31. TAK TERLUPAKAN

24.1K 724 59
                                    

Sekarang ini Nolan sedang menunggu Inara yang sampai tengah malam pun perempuan itu belum sadar. Mungkin juga efek dari disuntik, makanya Inara belum ada tanda-tanda siuman. Suhu tubuh Inara juga sempat menurun tadi, untungnya dokter dengan sigap menangani Inara hingga akhirnya suhu tubuh Inara kembali normal.

"Lo bikin gue khawatir banget, Ra." Nolan menyanggah kepalanya dengan tangan yang menempel di sisi brankar Inara. Menatap perempuan itu dengan tatapan sendu. "Siapa yang berani jahil kebangetan kayak gini ke lo?"

"Kalau sampai gue tahu, gue bakalan bales perbuatan mereka."

"Jadi ayo bangun, Ra. Gue beneran khawatir."

Meski Nolan sudah berusaha mengajak Inara mengobrol, tetapi perempuan itu masih tetap di posisi yang sama dengan mata terpejam tanpa pergerakan apapun selain deru napasnya yang naik-turun. Nolan akhirnya beranjak dari kursi dengan perasaan campur aduk, kemudian berjalan ke arah jendela seraya menyingkap sedikit tirai gorden hingga memperlihatkan keadaan luar yang sedang hujan. Malam ini hujan turun begitu tenang tanpa ada dentuman petir yang saling menyambar, pasti di luar sana terasa sejuk udaranya. Nolan jadi ingin keluar sebentar sembari mencari kopi hangat yang akan menjadi temannya.

Kembali menutup tirai itu, Nolan berjalan mendekati sisi brankar dan membisikan sesuatu di telinga Inara.

"Gue tinggal sebentar ya Ra, enggak lama kok. Nanti gue balik lagi, lo jangan khawatir ya. Gue akan selalu jagain lo, karena gue calon kakak lo sendiri," bisik Nolan lalu menjauhkan dirinya.

Merasa kalau Inara aman jika ditinggal sebentar akhirnya Nolan melenggang pergi dari sana. Disaat Nolan sudah tidak ada di ruangan tersebut, mendadak ada pergerakan tangan dari Inara seraya bibirnya menggumam pelan dengan memanggil seseorang.

"K-Kak J-Juna..., tolongin aku...."

"B-Bunda..., I-Ira takut g-gelapp...."

Usai mengucapkannya secara pelan dan lirih. Inara kembali hanyut dalam ketidaksadaran.

*****

Hujan menjadi satu alasan Arjuna berada di dekat taman luar rumah sakit sekarang ini bersama dengan Fanya di sampingnya. Dengan tangan yang masih terinfus, Arjuna mengadahkan telapak tangannya ke langit atas sehingga dapat merasakan tetes demi tetes air hujan yang membasahi telapak tangannya. Dingin. Arjuna merasakan dingin dan ketenangan sesaat sebelum akhirnya Fanya menarik lengannya untuk pergi dari sana.

"Ayo kita balik ke ruang rawat kamu, aku enggak mau ya sampai ketahuan Papa kamu kalau kita ada di sini," ujar Fanya.

"Gue pengen hujan-hujanan sebentar."

"Kamu gila apa? Ini udah malam, apalagi kondisi kamu belum pulih banget. Jangan cari masalah deh, Arjuna." Fanya memarahi Arjuna dengan nada khawatir. Ini kesalahan  Fanya yang asal menuruti permintaan Arjuna yang ingin melihat hujan, maka jadilah seperti ini. Cowok itu malah minta untuk bermain di bawah hujan.

"Gue mohon sekali ini aja gue pengen ngerasain main di bawah air hujan," pinta Arjuna melepaskan cekalan tangan Fanya di lengannya.

"Juna, nanti yang ada kamu makin sakit! Aku enggak mau ya!"

"Tubuh ini udah lelah untuk bertahan, rasa sakit pun berasa udah enggak ada apa-apanya bagi gue," balas Arjuna tersenyum simpul. Kemudian berjalan ke tepian dan  perlahan langkah kakinya membawa menuju tengah-tengah taman.

Wajahnya mulai basah dan matanya terasa perih akibat terkena guyuran air hujan. Akhirnya Arjuna telah berada di tengah guyuran hujan pada malam ini. Arjuna tersenyum bahagia seraya mengusap wajahnya berulang kali. Masih dengan memakai baju pasien yang melekat di tubuh dan tangan yang masih terinfus dengan infus yang ada di tiangnya, Arjuna seperti menikmati kebebasannya malam ini.

365 Days with ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang