eenendertig

15 4 3
                                    

Hari ini adalah hari yang membahagiakan untuk Jean. Jean tidak perlu repot-repot memakai gendongan tangan lagi. Gipsnya yang selalu menemaninya kurang lebih delapan minggu resmi dibuka hari ini.

Awalnya Jean merasa aneh dengan tangannya. Tetapi lama kelamaan dia mulai terbiasa. "Bisa, nih, pake jambak Putra sama Remi."

"Semangat banget lo pengen ngejambak gue," kata Putra yang kebetulan mengantar Jean ke rumah sakit.

Jean hanya tersenyum sedangkan Putra beralih menatap kaki Jean. "Kaki lo kapan di bukanya?"

"Kapan-kapan aja deh."

Putra kembali menatap ponselnya. "Put, lo nggak nganterin Alice pulang?"

Putra menggeleng. "Nggak. Soalnya gue harus nemenin Ratu ke rumah sakit."

Mata Jean langsung berkaca. "Ih... Puput bisa aja deh."

Putra langsung mendekat dan memeluk Jean. "Jangan alay gitu. Kan, Pangeran jadi jijik."

Jean langsung melepas pelukan Putra dan mencubit pinggang Putra dengan tangan kirinya. "Cubitan pertama tuh dari tangan Ratu yang udah sembuh."

Putra meringis sambil mengusap-usap pinggangnya yang mendapatkan hadian cubitan perdana dari tangan Jean yang sudah sembuh.

Jean terdiam dan kembali mengingat perjanjiannya ingin bertemu dengan Stevani. "Put, punya nomornya Stevani nggak?"

"Nggak punya. Kontak gua aja nggak sampai tiga puluh, Je. Itupun yang gue favoritin cuman emak, bapak, lo, Pika sama Remi doang. Emang lo mau ngapain sih?" tanya Putra yang sedikit penasaran.

"Kagak. Cuma nanya doang."

***

"Eh, tau nggak, tangan gue udah sembuh."
"Kok Lingga jadi berubah kayak gitu?"
"Ayah kok nggak pulang, ya?"
"Kira-kira Stevani mau ngomong apa?"
"Dua minggu lagi ulang tahun Putra. Mau kasih kado apa bagusnya?
"Kangen banget sama Oma."
"Lusa mamaku mau seminar di Singapura."
"Alice marah kayaknya sama aku."
"Kok aku kalem banget? Heran deh."

Sekarang Jean sedang asik berbicara dengan ikannya yang berada di akuarium. Jean sedang berbicara sendiri. Padahal dia tidak sendiri di kamarnya.

"Ini gue kayak batu aja di sini. Lo ngomong sama gue kek, masa lo bisik-bisik sama ikan," kata Devin kesal.

"Vin, Rambut gue udah mulai tumbuh nih, besok pake kupluk apa enggak ya?" tanya Jean.

"Gak usah. Lo cakep tau nggak, kayak Noe Row itu lho rambut lo. Suara lo agak berat juga. Bisa tuh," kata Devin bersemangat.

"Bisa tuh jadi pasangan Lucin, sialan lo."

Devin langsung tertawa. "Main, yuk," ajak Devin.

"Main apaan?"
"Ome Tv. Seru tau. Lo nyamar jadi cowok."

Jean tampak berpikir. Selanjutnya dia pergi mengambil jaket Jef. Sepertinya seru.

"Ayok, Vin."
"Oke. Lo nanti pasang tampang tebar pesona."
"Siap. Siap. Gampang itu."
"Mari kita mulai"

Jean hanya bertugas melihat layar dan lawan bicaranya. Ternyata mulai dari anak kecil sampai orang dewasa.

"Gantengnya pacarmu."

Jean berusaha menahan tawanya. Sementara Devin hanya menjalankan aksinya apalagi korbannya anak kecil. "Iya dong. Serasi, kan?"

Anak kecil tersebut mengacungkan jempol. "Lebih cocok sama aku aja."

Tawa Jean langsung pecah. Tertawa khas mak lampir. "Anjir. Cewe. Gue pikir cowo."

Mereka sudah capek tertawa. Belum lagi banyak menyayangkan jika Jean itu perempuan. Padahal Jean versi cowok sudah ada yaitu Jef.

Met PlezierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang