@Ji_Cyna.18719 (Ditulis ulang)
"DIA ANAKKU, BUKAN ANAKMU!"
Kirei Miyuki. Gadis cantik berhati tulus berkebangsaan Jepang itu memang hidup dengan keadaan yang bertolak belakang dari kata 'BAHAGIA'.
Apalagi, saat Shoji si kakak tiri bergelarkan kejam...
"Kakak tidak makan dulu?" Baekhyun meletakkan ramen di atas meja. Kemudian ia duduk di tepi tempat tidur, manik matanya meneliti setiap brush make-up yang menari lincah di pipi kakaknya.
"Tidak. Aku sedang terburu-buru. Makan kau saja." Kirei membalas tak acuh, lebih sibuk dengan urusannya sendiri dari pada makanan yang sudah menunggu di meja sana. Baekhyun cukup mengangguk-angguk menanggapi, walaupun di detik berikutnya bola matanya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerak Kirei yang mondar-mandir mempersiapkan dokumen-dokumen penting di depannya.
Kirei sudah siap untuk mendatangi meeting bersama CEO yang dimaksud Xiumin, atasannya. Ia mengait tas dan map di atas nakas, karena di luar cuacanya tidak cerah Kirei tak lupa menggunakan payung yang tersedia di apartemen. Ia pun pergi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
:
Sehun duduk di restoran yang tak lain adalah miliknya. Sehun mengotak-atik ponsel sambil menunggu Xiumin datang untuk membicarakan perihal infestasi yang diminta sahabatnya itu. Setelah lima menit menungggu, Sehun menghela napas. Paling tidak suka menunggu, tapi mengapa ia harus menunggu selama itu? Secangkir kopi tak membuat dirinya tenang akan penungguan yang seolah sudah berabad-abad lamanya.
Dari luar Kirei tergopoh berjalan mengekori Xiumin. Langkah Kirei tak dapat mengimbangi langkah panjang atasannya itu. "Lebih cepat Kirei, temanku itu paling tidak suka menunggu," ujar Xiumin sesekali menengok ke belakang.
"Iya, Pak."
Xiumin mengedarkan pandangan mencari keberadaan Sehun. Heh! Dari belakang pun Xiumin dapat mengenali Sehun. Mereka menghampirinya. "Maaf aku terlambat," sapa Xiumin tak enak hati pada sabahatnya.
Sehun beranjak berdiri dan berbalik, mulutnya terbuka, matanya menyipit saat bertemu tatap dengan Kirei. Namun seperdetik kemudian Sehun kembali bersikap seperti semula. Mereka berdua seolah tak mengenal satu sama lain.
Kirei masih tak percaya dengan apa yang ia lihat. "Tu-tu-tuan," lirihnya gugup.
"Kalian kenapa? Kalian saling mengenal?" tanya Xiumin tiba-tiba.
"Tidak," tukas Sehun. "Kupikir kau tidak akan datang."
"Ah, ya. Maafkan aku, Sehun, aku sedikit terlambat." Xiumin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Kirei, duduklah," suruh Xiumin. "Oh ya. Kenalkan dia sekretarisku dari Jepang. Namanya Kirei," pintanya sebelum Kirei benar-benar duduk.
"Kirei," ucap Kirei.
"Sehun." Sehun menjabat tangan Kirei.
Selama Kirei menjelaskan presentasinya, selama itu juga Sehun menatap tajam mata Kirei. Ada kilatan mengancam dalam netra Sehun yang tanpa segan menembus manik mata teduh perempuan di seberangnya. Kirei bergidik, suasananya mencekam bagi dirinya sendiri, lalu ia berpamitan ke belakang. Tak ingin membuang waktu, Sehun menyusulnya.