Part 3

2.3K 53 1
                                    


Bu Diani masuk rumah dan langsung menghampiri putranya sambil berteriak histeris.

“DITYAA....”

“Dasar wanita jalang. Kamu tidak apa-apa sayang?” ucapnya sambil meraih putranya itu dalam pelukan. Dia membelai dan mencium rambut putranya itu berkali-kali. Kelihatan sekali dia sangat menyayangi Aditya. Seperti mama menyayangi Bakda.

“Tidak apa-apa Ma. Mama apaan sih, aku bukan anak kecil,” Aditya mencoba melepaskan diri dari pelukan mamanya. Mungkin merasa malu karena aku masih ada diantara mereka.

“Ayesha, terima kasih banyak. Kamu telah berjasa menyelematkan putra Ibu. Sekali lagi terima kasih.” Perhatian Bu Diani beralih padaku, dia menggenggam kedua telapak tanganku. Pandangan matanya mengisayaratkan rasa  syukur luar biasa.

“Ibu tidak tahu apa yang akan terjadi pada Ditya, putra Ibu satu-satunya, kalau tidak ada kamu,” tambahnya lagi dengan mata mulai berkaca-kaca. Pantasan saja, ternyata dia putra satu-satunya.

“Tidak apa-apa Bu. Tapi saya cemas, bagaimana kalau saya dilaporkan?” ucapku mengutarakan kegundahan yang sedari tadi kurasakan.

“Kamu tidak usah cemas, dilihat dari sisi manapun, yang salah adalah wanita jalang itu. Dia kan yang cari gara-gara, melakukan penyerangan ke rumah orang. Kalau dia melapor, Ibu juga akan laporkan dia balik. Kamu tenang saja.” Dia terlihat begitu berapi-api, apalagi saat menyebut wanita jalang. Ada dendam membara kurasakan yang disimpan Bu Diani untu wanita itu.

“Lagian ini semua salam Mama,” celetuk Aditya. Bu Diani langsung menatap putranya itu. ‘Mengapa dia malah menyalahkan mamanya? Jangan-jangan benar kata wanita tadi, kalau Bu Diani seorang pelakor?’

“Mengapa kamu malah menyalahkan Mama?” Bu Diani tidak terima dengan penghakiman putranya.

“Coba Mama tidak balik lagi sama papa, hidup kita pasti tetap damai seperti dulu,” ucap Aditya.

“Kamu tidak senang mama balik sama papa kamu? Semuanya mama lakukan buat kamu Ditya,” ujar Bu Diani.

“Iya. Tapi sekarang mama lihatkan. Wanita itu justru menuduh mama pelakor.” Perdebatan ibu dan anak itu terlihat sangat sengit. Aku sebagai orang asing merasa tidak enak mendengar percakapan mereka. Aku melangkah ke arah ruang tamu, membantu Nurna membersihkan ruangan yang berantakan dan mengumpulkan beling yang berserakan.

“Jadi dia bilang mama pelakor? Dasar wanita kurang ajar. Pelakor kok teriak pelakor?” Meski sudah sedikit menjauh, suara Bu Diani masih bisa kudengar.

“Makanya, kalau mama tidak bisa melepaskan papa, seharusnya dari dulu mama tidak memilih mengalah dari wanita itu. Sekarang mama lihat, dia merasa jauh lebih berkuasa dari mama,” putranya masih menimpali ucapan mamanya. Aku dan Nurna hanya saling berpandangan.

“Udah lah Ma, lebih baik kita seperti dulu lagi, meskipun tanpa papa kita bisa bahagia,” tambah Ditya. Satu persatu pertanyaanku tentang keluarga ini terjawab, aku sama sakali tidak berniat menguping.

“Tidak Ditya, mama akan merebut semuanya kembali. Semua yang seharusnya menjadi milik kamu dan mama,” ucap Bu Diani.

“Aku capek ngomong sama Mama,” Aditya mulai kesal dengan mamanya sendiri dan beranjak meninggalkan wanita itu.

“Ditya, kamu harus tetap bantu mama.” Aditya menghentikan langkahnya.

“Menikahlah segera,” ucap Bu Diani tiba-tiba.

“Perkenalkan pacar kamu itu pada Mama. Pernikahan kamu harus dipercepat,” tambahnya lagi. Aditya hanya terlihat melongo.

“Apa hubungannya Ma?” tanya Aditya tidak mengerti.

PARASITE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang