zevenendertig

16 4 5
                                    

Seminggu berlalu. Jean masih bersedih sedangkan Lingga masih gemas dengan tingkah Jean yang meninggalkannya secara tiba-tiba.

"Aku nggak bakal nganterin kamu pulang kalau kamu nggak jelasin kenapa kamu ninggalin aku dan blokir semua sosial mediaku," kata Lingga yang sedang menahan amarahnya.

"Jawab Jean! Kamu nggak tuli, kan?" bentak Lihgga yang sepertinya hilang kesabaran.

"Aku nggak tuli dan kamu nggak perlu bentak aku," kata Jean dengan suara yang bergetar.

"Maaf...."

Lingga mengusap wajahnya dengan kasar kemudian memukul setir mobilnya. Jean langsung mengusap air matanya dan menenangkan dirinya sejenak kemudian menghembuskan napasnya.

"Aku pulang karena tiba-tiba badmood terus aku blokir sosmedmu karena aku nggak mau diganggu dulu."

"Aku ke rumah kamu. Nggak ada orang. Kamu kemana?"

"Aku... pergi sama Garka," kata Jean sambil menunduk.

Lingga langsung mencengkeram lengan kiri Jean sampai membuat Jean meringis. "Garka! Garka! Garka terus! Kamu ini kenapa ganjen banget! Kenapa!?"

Lingga langsung mengguncangkan kedua bahu Jean dengan kuat sedangkan Jean hanya menutup mata dan mulai terbiasa dengan sikap Lingga yang belakangan ini mulai kasar.

"Ganjen?" tanya Jean.

Lingga langsung memukul setir mobilnya dengan kuat. "AKHHHHHH! AKU KURANG APA, JE! APA!"

Lingga mendekat kepada Jean dan mengelus pipi Jean. "Apa... jawab sayang... jawab... aku suruh kamu jawab."

"Nggak."
"Nggak apa?"
"Nggak tau."

Tatapan Lingga seketika berubah menjadi tajam dan aura dingin semakin terasa. Lingga menghidupkan mobilnya kemudian mengegas kemudian mengerem mendadak dan nyaris saja kepala Jean terbentur jika saja Lingga tidak memasang tangannya sebagai pelindung kepala Jean dari benturan.

"Kamu ngapain, Lingga! Di depan itu danau, kita bisa tercebur!"

"Seru kali, ya. Kalau kita mati bareng."

Seketika tubuh Jean menegang. "Istighfar, Ga. Jangan gini. Aku nggak tau kamu ada masalah apa lagi, kamu berubah. Tiap kamu ada masalah, kamu lampiasin ke aku. Kamu kasar," kata Jean yang mulai terisak.

"Maaf... maaf, aku nggak sadar. Aku kebawa emosi. Maaf," kata Lingga yang langsung membawa Jean ke pelukannya.

"Lain kali kamu jangan bertingkah biar aku nggak marah kayak gini. Maaf...."

***

Jean pulang menggunakan bus. Setelah menenangkan dirinya. Sebentar lagi akan ujian semester genap. Jean harus fokus.

Dan Jean harus bicara empat mata dengan Jef seputar beasiswanya di Jepang. Sesampainya Jean di rumah, Jean di sambut oleh raut wajah khawatir dari Putra dan Jef yang menunggunya dengan cemas.

"Lo kenapa?" tanya Putra yang menatap Jean dari atas sampai bawah.

"Gue nggak apa-apa. Kecapean aja abis les gitar," alasan Jean.

"Lo latihannya tiap hari kamis. Dan ini hari senin. Dan lengan baju lo kenapa kusut gitu?" tanya Putra dengan khawatir.

"Udah. Mandi sana terus kita mau makan malam di rumahnya Putra. Si Pika ngerayain wisudanya. Sana."

Jean mengangguk mendengarkan perkataan Jef. Sesampainya dikamar, Jean langsung mandi setelah itu bersiap dengan sweter hitamnya dan turun  menemui Jef.

Met PlezierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang