“Kalian berdua duduklah!” perintah Pak Iswaya.
Kami duduk di depan Pak Iswaya. Aku sedikit bergetar, Aditya juga, aku bisa merasakannya karena tangan kami masih saling bergenggaman.
“Sekarang Bapak ingin mendengar dari mulut kamu, Ayesha. Apa benar semua yang dikatakan Kartika?”
Kami bertiga; aku, Aditya dan Bu Diani kompak memandang pada wanita jahat berlipstik tebal itu. Sekarang dia merasa berada di atas awan. Sebentar lagi dia akan mendapatkan apa yang selama ini dia inginkan.
“AYESHA,” hardik Pak Iswaya.
Aku tertunduk. Tidak mampu berkata apapun.
“Baik. Karena kamu diam, berarti semuanya benar. Bapak tidak menyangka kalau kamu wanita seperti itu, yang rela menikah settingan hanya demi uang.”
“KALIAN BERTIGA TELAH MEMBUATKU SEPERTI ORANG BODOH!!” Suara Pak Iswaya menggelegar diseluruh ruangan. Bu Diani semakin terisak. Semuanya akan berakhir hari ini. Apa yang kami lakukan memang salah.
“Sekarang juga, kamu keluar dari rumah ini!”
Aku menggigil, tanganku memegang erat jemari Aditya.
“PAPA?” Aditya bersuara.
“Kami memang salah telah membohongi Papa. Tetapi sekarang aku dan Ayesha saling mencintai. Aku tidak mau berpisah dari Ayesha.”
Aditya merangkulku. Bola mata Kartika hampir meloncat dari rongganya saat mendengar pengakuan Aditya.
“Drama apa lagi ini?” dengusnya sinis.
“Papa tidak peduli. Kamu belum sadar juga, betapa mengerikannya wanita ini. Dia mendekati kamu hanya demi uang Aditya. DEMI UANG.”
Hatiku terasa tercabik mendengar dakwaan Pak Iswaya.
“Pa, Ayesha tidak salah. Semua ini salah Mama. Mama yang memaksa Ayesha melakuaknnya Pa.” Bu Diani mengiba dengan tangan menutupi muka.
“Kamu diam Ma!”
Pak Iswaya memang pantas marah, sebagai kepala keluarga harga dirinya pasti terasa terinjak-injak. Dibohongi oleh anak,istri, dan menantunya sendiri.
“APA MASIH KURANG JELAS. KELUAR DARI RUMAH INI, SAYA TIDAK INGIN MELIHAT MUKA KAMU LAGI.”
Aku melepaskan tangan Aditya, dan berlari ke lantai atas.
“Ayesha ....”
BU Diani dan Aditya kompak menahanku. Mereka mungkin merasa bersalah.
Hari ini akhirnya datang juga. Cepat atau lambat pernikahan ini akan berakhir. Tetapi mengapa harus sekarang? Disaat aku mulai menyukai Aditya?
Aku menangis sejadi-jadinya. Baru saja merasakan bahagia, sekarang berurai air mata lagi. Apa memang untuk selamanya aku tidak punya hak untuk merasakan bahagia?
Dengan air mata terus bercucuran, aku mengemasi barang yang bisa kubawa. Di lantai bawah masih bisa kudengar perdebatan.
Mengapa aku justru jatuh cinta pada Aditya. Akan sangat mudah jika hal itu tidak terjadi, sehingga kalau berpisah tidak akan sesakit ini.
Dengan gontai aku menuruni tangga. Nurna menyusulku. Wajahnya pucat pasi, ini pasti juga membuatnya kaget.
“Ayesha. Kamu akan pergi kemana?” bisiknya lirih.
“Semua ya telah usai, Nur. Aku akan kembali ke asalku.”
Nurna terisak dan merangkulku.
“Aku masih berharap semuanya akan membaik lagi,” harap Nurna. Aku menganguk, meskipun tidak yakin. Karena Pak Iswaya benar-benar telah membenciku sekarang.