"Abang! Gue ikut, ya. Ingat perjanjian semalam, harus! Nggak ada penolakan! Dan kebetulan gue latihan di sekolah lo," kata Jean.
"Main ngancem-ngancem, adek durhaka lo."
"Kayak lo nggak durhaka aja sama gue," jawab Jean.
"Nah, ada maunya manggil Abang, cih, naik cepet."
Jean memakai helmnya dan naik di belakang Jef. "Pegangan, eh. Kalau lo jatuh, gua yang di tampol." Jean langsung melingkarkan tangannya pada pinggang Jef.
Pagi ini jalanan yang mereka lalui tidak macet dan memudahkan kedua anak manusia itu untuk sampai di sekolah Jef yang letaknya bersebelahan dengan sekolah Jean, SMP Franshine. Karena memang sekolah mereka satu yayasan.
Jean yang baru saja ingin berjalan menuju lapangan akhirnya berhenti berjalan karena Jef menarik tasnya dari belakang dan meminta uang bensin.
Banyak yang menyaksikan mereka, bagi yang tidak tau mereka bersaudara, pasti berfikir mereka sepasang kekasih. Jef sangat tertutup tentang keluarganya, otomatis banyak orang yang akan menyimpulkan jika mereka sepasang kekasih.
Setelah urusannya dengan Jef selesai, Jean berlari ke tengah lapangan dan mengabaikan tatapan mengintimidasi dari beberapa perempuan di sana.
Lingga sudah berada di sana, menggunakan kaos oblong berwarna hitam dengan lengan yang pendek dan memakai celana training berwarna abu-abu . Sepatu berwarna hitam dan rambut yang lumayan berantakan.
Astaga, nih anak bisa cakep juga. Puji Jean dalam hati.
"Biasa aja liatinnya. Aku ganteng emang. Ganti baju sana." Jean belum sadar sampai Lingga melambaikan tangannya di depan wajah Jean.
Jean akhirnya sadar. "Eh, iya. Toiletnya dimana?"
Lingga menemaninya sampai ke depan toilet. "Aku tunggu di sini, kamu masuk, gih." Jean masuk dan mengganti bajunya.
Kaos oblong berwarna putih yang agak longgar, dipadukan dengan celana training berwarna hitam dan sepatu kets berwarna biru tua dan mengikat rambutnya asal-asalan.
Manis. Puji Lingga dalam hati.
"Nggak usah dilihatin gitu dong. Aku cantik emang dari lahir," goda Jean.
"Yuk, balik ke lapangan," ajak Lingga.
Jean menahan tangan Lingga. "Eh, foto dulu, yuk," Lingga hanya mengangguk mengikuti langkah Jean.
Dan kebetulan ada Remi dan bersedia memotret dua sejoli di depannya. "Satu... dua... tiga...."
Cekrek
Lingga merangkul bahu Jean dan Jean menatap Lingga terkejut. "Ulang ih, muka aku jelek banget," rengek Jean.
Lingga dan Remi meninggalkan Jean yang sedang kesal. Namanya juga Jean, bagaimanapun hasil fotonya, tetap saja diunggah pada akun Instagramnya.
Terbukti. Saat Lingga mengecek ponselnya terdapat pemberitahuan jika Jean menandainya pada sebuah foto.
***
"Untuk hari esok... semoga lancar!"
Bunyi gelas yang saling berbenturan itu pertanda jika beberapa anak manusia itu sedang merayakan selesainya latihan gladi bersih.
Jean, Gea, Della, Chira, Remi, Putra, Lingga, Dio, Reyna teman eskul Della, Stevani anggota osis sekaligus teman Lingga dan Zaira pacar Remi.
"Gimana, nih, misi menaklukan hati seorang Chira, wahai Kakanda Dio," ejek Putra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Met Plezier
Fiksi RemajaTentang seorang perempuan yang suka mengabadikan suatu kejadian dengan lensa kamera serta coretan di atas lembaran. Dan tentunya abad di ingatannya. Perempuan yang terlihat baik-baik saja namun hatinya sering dirundung duka. Dugaanmu salah. Semesta...