"Je, mau ikut jalan?"
"Nggak deh. Hari ini gue les, lo nggak les?"
"Gue les minggu depan. Kalo gitu gue duluan ye, dadah."
Gea, Della dan Chira melambaikan tangan pada Jean dan sekaligus mengejeknya karena menurut mereka, Jean terlalu rajin.
Jean melangkahkan kakinya keluar kelas menuju halte. Hari ini dia memilih naik bis daripada meminta tolong diantarkan oleh Jef, Lingga atau Putra.
Jean mengeluarkan earphone putihnya dan memakainya. Taeyong NCT - Long Flight, lagu pilihannya kali ini.
Tidak perlu menunggu lama. Bis yang dia tunggu telah datang.
***
Jean mempercepat langkahnya untuk segera masuk ke kelasnya di lantai empat.
Sebenarnya gedung les ini menyediakan lift karena mengingat gedung ini berlantai sembilan. Tapi, Jean tidak berani di dalam lift sendirian alhasil dia menggunakan tangga darurat.
"Huft... huft... tarik nafas... buang... hoss...." Jean sedang sibuk mengatur nafasnya dan detak jantungnya yang berpacu saat tiba di lantai empat.
Setelah merasa jantung dan nafasnya mulai stabil, dia berlari secepat mungkin menuju ke kelasnya yang berada di ujung.
BUGH
Seorang pria tua baru saja keluar dari lift. Kang Samsul. Salah satu petugas kebersihan di gedung ini.
"Astagfirullah. Neng, maapin Akang atuh." Jean dan Kang Samsul membereskan barangnya yang telah berhamburan di lantai.
"Saya yang salah, Kang. Maafin ya, saya permisi dulu."
Baru saja ingin membuka pintu lesnya tapi tidak bisa. Belum lagi mendadak udara di lantai ini seperti mencekam.
Dan pikiran Jean yang semakin negatif karena belakangan ini sering menonton film horor yang Putra sarankan untuknya.
Dia mengaktifkan ponselnya dan ternyata semalam ponselnya ribut karena Miss Dea, guru lesnya tidak bisa mengajar hari ini karena suaminya sedang sakit. Jean menyesal tidak membaca percakapan tersebut.
Sekarang di pikirannya hanya dua. Turun menggunakan lift atau tangga darurat. Dia menatap jam berwarna hitam yang melingkar di tangannya. Pukul 16:36. Pasti suasana di tangga darurat lumayan gelap.
Dia mengangkat tangannya dan menjadikan ke-sepuluh jarinya sebagai penentu antara lift atau tangga. "Tangga. Lift. Tangga. Lift. Tangga. Lift. Tangga. Lift. Tangga. Lift."
Dia menghembuskan nafasnya kasar. Sambil tetap menunduk dan memeluk beberapa buku di tangannya, dia menunggu lift terbuka dan segera masuk.
Dan syukurlah. Dia tidak sendiri. Ada anak lelaki yang bisa jadi seumur dengJef karena tingginya hampir sama. Menggunakan hoodie hitam dan celana hitam juga.
Dia kembali menunduk memastikan kaki lelaki itu menyentuh lantai. Dia menghembuskan nafasnya. Dan siapa sangka di detik berikutnya, lift berhenti. Padahal sudah di lantai dua.
Jean sendiri mulai panik. "Eh, kenapa nih?"
Pertama karena takut tidak mendapat oksigen. Kedua karena terjebak bersama lelaki asing yang bisa jadi orang jahat. Ketiga karena dia mulai berpikir lelaki itu hantu. Sedangkan lelaki di sebelahnya terlihat santai saja.
Jean mundur sampai bersandar di dinding lift. Sedangkan lelaki itu masih tetap biasa saja. Ingatan Jean langsung terlempar pada film yang pernah dia tonton. Pembunuhan dalam lift. Lift berhantu. Sepertinya Jean harus mengurangi menonton film horror.
KAMU SEDANG MEMBACA
Met Plezier
Teen FictionTentang seorang perempuan yang suka mengabadikan suatu kejadian dengan lensa kamera serta coretan di atas lembaran. Dan tentunya abad di ingatannya. Perempuan yang terlihat baik-baik saja namun hatinya sering dirundung duka. Dugaanmu salah. Semesta...