40. Memori Aqobah

81 9 0
                                    

Suatu hari, Rasulullah Saw tengah bercengkrama dengan Aisyah ra. Beberapa saat kemudian, keduanya terdiam. Duduk dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba saja Aisyah terpikir sesuatu. “ Adakah yang lebih menyedihkanmu selain kejadian di Uhud?” tanya Aisyah memecah keheningan.

Mendengar itu, Rasulullah Saw tidak berlangsung menjawabnya. Ingatannya terlempar pada kenangan pilu beberapa waktu sebelumnya, saat Gunung Uhud menunduk haru. Menyaksikan para prajurit pemanah berpaling dari titah Rasul, hanya karena harta rampasan perang.

Rasulullah Saw tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, ketika menyaksikan Hamzah dan beberapa sahabat gugur menjadi syahid. Beliau masih mendengar isak tangis para istri yang ditinggalkan suaminya. Juga rengenkan anak-anak yang ditinggal ayah mereka.

Kesedihan itu terus membayangi Rasul, hingga akhirnya Aisyah menegur beliau kembali. “ Adakah yang lebih menyedihkan selain uhud?” tanya Aisyah. “ Adakah, ya Rasul?”

Rasulullah Saw kemudian menoleh kepada Aisyah ra. Beliau menghadapkan seluruh tubuhnya ke hadapan istrinya itu dan menatap lekat kepadanya. “ Peristiwa Aqobah jauh lebih menyedihkan. Saat itu aku pertaruhkan seluruh hidupku.” jawab Rasul.

Kemudia Rasulullah Saw menceritakan perlakuan-perlakuan memilukan yang beliau terima. Saat di Mekah dan saat meminta suaka dari penduduk Thaif. Getir hati Rasul mengingat peristiwa lemparan batu penduduk Thaif. Para orang tua menertawakan beliau, dan anak-anak mereka memperolok dengan kata-kata tak pantas.

Peristiwa itu beliau ceritakan kepada Aisyah bukan lantaran beliau masih dendam terhadap mereka. Jauh hari sebelum Aisyah menanyakan hal itu, beliau sudah memaafkan mereka semua. Hal itu dibuktikan dengan sikap beliau yang menerima Hindun saat Fathu Makkah. Wanita yang secara kejam merengut nyawa Hamzah saat Uhud itu dimaafkan oleh Rasulullah Saw.

Demikian juga dengan penduduk Thaif, beberapa waktu setelah beliau menerima perlakuan buruk mereka, saat di Qarnuts Tsa'lib, sebuah gunung di kota Mekah meminta izin kepada beliau untuk membalas perlakuan mereka.

Akan tetapi, Rasulullah Saw menolaknya dengan halus, meskipun saat itu beliau masih mengerang kesakitan, “ Tidak,” kata Rasul. “ Jika orang tuanya tidak bisa, aku berharap semoga anak-anaknya bisa mengikuti seruanku.”

Islamic StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang