Our Distance

1.9K 319 7
                                    

Raifa masih tertegun di depan lap top. Sudah satu bulan ini dia tidak sempat membuka e-mail. Begitu banyak hal yang terjadi. Semua seperti badai yang berulang kali menghempas dirinya.

Kemarin sore keluarga Kevin Adhytiadarma resmi melamar adiknya. Semula Raifa menentangnya. Tapi apa boleh buat, dia mengalah dengan keputusan Tante dan Omnya yang memilih menerima pinangan Kevin.

Dia terpaksa mengikuti prosesi lamaran itu, meskipun pada akhirnya dia kembali bertemu sosok Kak Rafka. Dia sudah tidak simpati lagi pada kebaikan lelaki itu, meski dia mengakui lelaki itu menepati janjinya untuk mengembalikan kuesioner penelitiannya dalam kondisi sudah terisi lengkap.

"Ai... Kamu, nggak apa-apa kan, kalau adikmu menikah lebih dulu?"

Sempat-sempatnya Kak Rafka mendekatinya saat jamuan makan siang. Raifa tidak menjawab dan hanya menanggapi dingin pertanyaan lelaki itu.

Beberapa hari sebelum lamaran, Rania masih menangis memeluknya di balik selimut. Adiknya itu memang belum siap untuk menikah. Tapi Tante dan Omnya sebagai wali dari orangtua mereka, tidak ingin nama keluarga besar mereka tercoreng. Apalagi kalau suatu saat Rania ternyata berbadan dua, tanpa suami.

Beberapa kotak pesan yang masuk di layar lap top, menyadarkan Raifa dari lamunan panjang tentang adiknya.

"Re: Beasiswa Bumi Raksa Pratama. 24 Agustus 2019."

Ya Allah, dia benar-benar terkejut. Pesan ini tidak pernah dibuka olehnya, satu bulan sejak surat ini masuk.

Jemarinya menyentuh keyboard, membuka isi balasan mengenai beasiswa yang diajukannya. Raifa mengerjapkan mata seolah tidak percaya ketika tulisan di depan layar menampilkan pemberitahuan bahwa dia lolos seleksi beasiswa dengan perincian biaya yang sangat fantastis.

Selain mendapat bantuan berupa uang SPP per semester, dia juga akan mendapat bantuan biaya hidup per bulan dan juga uang buku. Jumlah total dana yang akan diterima adalah limabelasjuta setiap bulan. Raifa menghitung jumlah angka nol dibelakang angka 15, memastikan dia tidak salah menghitung.

Bahkan dulu mendiang Papa hanya memberinya uang lima juta per bulan. Ia tahu Papa bukanlah orang yang pelit. Papa hanya ingin dia belajar menabung dan mengatur keuangannya sendiri agar suatu saat dia lebih menghargai uang.

Gadis itu membaca kembali, konsekuensi setelah dia mendapatkan beasiswa. Tanggal 26 September, dia harus datang menemui Kepala Departemen SDM perusahaan, untuk membawa fotokopi buku tabungan, fotokopi kartu mahasiswa dan menandatangani surat perjanjian antara penerima beasiswa dan perusahaan.

Terdapat dua baris tulisan yang dicetak hitam, pertanda itu sesuatu yang penting. Terhitung sejak dia menerima e-mail pemberitahuan ini, dia wajib memberikan laporan kegiatannya di kampus, setiap awal pekan kedua dan keempat
dalam bentuk narasi dan foto kegiatan melalui e-mail ke akun Direktur utama perusahaan.

Gadis itu mencatat dengan cermat alamat e-mail tersebut dan mulai mengirimkan tulisan mengenai perkembangan akademiknya. Dia bahkan sudah terlambat satu bulan untuk mengirim laporannya.

Jari gadis itu terhenti. Tunggu dulu... Dia jadi teringat, bukankah owner perusahaan ini, adalah orang yang sama yang membantunya menggenapkan kuesioner penelitian dosennya. Semua karyawan yang bekerja di sana, diminta untuk mengisi. Sampai dosennya juga memuji karena dirinya berhasil mengumpulkan tugas sebelum batas waktu.

Dan pemilik perusahaan itu adalah teman dari Kak Rafka. Dia tidak menyangka, lelaki itu masih memiliki teman yang baik, selain Kevin yang sebentar lagi akan menjadi adik iparnya. Setidaknya rasa benci yang mendadak muncul karena pertemanan Kak Rafka dan Kevin, perlahan mulai terkikis.

CONNECTED TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang