Love is about Faith

1.9K 302 14
                                    

*Rainbow Cafe*

Raifa masih menikmati nasi putih dan sup iga yang dipesannya untuk makan siang. Sudah beberapa kali dia janjian saat weekend bersama perempuan yang telah dianggap kakak, olehnya. Namun baru kali ini mereka benar-benar bisa bertemu. Raifa dan Mbak Desi makan siang  bersama si cantik Kayla.

"Bun, Kayla mau pesan lagi makanan kayak punya Aunty."

Kayla melirik sup iga milik Raifa. Mungkin karena Raifa selalu makan dengan lahap, sehingga si kecil Kayla jadi penasaran seperti apa rasanya semangkuk sop iga.

"Kayla Sayang, ini nasi gorengnya belum habis lho."

Desi membujuk putrinya dengan shabar. Putri kecilnya itu memang kadang moody bila diajak makan di luar. Raifa tersenyum geli melihat tingkah Kayla yang sudah mengambil sendok untuk mengambil kuah supnya.

"Ini Kay, Aunty suapin. Aaaa...."

Raifa dengan telaten mengambil sendok dan menyuapi Kayla yang terlihat senang.

"Enak Bun. Nanti Bunda beliin satu buat di rumah ya."

Desi mengangguk. Dia senang hari ini Kayla makan dengan antusias. Biasanya tiap diajak jalan dan makan, Kayla cuma mau makan beberapa sendok. Itu pun pakai acara drama nangis-nangis dulu, baru Kay mau menghabiskan makanannya.

"Bun, Kay main disitu ya."

Kayla menunjuk playground yang menjadi daya tarik anak-anak pengunjung kafe. Belum sempat Desi mengiyakan, Kayla sudah dengan lincah berlari menuju ke area permainan.

"Kayla lucu dan gemesin ya Mbak. Tahun depan, apa Kay sudah masuk SD?"

"Iya Fa, tapi umurnya masih kurang kalau mau masuk sekolah negeri. Mungkin nanti mbak masukin ke SDIT dekat rumah aja. Rencananya mau konsultasi ke Psikolog dulu, memungkinkan atau nggak untuk masuk SD. Kalau belum bisa, terpaksa TB Bnya ngulang setahun lagi."

"Oooh iya sih. Pelajaran SD jaman now, beda sama jaman aku dulu. Dulu aku masuk SD umur lima setengah, mbak. Tapi seingatku dulu nggak berasa itu namanya belajar. Yang ada, cuma sekolah itu dengerin guru di kelas dan puas-puasin main pas jam istirahat. Main kasti, bola bekel, gobak sodor, sama ikutan dokter kecil."

"Lha... Kok sama kayak mbak Desi sih Dek. Hehe..."

"Berarti kita hidup di jaman old ya Mbak. Dimana gadget itu belum ada."

"Iya Dek."

Keduanya tertawa dan kemudian mulai menyantap pesanan desert mereka yang baru saja datang. Es krim vanila coklat.

Entah bagaimana memulainya, Raifa juga bingung. Dia sebenarnya ingin menanyakan sesuatu kepada Desi. Dia masih penasaran dengan Kak Rafka. Benarkah lelaki itu Bos perusahaan tempat Mbak Desi bekerja.

"Mbak..."

"Dek..."

Mereka berdua berbicara bersamaan.
Lalu keduanya tertawa.

"Kamu duluan Dek."

Raifa berdehem gugup.

"Mbak Des, Bos perusahaan tempat mbak kerja, namanya siapa?"

Desi terdiam. Duh... Akhirnya momen ini terjadi juga. Dia ingat pesan Bosnya seminggu setelah pengumuman penerimaan beasiswa.

"Des, kamu kenal Raifa dimana?"

Desi lalu menceritakan pertemuan pertamanya dengan gadis itu di mushola kantor.

"Bisakah saya meminta sama kamu satu hal? Kalau suatu saat dia bertanya tentang saya dan perusahaan ini, kamu bisa jawab saya karyawan biasa disini. Bukan atasan kamu."

CONNECTED TO YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang