eenenveertig

17 3 0
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Jef. Sepulang sekolah, Jean langsung menuju bandara bersama Putra. Teman-teman Jef juga sudah ada. Garka juga.

Jef memperhatikan gerak gerik Jean. Tidak seperti biasanya. Jean sangat tenang. Tetapi matanya sangat bengkak. Dan air matanya mulai meluncur. Jef yang melihat pemandangan tersebut hanya bisa tersenyum kecut. Jef juga berangkat atas permintaan Jean. Jadi sebisa mungkin Jef akan mengabulkan permintaan Adiknya.

Setelah Jef mengobrol dengan teman-temannya, Putra dan Garka. Sekarang Jef mengobrol dengan Jackson dan Jessy. Dan terakhir dengan Jean.

Jef membawa Jean ke pelukannya. Jean menangis tanpa suara. Membasahi baju kaus Jef mungkin hobi baru Jean. Sudah bisa dipastikan jika baju kaus Jef pada bagian dada pasti sangat basah. Jef tidak peduli.

Jef memeluk erat adiknya. Ada perasaan tidak tega yang menjalar. Untuk pertama kali, Jef berpisah jauh dari Jean. "Udah, Dek. Tiga tahun nggak lama. Cepet itu. Berhenti nangis, ya. Kita bisa berkirim pesan, telponan atau video call-an. Jadi nggak sepenuhnya kita berpisah. Ngerti? Abang mau Jeje nepatin janji Jeje buat baik-baik aja di sini. Abang udah nitipin Jeje ke Putra. Jangan nangis lagi."

Jean semakin mengeratkan pelukannya seperti tidak mau jika Jef pergi. Jef sampai dibuat tak bernapas. Teman-teman Jef sudah mulai tertawa melihat tingkah Jef. Karena Jef ini sangat berbeda. Jef sangat menyayangi Jean. "Abang nggak napas, lho, Dek. Nanti tiap liburan, Abang pasti ke sini...."

Jean melepaskan pelukannya dan menatap wajah Jef sangat lama. "Janji? Jeje tunggu."

Jef mengangguk dan Jef memakai ranselnya serta membawa dua kopernya beserta satu tas yang lumayan besar. Jef memisahkan diri dari rombongan. Jef semakin jauh dan perlahan menghilang. Jessy langsung memeluk Jackson dan menangis. Sedangkan Jean sudah duduk melantai dengan posisi berjongkok dan wajahnya ditenggelamkan di kedua lututnya. Dia kembali menangis.

Entah apa yang merasuka Bahstian, sahabat sekaligus teman ribut Jef langsung menghampiri Jean dan memeluknya. Ini lebih parah dibandingkan saat Jean menangisi Axel. Dan Bahstian baru merasakan sensasi baju kaus dibuat basah oleh perempuan untuk pertama kalinya.

"Udah, Lek. Abang lo bakal balik. Jangan kayak gini. Entar Abang lo sedih lihat Adik tengilnya yang jelek ini nggak nyebelin lagi."

Bukannya diam ataupun ngambek, Jean justru semakin menangis. Dan Bahstian semakin dibuat merasa bersalah. Kasian juga melihat bocah songong ini menangis.

"Berhenti. Entar gue traktir es krim sebaskom, deh."

Jean berhenti menangis. Bahstian langsung terkekeh geli begitupula teman-temannya. Ternyata cerita Jef benar, Adiknya sangat gampang dibujuk. Si matre yang beralibi bahwa dia realistis. Menggemaskan sekali. Hanya dengan traktiran makanan, Adik tengil Jef ini langsung diam.

"Janji, Lak?" tanya Jean.

"Iya, janji, Lek."

Putra tidak habis pikir dengan sahabatnya itu. Bagaimana jika Jean diculik dengan modus diberikan makanan segudang? Bisa saja Jean mau. Dasar si bodoh.

"Gue harap pikiran lo nggak bener, Put," kata Garka sambil terkekeh geli.

"Lah, lo bisa baca pikiran gue?" tanya Putra heran.

"Nggak. Tapi ekspresi lo nggak bisa bohong."

Jean langsung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah.

***

"Ma, Jeje panggil Jef dulu, ya, biar ikut makan malam sama kita," kata Jean sambil tersenyum sumringah.

Met PlezierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang