantis dan bahagia menikah denganku, dihadapan Sassy.
Kedua pasangan suami-istri teromatis itu telah menghilang dari pandangan kami. Aku segera melapaskan diri dari rengkuhan kokoh lengan Aditya.
“Kenapa?” tanyanya.
“Kenapa, apa? Sudah berakhirkan?” ucapku. Jangan bilang dia mau akting romantis-romantisan ini terus dilanjutkan.
“Siapa juga yang masih mau romantis-romantisan sama kamu,” kilahnya. Baguslah kalau begitu. Kita sama.
Saat perjalan pulang dia lumayan baik. Tidak lagi menyiksaku seperti sebelumnya. Kakiku yang robek oleh karang waktu itu, saat sampai di daratan harus dijahit. Jadi masih sangat sakit. Untuk jalan saja masih berjinjit. Adalah sedikit rasa kasihannya, sehingga mau membawakan koperku. Terkadang juga membimbing tanganku jika aku terlihat sangat kesakitan. Wajar. Aku seperti ini juga karena dia. Karena menyelamatkannya.
Bu Diani telah menunggu kami di bandara. Dia cukup kaget melihatku berjalan berjinjit.
“Kamu tidak apa-apa Ay?” Dia langsung mengejarku, bukan putranya. Pandangan curiganya langsung mengarah ke Aditya.
“Bukan salahku lo Ma.” Dia langsung membela diri. Aku menjelaskan pada mertuaku itu kalau ini hanya kecelakaan kecil.
“Mama apaan sih, anak Mama itu aku. Bukannya meluk dan cium aku, malah dimarahi.” Dia terlihat kesal.
Bu Diani tersenyum melihat sikap kekanakan Aditya. Dia beralih memeluk putra semata wayangnya itu.
“Gimana bulan madunya?” bisik Bu Diani di telinga Aditya.
“Menurut Mama?” Dia malah balik bertanya.
“Kamu bawa pulang Ayesha dengan utuh saja, Mama sudah lega,” canda Bu Diani.
“Memangnya aku sejahat itu,” balas Aditya.
Hari ini Pak Iswaya tidak bisa menjemput kami karena ada proyek di luar provinsi yang harus diurusnya. Baguslah. Jadi beberapa hari kedepan aku bisa menikmati tidur dengan nyaman di kamarku sendiri.
“Istirahatlah, kamu pasti lelah,” Bu Diani mengantarku sampai ke kamar. Mertua terbaik.
“Bu ...,”
“Bagaimana kabar Mama?” tanyaku. Selama bulan madu, aku tidak bisa mengunjungi mama.
“Sidang putusannya telah dilakukan,” ucap Bu Diani. Dadaku bergemuruh, tidak sabar mendengar berapa lama masa hukuman yang harus dilalui Mama. Aku berharap mama segera keluar setelah dipotong masa penahanan selama ini.
“Berapa lama Bu?” tanyaku sambil terus berharap.
“Sepuluh bulan Ay,” jawab Bu Diani. Aku menutup mulutku. Selama itu? Ada rasa sakit kurasakan di dada. Sakit dan sesak. Sangat lama. Air mataku meleleh. Pundakku bergetar. Bu Diani menghapiriku dan memelukku. Memberi kekuatan.