Am I the Bad Guy ?

1.9K 349 17
                                    

Perempuan berkerudung jingga itu meletakkan berkas di meja milik Manager SDM perusahaan Bumi Raksa Pratama.

Pria bernama Devan Arkano yang masih duduk di belakang meja, memandang perempuan itu, sambil tersenyum getir.

Devan masih ingat bagaimana perempuan yang kini berdiri manis di depannya ini, menolak untuk menikah dengannya satu tahun lalu. Membuat hatinya kini membenci dan menjaga jarak dengannya.

"Ada apa Des?"

Kalau dulu di awal pertemanan mereka, Devan dengan gencar mendekati Desi dan bahkan memanggilnya dengan sebutan Sweety atau panggilan mesra lainnya.

Kali ini ia sudah enggan memperlakukan perempuan ini secara istimewa.

"Maaf mengganggu waktunya Pak Devan. Pak, bolehkah saya minta tolong untuk memasukkan satu berkas lagi, calon kandidat program beasiswa?"

Devan menurunkan kacamata yang terbingkai di wajahnya yang meski tidak terlihat muda lagi, tapi tetap terlihat tampan.

Desi terlihat gugup. Kalau saja dia tidak dipertemukan dengan sosok gadis manis bernama Raifa kemarin sore, dia mungkin tidak akan berdiri disini, memohon di depan pria yang pernah melamarnya satu tahun silam.

"Sorry Des. Penerimaan dokumen sudah ditutup sejak kemarin sore."

Suara Devan membuyarkan konsentrasi perempuan itu.

"Apakah tidak ada kebijakan khusus untuk bisa memasukkan satu orang lagi, Pak?"

Bagi Devan, suara perempuan itu lebih terdengar seperti memohon padanya untuk dinikahi daripada untuk menambah jumlah kandidat penerima beasiswa.

Sorot mata teduh milik perempuan itu, perlahan memudarkan kebencian Devan. Sejatinya, dia tidak pernah benar-benar membenci perempuan ini.

Ia masih menyimpan perasaan khusus, terlebih saat Desi mengajak Kayla, putrinya yang berusia dua tahun, ikut acara family gathering perusahaan.

Gadis mungil itu, tanpa ia minta, menggandeng tangannya dan memanggilnya dengan sebutan Papa. Devan senang karena ia memperhatikan betapa anak kecil itu membuat wajah Bundanya tampak bersemu kemerahan, hampir di sepanjang acara.

"Duduklah Des. Saya tidak bisa berjanji banyak. Karena semua biodata yang ada di meja saya, sudah melalui seleksi Bos."

Devan membuka curriculum vitae dan membaca sekilas nama dari Raifa Rufaida. Mahasiswi tingkat dua fakultas kedokteran di Jakarta.

"Dia temanku." Desi menjawab pendek.

Devan memincingkan mata.

"Sejak kapan kamu berteman dengan anak kuliah?"

Lelaki itu tersenyum dan hampir saja Desi terpukau dibuatnya.

"Hmm... Kami berteman baik sejak bertemu. Baiklah Pak, kalau memang tidak bisa, tidak apa-apa. Terimakasih atas waktunya."

Desi membawa kembali dokumen yang semula sudah dia letakkan di meja.

Devan menangkap kekecewaan sekaligus kesedihan di nada bicara perempuan itu. Dan ia tidak menyukainya.

"Des... CVnya ditaruh di meja saya saja. Besok kalau saya bertemu Bos, saya coba lobi beliau."

Perempuan itu membalikkan badan dan menatap Devan sambil tersenyum.

"Beneran Pak? Terimakasih."

Wajah perempuan itu berubah menjadi lebih berseri.

"Kalau misalnya Bos ternyata menerima, saya minta kompensasi sama kamu ya. Saya mau ajak Kayla ke kebun binatang, akhir bulan ini."

CONNECTED TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang