Love is miracle of hope

1.8K 280 5
                                    

*High Care Unit*

Prof Iskandar dan dokter Alena berkumpul di ruang perawatan intensif bersama Kevin dan Tiara yang masih terbaring lemah.

"Tia, pagi ini kita akan melakukan operasi. Kita berdo'a semoga semuanya lancar. Tia juga harus siap apapun yang terjadi. Karena bayi dalam kandungan Tia, masih prematur. Meskipun kami sudah memasukkan obat untuk pematangan paru, tapi tetap berat badannya belum cukup."

Tiara menitikkan air mata. Sungguh, Kevin ingin menghapus butir bening yang mengalir di pipi perempuan ini. Tapi apalah hak dia, Tiara belum halal untuk ia miliki.

"Dokter, kalau saat operasi terjadi hal yang tidak diinginkan. Bisakah kembali ke permintaan saya di awal, tolong selamatkan anak saya terlebih dahulu."

"Jangan pernah mendahului takdir Tia..."

Nada bicara Kevin meninggi, seolah seperti memarahi Tiara. Ia kesal dengan perempuan yang disayanginya ini, begitu mudah menyerah dan terdengar putus harapan.

"Kalau ukuran miomanya besar, apakah kemungkinan rahim saya akan diangkat juga Dokter?"

Dengan berat hati Prof Iskandar mengangguk. Tiara terlihat sedih. Musnah sudah harapannya. Dia masih belum genap tigapuluh tahun dan dia tidak akan bisa memiliki anak lagi dari rahimnya sendiri.

Prof Iskandar dan Tante Alena bersiap menuju kamar operasi. Bunyi alat monitor memecah keheningan antara dirinya dan Kevin.

"Aku ijin menandatangani persetujuan operasi ya Tia..."

Tiara mengangguk lemah. Meskipun dia masih sadar, tapi pergelangan tangan kanan dan kirinya terpasang selang infus.

"Kev... Setelah aku operasi... Kamu mau kan, mengabulkan permintaan aku?"

"Apa itu?"

Kevin malah balik bertanya.

"Kalau aku meninggal di meja operasi, tolong makamkan aku di sebelah makam kedua orangtua kandungku. Kamu cari no hp Bu Ratna, Ibu pantiku. Kalau anakku bertahan hidup, titipkan dia ke Bu Ratna. Aku yakin Ibu mau membesarkan dia dengan kasih sayang."

Kevin tidak bisa menyembunyikan wajah kecewanya.

"Kemana sosok Tiara yang aku kenal? Tiara yang meski berulang kali jatuh dari motor sampai pernah menabrak pohon, tapi dia tetap nggak kapok nyetir motor.

Tiara yang sempat tersesat di hutan saat kita naik gunung, tapi dia nggak nyerah buat cari jalan pulang. Tiara yang menangis dan mengadu sama aku, kalau dia bukan anak kandung tapi dia tetap berusaha mencari siapa Orangtuanya.

Tiara yang berkali-kali gagal ikut program bayi tabung namun pada akhirnya dia bisa hamil. Dan sekarang aku juga berjuang buat bisa sama-sama kamu, tapi kamu mau malah nyerah begitu aja. Aku benar-benar kecewa sama kamu."

Kevin sengaja memarahi Tiara, namun ia masih dapat menguasai nada emosinya. Tiara mencoba tetap tersenyum meski matanya sudah berkaca-kaca. Dia tahu, itu cara Kevin menunjukkan rasa sayang padanya.

"Kev, terimakasih atas semua yang kamu berikan selama ini sama aku. Waktu, perhatian, kasih sayang. Tapi, masa depan kamu bukan sama aku, Kev. Setelah hari ini, aku mungkin nggak akan bisa punya anak lagi. Jangan mengorbankan diri kamu terlalu banyak. Aku nggak akan bisa membalasnya."

"Cukup sekali aku kehilangan kamu, Tia. Sewaktu kamu cerita ke aku, ada laki-laki yang melamar dan menerima kamu apa adanya. Aku nggak mau kehilangan kamu kedua kali. Aku sayang sama kamu, Tia. Kamu nggak sendirian. Ada aku di samping kamu. Kamu mau kan, berjuang sama aku?"

Kevin tidak tahan lagi. Ia mengambil sapu tangan di saku kemejanya dan menghapus titik air mata di pipi Tiara.

Lagi-lagi Tiara diam. Dia memilih tidak menjawab pertanyaan Kevin. Dia takut jawabannya akan melukai perasaan lelaki itu.

CONNECTED TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang