*7 bulan kemudian
Beberapa orang berpakaian putih tengah mendorong brankar yang Kirei baringi. Mata Kirei hanya fokus pada wajah Sehun yang ikut mendorong dan sekilas-sekilas melihatnya. Wajah tampan Sehun begitu kentara menyiratkan kekhawatiran. Hingga sampai di ruang rawat. Kemudian dokter Chen datang untuk memeriksa.
"Sebenarnya istrimu kenapa, Sehun?" tanya dokter Chen.
"Sudah tiga hari dia tidak napsu makan, karena terus mual-mual, dan tadi dia sempat pingsan," Sehun menjelaskan dengan gurat wajah penuh kekhawatiran. Dokter Chen mengangguk paham.
Dokter Chen mulai memeriksa Kirei tanpa menyuruh Sehun keluar lebih dulu. "Apa yang kau rasakan?" tanya dokter Chen pada Kirei.
"Aku merasa seluruh tenagaku terkuras habis, Dok,"keluhnya. Memegangi perutnya yang sudah tambun. Di usianya yang kini telah masuk di bulan ke enam, ia sangat rentan. Mudah lelah.
"Kau tahu, apa golongan darahmu?"
"Golongan darahku O,"Kirei menyahut cepat. Suaranya begitu lemah. Wajahnya juga pucat serta bibir yang pecah.
"Sehun, istrimu membutuhkan donor darah."
"Golongan darahku O. Ambillah darahku," sanggah Sehun.
"Baik. Ikut denganku." Dokter Chen keluar, Sehun mengekori.
<><><>
Setelah setengah jam Kirei sendiri di ruang rawat, akhirnya dokter dan Sehun kembali juga.
Dokter Chen membawa sekantong darah, lalu mengaitkannya di tiang pengait infus.
"Aduh, sakit." Kirei meringis sakit ketika selang darah itu mulai menancap.
"Tahan sedikit." Sehun menatapnya tajam.
"Jika darahnya sudah habis, beritahu aku," pesan dokter Chen pada Sehun.
"Nanti kau sudah bisa pulang," kini dokter berujar pada Kirei.
"Terima kasih, Dok."
"Ya." Dokter Chen berlalu.
Sehun melipat lengan bajunya hingga siku. Ia mendekat dan duduk di kursi samping ranjang.
"Tuan. Terima kasih, kau telah mendonorkan darahmu padaku."
"Tidak usah berterima kasih, aku melakukan ini demi anakku."
Kasih sayang pada calon anaknya begitu besar, seharusnya Kirei tidak perlu terlalu mengkhawatirkan anaknya jika bersama Sehun nantinya. Tapi ... Kirei adalah ibunya. Bisakah ia nanti jauh dari anaknya, dan Kirei rasa perasaan seorang ibu itu sama, sama-sama tidak ingin jauh dari anaknya. Jadi baginya itu adalah perasaan yang wajar, jika nanti tidak bisa melepaskan anaknya begitu saja.
<><><>
Setelah pulang dari rumah sakit, malamnya Kirei tidak bisa tidur. Tendangan demi tendangan yang dilakukan Oh-kecil dalam perutnya, membuat Kirei merasa sulit sekadar memejamkan mata. Ia menggeliat kekanan-kiri, tapi tetap saja calon anak Sehun itu tidak mau diam dalam sana. Dan lebih anehnya lagi, mengapa tiba-tiba indera penciuman Kirei mendengar aroma wangi khas tubuh Sehun, padahal ia sedang tidak tidur dan mungkin tidak pernah tidur dengannya.
"Apa mungkin bawaan bayi ini?" Kirei mengelus lembut perutnya. "Ah ... sudahlah!"
Kirei menutup wajah dengan bantal. Ia memejamkan mata kuat-kuat, mengharap malam ini bisa tidur dengan nyenyak."Emm ... kau kenapa, Sayang? Mengapa kau terus menendang-nendang, perut ibu ngilu."
Akhh...!! Kirei sudah tidak tahan lagi, ini sudah malam dan belum bisa tidur. Ia beringsut dari tempat tidur, berjalan mengarah pintu dan membukanya.
"Sepi," gumamnya di ambang pintu.
Kirei berjalan menuju kamar sebelah. Itu kamar Sehun. Ia mengetuknya, namun tidak ada jawaban dari sang empunya.
"Aaah ... pintunya tidak dikunci,"seru Kirei begitu berhasil membuka pintu. Dilihat Sehun tengah tertidur pulas, hingga tidak menyadari kehadiran Kirei. Dia duduk di tepi ranjang, gugup, takut, semua ada padanya.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Suara Sehun menegas. Posisinya masih menyamping membelakangi Kirei.
Dugaan Kirei salah, ternyata Sehun belum tidur, hanya saja ia membiarkan Kirei masuk ke kamarnya.
"E--Tuan, aku..." Kirei benar-benar takut setelah mengetahui bahwa pria itu belum tidur.
"Aku tidak bisa tidur. Dia terus menendang-nendang perutku." Kirei merebahkan tubuhnya disamping Sehun. Membelakangi. "Izinkan aku tidur disini, semalam saja. Kurasa dia merindukan ayahnya," lirih Kirei memejamkan mata.
"Ya," jawab Sehun singkat.
Kirei mulai menyambut mimpi indah, namun lagi-lagi makhluk kecil itu menendang perutnya keras. Kirei tersentak yang menciptakan guncangan kecil pada ranjang.
"Mengapa?" Sehun mengerjap.
"Tuan, boleh aku meminta bantuanmu?"
"Apa?"
"Peganglah perutku, sepertinya itu akan membantu. Mataku sudah sangat mengantuk."
Sehun membalikkan badan, menghadap Kirei. Kirei bisa merasakan sentuhan hangat yang diberikan Sehun dari balik tubuhnya."Apa setiap malamanakku senakal ini?" Tangan Sehun sedikit menahan tendangan di perut Kirei.
Kirei mengangguk pelan. "Anakmu nakal sekali," balasnya lirih saat matanya mulai terpejam, dan tendangannya pun perlahan hilang.
<><><>
Sinar fajar menyelusup diantara sela-sela kain tirai di bingkai jendela, diiringi kicauan burung yang mengitari rumah besar itu. Semilir angin meniup-niup mata perempuan berperut buncit yang masih terlelap, seolah sedang merayunya untuk menyambut pagi. Pada akhirnya Kirei duduk menghadap jendela, matanya masih berat untuk dibuka. Ia beringsut turun dan menutup jendela yang terbuka, lalu tidur kembali.
"Apa kau masih ingin melanjutkan tidurmu?"
Seketika mata Kirei membelalak setelah mendengarnya, ia mengamati setiap penjuru kamar itu, dan benar saja itu kamar Sehun."Maaf, Tuan. Aku akan keluar." Kirei turun dari tempat tidur dan hampir saja ia jatuh karena kakinya keseleo.
Sehun cekatan menangkap tubuh Kirei. "Kau sangat ceroboh!"
"Maaf, Tuan." Kirei meringis sakit.
"Kau hampir saja mencelakai anakku." Sehun mendudukkan Kirei di tepi ranjang, lalu ia memijit kaki wanita itu sejenak.
"Bagaimana, apa masih sakit?"kemudian Sehun bertanya.
"Sedikit." Kirei menggerak-menggerakkan kakinya.
Tanpa kata, Sehun mengangkat tubuh Kirei ala bridal style."Aku akan mengantarkanmu ke kamarmu," kata Sehun seraya membuka pintu.
Sehun merebahkan tubuh Kirei perlahan.<><><>

KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Sold [REVISI/2]
Fanfiction@Ji_Cyna.18719 (Ditulis ulang) "DIA ANAKKU, BUKAN ANAKMU!" Kirei Miyuki. Gadis cantik berhati tulus berkebangsaan Jepang itu memang hidup dengan keadaan yang bertolak belakang dari kata 'BAHAGIA'. Apalagi, saat Shoji si kakak tiri bergelarkan kejam...