Penutupan MOS. Semua murid baru harus mengumpulkan tanda tangan para senior dan itu tidak gratis, harus memberikan permen dan tentu saja ada yang tidak menerima permen karena si senior ingin si junior melakukan perintahnya.
Seperti Della sekarang, meminta tanda tangan Bahstian saja, dia harus bilang suka kepada salah satu senior bernama Zega. Awalnya Della tidak mau. Tapi, harus karena tanda tangan ketua osis wajib.
"Kak, saya mau minta tanda tangan, boleh?" tanya Jean pada Bahstian.
"Gue minta maaf waktu bentak lo, hm. Tanda tangan gue nggak gratis," jelas Bahstian sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Terus saya harus ngapain?" tanya Jean.
"Sama kayak Della. Datangin si Bule yang di bawah pohon sana terus bilang suka sama dia." Jean membulatkan matanya. Enakan Della, tadi tempatnya sepi. Dan di bawah pohon mangga sana, bukan hanya si Bule itu saja, ada banyak orang di sana. Termasuk Jef.
"Buset. Di sana rame banget. Harus banget, Kak?" tanya Jean memelas.
"Harus. Masih mending dia lho, daripada si Arraf. Si Bule lebih ramah daripada Arraf," jelas Bahstian.
Jean menghembuskan napasnya pelan karena untungnya dia sudah mendapatkan tanda tangan Arraf dengan syarat harus bernyanyi lagu Balonku yang huruf vokalnya diubah menjadi huruf O semua.
Jean menelan salivanya dan mau tidak mau menurut. Dan untungnya hari ini hanya berpakaian SMP dengan potongan kardus sebagai name tag serta tas kantong plastik yang di jadikan tas. Mendingan daripada hari pertama.
"Misi kak." Semua yang berada di bawah pohon sana serentak menghadap ke arah Jean dan bisa Jean hitung, kurang lebih ada 15 orang murid laki-laki yang duduk di sana dan ada yang bermain gitar, mungkin mereka sedang bernyanyi bersama.
"Eh, sape nih? Cari siapa adik manis?" tanya salah satu lelaki cungkring di sana.
"A-anu itu, Kak, sa-say—" ucapan Jean terpotong oleh lelaki bertubuh agak gempal. "Sayang?" kata anak lelaki itu.
Mendadak semua yang berada di sana ikut tertawa termasuk Jef dan si Bule masih tetap datar. Mampus galak kayaknya nih orang. Suara hati Jean.
Jean memajukan langkahnya dan berhenti tepat di hadapan si Bule yang Bahstian perintahkan tadi. "Kak?"
Si Bule hanya mengangkat sebelah alisnya dan Jean sempat takjub menatap mata si Bule berwarna biru. "Bisa minta tanda tangan nggak?" tanya Jean tanpa basa basi.
"Lo punya apa?" tanya si Bule.
"Punya permen, Kak," jawab Jean.
"Gue bukan anak kecil," ketus si Bule.
"Terus harus kasih apa, Kak?" tanya Jean sambil melihat ke arah bukunya yang masih membutuhkan dua tanda tangan lagi.
"Nyanyi tapi pake gitar," jawab si Bule.
"Gi-gitar?" tanya Jean gugup. Kalau sampai Jef tau dia bisa bermain gitar, terbongkar sudah rahasia Jean yang sudah setahun lebih les gitar diam-diam.
"Iya. Nggak bisa? Kalo nggak bisa, sana pergi," ketus si Bule. Malu. Hanya itu. Jef hanya senyum-senyum saja.
Lelaki dengan name tag Jovan memberikan gitar pada Jean. Mampus. Ketahuan ini mah. Batin Jean.
Jean menerima gitar tersebut dan si Bule tadi membawa kursi di tengah lapangan dan tak lupa Jef mengambil mik kemudian mendekat ke arah Jean. "Je, bisa main?"
Jef sebenarnya takut jika adiknya melakukan kesalahan alhasil membuat dirinya malu sendiri.
Jef mengikat rambut adiknya dan berusaha menyalurkan energi positif. Yang Jef tau adiknya tidak bisa bermain gitar. Sama sekali tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Met Plezier
Roman pour AdolescentsTentang seorang perempuan yang suka mengabadikan suatu kejadian dengan lensa kamera serta coretan di atas lembaran. Dan tentunya abad di ingatannya. Perempuan yang terlihat baik-baik saja namun hatinya sering dirundung duka. Dugaanmu salah. Semesta...